Petaka Malam Tahun Baru
Bab 2 : Masuk Koran
Perkosaan di malam tahun baru : Telah ditemukan korban perkosaan di tepi pantai pasca pesta perayaan malam pergantian tahun. Diduga korban yang seorang mahasiswi jurusan hukum Fakultas xxx diperkosa secara bergantian oleh beberapa orang. Hingga saat ini, korban masih belum bisa dimintai keterangan, ia masih bungkam dan diduga mengalami shock berat.
Agghh ... begitulah isi berita di koran yang kubaca pagi ini tentang petaka malam tahun baru yang baru saja kualami. Kenapa berita memalukan yang merupakan aib ini mesti masuk koran dan menjadi berita utama? Yang lebih gil*nya, ada fotoku yang terbaring di tempat tidur meski foto itu udah diblur.
Belum hilang rasa sakit bekas kejadian naas itu, kini aku juga harus menanggung malu karena aib. Semoga keluargaku dikampung tak tahu tentang berita ini, biarlah aku menanggung semuanya sendiri sebab dari awal semua memang salahku yang terlalu bucin dan tak ingat pesan orangtua. Beberapa orang Polisi sudah mencoba mengintrogasi, tapi aku masih tak ingin bicara. Walau kuberitahu pun, aku yakin sekali Bastian dan teman-temannya sudah melarikan diri dari Kota ini.
*****
Sudah tiga hari aku dirawat di rumah sakit tanpa siapa pun yang menemani sebab aku memang tak mengizinkan pihak rumah sakit tak menghubungi siapa pun. Sore ini, aku merasa sudah agak segar dan berencana untuk melarikan diri dari ruangan serba putih. Aku capek diintrogasi Polisi melulu, aku juga capek mendengar belas kasihan dari penghuni rumah sakit yang mengetahui keadaanku sekarang. Aku malu terus berlama-lama di sini, beberapa orang malah mengintip diam-diam hanya untuk melihat korban perkosaan di malam tahun baru.
Dengan diam-diam, aku melangkah perlahan karena bagian bawah masih terasa nyeri dibawa jalan. Aku berusaha menahan rasa sakit ini, dan berjalan sambil menyusuri dinding lalu menuju pintu keluar rumah sakit kemudian menyetopkan sebuah taxi untuk diantar ke rumah kostku. Untung saja, suasana kost sepi, jadi tak ada yang tahu tentang kepulanganku. Segera kukunci pintu kamar, lalu menjatuhkan diri di tempat tidur. Aku yakin, seisi kost pasti sudah heboh tentang beritaku. Ya tuhan, berat sekali ujian ini dan semoga aku kuat.
Hati terasa semakin nyeri saat melihat foto-foto kebersamaanku bersama Bastian, dua tahun kami lewati bersama jadi begitu banyak kenangan tentangnya. Aku tak pernah menyangka, kalau dia bisa melakukan semua ini kepadaku. Sungguh mahal bayaran untuk semua barang-barang juga uang yang ia berikan selama ini, harga diri dan masa depanku yang jadi taruhannya. Air mata meleleh begitu saja dan segera kusapu dengan kasar lalu melepas foto-foto itu dengan serabutan dan penuh kemarahan.
Bastian, kamu memang binatang! Kejadian malam itu berputar kembali di ingatan, mereka menggilirku secara beramai-ramai, enam orang. Ternyata cintamu hanya sebatas napsu setan saja, kukira kamu akan puas setelah berhasil merenggut mahkotaku tapi kamu malah membiarkan teman-temanmu untuk ikut andil. Semoga adik atau kakak perempuan atau anggota keluargamu yang lain juga ada yang mengalami nasib serupa denganku. Kamu takkan bisa hidup tenang. Kamu memang bisa melarikan diri dari kejaran Polisi tapi kamu takkan bisa menghindari dari hukuman Tuhan. Kamu mahasiswa jurusan hukum, tapi melakukan perbuatan yang melanggar hukum. Agghh ... kupegangi kepala dan kembali membenamkan kepala ke bantal, menumpahkan segala air mata penyesalan.
