Share

Bab 9 : Diperkosa Tiga Bencis

#Petaka_Malam_Tahun_Baru

Bab 9 : Diperkosa Tiga Bencis

Ah, kenapa mesti ketemu Seno dan satu kelas pula? Dia temannya Bastian yang hanya berpura-pura lugu dan mengaku tak ikut andil. Bohong, semua itu hanya kebohongannya saja! Aku takkan bisa percaya kepadanya, dia sama gilanya dengan temannya yang bermodal kegantengan namun berotak mesum itu! Cih, aku benci!

Kuhempaskan tubuh ke atas tempat tidur, lalu meraih ponsel sambil memikirkan teror selanjutnya yang akan kuhadiahkan kepada Bastian. Aku tersenyum miring sebab ide langsung muncul di kepala ini. Langsung kuketik sebuah pesan yang akan kukirimkan kepadanya.

[Kak Icha, nanti jemput Intan di tempat biasa, ya!]

Aku pura-pura chat salah nomor. Dua menit kemudian,  chatku langsung dibacanya.

[Maaf, Dek, kamu salah nomor berangkali. Aku bukan Kak Icha, tapi Davit.]

Hmm ... aku menyunggingkan senyum dan kembali mengetik balasan.

[Oh, maaf, Bang, abis nomornya mirip. Maaf, ya, Bang, udah ganggu.]

Aku kembali mengirimkan umpan dan semoga sang ikan mesum ini langsung memakannya dengan rakus.

[Nggak ganggu kok, Adek. Emang umurnya berapa ini? Masih sekolahkah?]

Aku semakin mengembangkan senyum, dia terpancing juga.

[Iya, Bang, masih sekolah, kelas XII SMA.]

Tak perlu menunggu lama lagi, chat kami terus berlanjut hingga berjanji untuk vedeo call nanti malam, dia juga sudah mengirimkan foto sok gantengnya dengan wajah ala bule. Aku mengeryitkan dahi, mencari akal, siapa yang akan kusuruh untuk menyamar menjadi anak SMA yang centil ini. Kupejamkan mata sambil menyusun siasat untuk mengerjai mantan sialan itu, sang pemerkosa dan perenggut kehormatan, penyebab diriku dikucilkan semua orang.

****

Aku menyeringai puas setelah berhasil menyuruh Tissa, anaknya Ibu kost untuk vodeo call dan mengaku sebagai Intan, anak SMA yang cantik juga mengemaskan.

[Dek, ketemuan mau gak?]

Baru saja aku kembali ke kamar, chat Bastian sudah kembali masuk. Aku menyunggingkan senyum karena target telah memakan umpan ini dengan sempurna.

[Boleh, Bang, tapi malam aja ketemuannya, di tepi pantai ya!]

Kukirimkan pesan itu kepadanya.

[Kok di tepi pantai? Kenapa nggak di cafe saja atau juga di taman gitu?]

Dengan sinis, aku kembali mengetik balasan, sedang di kepalaku mulai menyusun siasat.

[Biar romantis soalnya Adek suka pantai.]

[Oke, pukul 19.30 di tepi pantai.]

[Oke, Abang, nanti aku pakai baju putih ya dengan rambut panjang.]

Yes, rencanaku lancar, tinggal eksekusi saja. Dasar OMES (otak mesum) begitu mudahnya diperdaya, andai aku dulu sepintar sekarang, mungkin kehormatanku takkan terenggut oleh para setan itu.

****

Sore harinya, aku sudah berada di pantai dengan segala perlengkapan dan susunan rencana. Aku sengaja memilih pantai ini sebab sepi dan jarang dikunjungi. Menurut kabar burung, pantai ini angker makanya jarang dikunjungi.

Pukul 19.30, Bastian sudah menelepon dan mengaku sedang dalam perjalanan. Aku sudah berpesan kepadanya untuk datang sendirian saja tapi jika dia membawa lima temannya itu juga tak masalah, itu lebih bagus lagi.

“Halo, Intan, kamu udah di mana?” Suara Bastian melalui telepon membuatku menyunggingkan senyum.

“Udah di tepi pantai, Bang,” jawabku dengan suara yang kubuat berbeda dari biasanya, semoga dia tak curiga.

“Pantainya gelap, Dek, Abang masih di mobil ini. Gimana kalau kamu ke sini saja? Abang tungguin di mobil aja,” ujar Bastian lagi.

“Adek udah siapin makan malam romantis di tepi pantai, spesial untuk Abang. Turunlah, Bang!” ujarku dengan suara yang kubuat serak-serak basah, menyerupai suara Tissa anaknya ibu kost yang tempo hari kusuruh menjadi tokoh Intan, anak SMA yang salah sambung.

“Oh, ya, jadi begitu? Ya sudah, Abang turun ini, teleponnya jangan dimatiin!”

“Iya, Abang Sayang .... “ jawabku dengan suara lembut.