Selama seminggu, aku tak keluar dari kamar kost. Pikiran ini masih buntu, aku tak tahu harus melakukan apa. Kuliah, aku tak punya semangat lagi. Aku takkan sanggup mendengarkan cibiran teman-temanku di sana. Seisi kampus juga pasti heboh dan sudah mengetahui berita viral ini. Kalau aku pulang kampung, Ibu dan Ayah pasti sangat sedih karena aku putus kuliah dan petaka yang menimpaku ini. Tuhan, tunjukkan jalan terbaik yang harus hamba tempuh.
****
“Assalammualaikum, Riva,” suara lembut Ibu lewat telepon membuat lamunanku buyar.
“Waalaikumsalam, Bu,” jawabku sambil menyapu buliran air mata.
“Gimana kabar kamu di sana, Nak? Baik-baik aja ‘kan?” tanya Ibu dengan logat guru sekolah dasar yang memang lemah lembut, sebab dia sudah puluhan tahun mengabdi tapi status honornya tak juga berganti menjadi pns. Kasihan, Ibu.
“Riva baik-baik aja kok, Ibu. Keluarga di sana bagaimana kabarnya? Ayah dan adik-adik?” tanyaku sambil membayangkan wajah mereka.
“Alhamdulillah kalau begitu, kami juga baik-baik saja di sini. Kamu nggak lagi sakit ‘kan, Riva? Soalnya Ibu mimpiin kamu terus dan dari kemarin nelepon, nomor kamu malah nggak aktif.” Suara ibu terdengar cemas.
“Riva sehat-sehat aja, Bu, nggak usah cemas. Keadaan Riva di sini juga baik-baik aja.” Aku berusaha meyakinkan Ibu.
Setelah kurang lebih setengah jam berbicara via telepon dengan Ibu, aku jadi tak tega untuk berhenti kuliah. Aku memang sudah hancur tapi tak boleh semakin hancur, aku tetap harus melanjutkan kuliah yang mungkin tak sampai dua tahun lagi akan selesai. Aku tertegun memikirkan semua ini sambil mengumpulkan semua semangat.
“Kuliah yang benar ya, Nak, jangan kecewakan Ayah dan Ibu. Kamulah tumpuan harapan kami.” Kata-kata dari Ibu selalu terngiang-ngiang sepanjang hari hingga terbawa ke dalam tidur juga. Maka dengan itu, pagi ini sudah kuputuskan untuk ke kampus dan mengejar pembelajaran karena sudah dua minggu lebih absen.
“Itu dia Si Rivana, berani juga dia tetap kuliah, ya!”
“Sttt ... jangan kencang-kencang ngomongnya, entar dia dengar!”
“Dia pikir, dengan mengenakan kacamata dan masker gitu, kita nggak akan kenal lagi dengannya!”
“Udah ah, kasihan tahu!”
“Iya, kasihan dia. Jangan dighibahin lagi, dia itu korban!”
Begitulah ocehan teman-teman sekelas saat melihatku memasuki kelas. Aku sengaja memilih bangku paliang belakang, di pojok dan sendiri. Teman dekatku si Rada juga tak mau mendekat, mungkin dia jijik berdekatan dengan korban perkosaan. Ternyata sanksi di masyarakat lumayan berat, padahal aku korban tapi malah dijauhi dan menjadi bahan gibahan berhari-hari. Bukan mauku seperti ini, semua itu musibah. Biarlah, demi kedua orangtuaku, aku akan menulikan telinga dan membisukan mulut untuk tak terpengaruh akan cibiran itu. Tujuanku datang ke sini hanya untuk kuliah, mendapatkan ilmu juga gelar agar bisa mendapatkan pekerjaan yang bagus suatu hari nanti.
Masalah Bastian dan teman-temannya, aku tak melihat mereka di kampus ini. Mungkin benar kalau mereka telah melarikan diri, walau aku tak ada memberitahukan kepada Polisi siapa pelaku perkosaan terhadapku. Aku yakin, Polisi tetap akan melakukan pengusutan atas kasus ini.
Sudah satu bulan pasca peristiwa naas itu dan kini sudah memasuki awan bulan februari. Sebuah kenyataan pahit terjadi kembali, yang kutakutkan terjadi lagi, testpack di tanganku kini menunjukkan garis dua yang artinya aku positif hamil. Ya tuhan, ternyata ujianku masih terus berlanjut, kini aku hamil akibat perkosaan itu dan tak tahu benih siapakah ini karena ada enam pria yang telah menggagahiku bergantian di malam pergantian tahun itu. Bastian, Andra, Pedro, Bobby, Amrul, dan Seno. Aku yakin keenamnya ikut andil, walau saat itu aku tak lagi dalam keadaan sadar.
Apa yang harus kulakukan sekarang? Kukira, setelah kejadian itu takkan ada kesedihan lagi, tapi ternyata kejadian lebih besar lagi malah menerpa.
Bersambung ....
Petaka Malam Tahun BaruBab 3 : Janin Enam PriaKupukuli perut yang kini tumbuh janin enam bajingan itu. Kupikir, setelah ini aku akan bisa melanjutkan kehidupan meski menjadi bahan gunjingan selama sebulan ini, nyatanya ... kepahitan hidup ini akan terus berlanjut. Janin ini harus kumsnahkan, aku tak mau dia hidup, aku tak mau! Aku ingin membalas dendam kepada enam pria tak punya otak itu, tapi dengan keadaanku yang seperti ini, bagaimana mungkin?Segera kukemasi barang-barang, hari ini juga, aku akan pindah tempat kost. Tak ada yang boleh tahu tentang kehamilan ini, cukup kasus perkosaan itu saja yang tersebar luas. Aku tetap harus lanjut kuliah, janin ini harus bisa kulenyapkan. Harus! Aku harus bisa menjadi pengacara dan mempenjarakan para pelaku perbuatan biadab itu. Aku harus bisa membela kaum wanita yang teraniaya, seperti diriku yang sekarang. Aku tak mau ada Rivana yang lainnya, cukup aku saja yang menjadi budak cinta hingga akhirnya terpuruk seperti se
Petaka Malam Tahun BaruBab 4 : Melahirkan di Kamar MandiSemakin hari, aku semakin kesusahan untuk bergerak karena beban perut yang meskipun tak begitu besar seperti orang hamil lainnya namun tetap terasa berat untukku. Aku mulai kesusahan tidur dengan posisi yang nyaman dan mulai sering lapar walau tak pernah kuturuti untuk rajin makan, aku Cuma makan sekali sehari saja biar perut ini tak terlalu besar juga dan dengan maksud untuk menyiksa bayi yang tak kuinginkan ini. Dia adalah aib yang tak bisa untuk kubuang, maka kusiksa dia dan berharap dia segera mati.Sepulang dari kampus, aku langsung masuk ke dalam kamar lalu membuka ikatan korset diperut agar napas kembali plong. Menyembunyikan kehamilan itu sangat susah ternyata. Mungkin teman-teman di kampus tahu kalau aku hamil, hanya saja aku memang menulikan telinga biar tak mendengar gosip mereka.Aku berusaha mengontrol pernapasan yang masih terasa sesak, lalu berbaring di tempat tidur untuk merel