Dari arah jalan, terlihat Bastian turun dari mobil dan menggunakan senter di ponsel untuk menuju masuk ke arah pantai. Aku menyeringai sambil bersembunyi di balik pohon. Saat Bastian telah tiba di pinggir pantai, sambungan telepon langsung kumatikan.

“Intan, kamu di mana?” teriak Bastian dengan gaya sok gantengnya.

Bastian mengedarkan pandangan ke sekeliling, ia mencari sosok Intan sambil sibuk dengan ponselnya tapi ponsel di tanganku sudah kunonaktifkan.

“Intan, ini aku udah datang, Bang Davit. Keluarlah!” teriak Bastian.

Kubiarkan dulu dia berputar-putar di sekeliling pantai. Saat dia hendak berbalik arah, patung yang kudandani seperti kuntilanak dengan menggendong bayinya kutekan tombol untuk menghidupkan lampu yang hanya menyinari wajah agar terlihat seram sukses membuat Bastian menjerit kaget.

“Aku di sini, Bang ... hihiiii .... “ Dari arah samping, seorang bencis yang kusewa yang juga berdandan ala kuntilanak juga mengejutkan Bastian.

“Aggghh!! Agghh!!!” Dia menjerit Histeris dengan memegangi dada, aku menahan tawa melihat tingkahnya.

Kini giliranku muncul tepat di hadapannya dengan membawa boneka bayi yang penuh darah.

“Bang .... “ panggilku dengan suara yang kubuat seram dengan dandanan ala kuntilanak tentunya.

“Agghhh!!!” jerit Bastian semakin kelabakan, karena kini ada tiga kuntilanak yang menghadangnya. 

Kulempar boneka bayi digendonganku ke tangannya, Bastian semakin histeris dan menjerit-jerit seperti orang kusurupan.

Aku tertawa keras dengan tawa khas nyi Kunti lalu memamerkan kuku-kuku panjangku dan mengarahkannya kepada pria mesum itu. Dia jatuh tersenungkur dan mencoba melarikan diri. Aku langsung bersiul kencang, sontak beberapa bencis yang sering mangkal di taman langsung berdatangan, dengan kostum ala kuntilanak tentunya. Semuanya tertawa kencang dan mendekat ke arahnya.

Aku tertawa puas dan bersiap mengabadikan rekaman mantan pacarku itu diperkosa enam bencis. Ini baru pembalasan dendam part 2, akan masih part-part selanjutnya, Sayang, hahahaa ....

Bastian berusaha mendorong hantu para bencis itu yang kini berebutan untuk mentoel-toel dirinya. Seorang pria perkasa yang berotak mesum kini malah dikeroyok kaleng-kalengan, ini sungguh merusak reputasi cowok puopuler jaman kuliah dulu karena banyak cewek yang antri buat jadi pacarnya tapi rata-rata semua cewek yang jadi pacarnya pasti akan dicicipi olehnya.

“Agghh ... tolong ... tolong .... “ jerit Bastian kencang.

Aku mendekat dan langsung menempel plester di mulutnya, kini dia tak bisa bersuara lagi. Beberapa saat kemudian, cowok blesteran Indo-Jerman yang level kegantengannya itu di atas rata-rata, kini sudah terlecehkan oleh enam bencis. Aku tertawa puas, melihat dia meronta di dalam kegelapan malam dan tak bisa melawan lagi. Ini belum seberapa, akan ada yang lebih mengenaskan lagi dari ini, Bastian alias Davit.

Setelah Bastian terlihat tak berdaya, tak lupa kusiram air cabe yang sudah kusiapkan tadi. Dia langsung menjerit histeris kembali. Segera kuajak enam bencis itu untuk mengemasi segala atribut nyi kunti lalu segera pergi dari pantai itu dan membakar segala bukti lalu membuangnya ke tempat sampah.

“Ini untuk kalian dan anggap kita tak pernah bertemu, oke?” Kuulurkan beberapa lembar uang berwarna merah ke hadapan enam bencis itu.

“Aduh, Chin, nggak perlu repot-repot kok ... akika udah ambil dompet si doi kok dan isinya buanyak deh ayy ... lengkap ama atm dan kartu kredit,” ujar salah satu dari mereka.

“Ambil uangnya saja, kartu atm dan kartu kredit sebaiknya jangan, nanti malah kalian bisa dilacak. Buang sekarang!” perintahku.

“Oke, deh, Chin, akika buang.”

****

Aku pulang ke kamar kost dengan hati yang puas. Mengingat ekspresi Bastian tadi membuatku sangat geli. Playboy diperkasus para bencis, bisa viral ini. Aku menyunggingkan senyum sambil mengamati kembali video rekaman di pantai tadi. Rasakan itu, Bastian!

Hahaa ... akan kutunggu berita viralnya di koran tapi kayaknya kamu takkan berani lapor Polisi deh, reputasimu akan hancur! Kuraih handuk lalu mandi dan membersihkan diri dari kuman-kuman di pantai tadi, walau kini sudah hampir subuh.

Bersambung .... 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status