Petaka Malam Tahun BaruBab 5 : Kado Untuk BastianAda suara tangisan bayi di tepi telinga yang membuat tidurku jadi terusik. Akan tetapi, saat membuka mata dan mengedarkan pandangan ke segala penjuru kamar, suara itu malah tak terdengar lagi. Apakah bayi terkutuk itu hidup kembali? Kutatap tajam kotak di pojok kamar yang sudah terbungkus rapi layaknya kado di hari ulang tahun. Ah, kado itu akan kuberikan kepada Bastian, sebagai ucapan selamat tahun baru. Hahaha ... aku merasa sangat lucu, tawa ini seakan tak bisa kuhentikan. Bastian, tunggu kadomu datang! Hahaa ... aku semakin cekikikan. Membayangkan ekspresi terkejutnya nanti, membuat hati semakin tergelitik. Entah kenapa, hal ini sangat lucu menurutku? Apakah aku sudah mulai gila? Aku tertegun sejenak, lalu menghentikan tawa dan kembali fokus kepada rencana.Kuraih toples biskuit di atas nakas lalu memakannya, aku lapar. Lalu menenggak beberapa botol susu uht yang sengaja sudah kusiapkan dari kemarin. Tubuh i
#Petaka_Malam_Tahun_BaruPart 6 (POV Bastian 1)Agghh ... sial, kenapa bisa ketinggalan dompet segala? Aku segera berlari menuju ke mobil. Untung saja, Tiara hanya mengajak makan di restoran dekat rumah. Mana dia juga nggak bawa dompet, dasar!Eh, apa ini? Aku mengerutkan dahi saat melihat sebuah bingkisan di kursi kemudi. Aku tersenyum dan menduga ini adalah suprise dari Tiara. Wanita yang sudah tiga bulan ini kupacari. Dia memang selalu membuat kejutan manis untukku. Ah, nanti saja, sebaiknya aku pura-pura nggak tahu biar dia senang.Kupacu mobil menuju restoran, di mana Tiara sedang menungguku. Dia tersenyum saat melihat kedatanganku, ah ... aku semakin tak sabar mendapatkan hadiah lainnya selain dari sekedar bingkisan kado yang harus membuatku pura-pura senang saja.“Sayang, kok lama?” rengeknya manja.“Cuma sebentar kok. Hmm ... kamu udah pesan rupanya, ayo kita makan!” Aku duduk di hadapannya.Tiara
#Petaka_Malam_Tahun_BaruPart 7 (POV Bastian 2)“Sayang, apa nggak nunggu pagi aja baru kita hubungi Polisi?” tanya Tiara kemudian.“Kenapa nggak sekarang aja?” Aku masih berusaha mengusai diri dan meredam debaran keras di dada, aku masih kaget dan tak menyangka kalau isi kotak kado itu adalah mayat bayi yang aku tak kenal sama sekali.“Yank, ini udah hampir tengah malam, bisa-bisa nggak tidur kita malam ini kalo bikin laporan sekarang. Introgasinya pasti panjang lebar ini, soalnya ini berhubungan dengan kasus pembunuhan."Aku mengangguk pada Tiara, terserah dia saja.“Tapi ... malam ini ... kamu temani aku tidur di sini, ya, Sayang! Aku nggak berani kalo tidur sendirian, tinggal bedua ama mayat bayi, serem .... “ Aku mulai memanfaatkan kesempatan sambil memeluk tubuh ramping Tiara.“Hmm .... “ Tiara tersenyum malu-malu.Tanpa menunggu lama lagi, langsung kugendong dia ke ka
#Petaka_Malam_Tahun_BaruBab 8 : Bertemu DiaSetelah bayi terkutuk itu enyah dari hidup ini, keberuntungan selalu menyertai langkahku. Penyusunan skripsiku berjalan dengan lancar, berkat kerja keras dan keuletan seorang Rivana, korban pelecehan yang bercita-cita menjadi pembela kaum perempuan yang mendapatkan nasib serupa dengannya. Sidang skripsi juga sudah kudaftarkan dan tinggal menunggu jadwalnya saja, sambil magang juga untuk mengisi waktu.Sebuah panggilan telepon dari Ibu, membuatku tersenyum dan tak sabar untuk memberitahukan tentang pendaftaran sidang skripsi yang sudah kuajukan.“Assalammualaikum, Nak.” Suara lemah lembut Ibu begitu menyejukkan telinga.“Waalaikumsalam, Bu,” jawabku dengan senyum yang tak dapat kutahan.“Bagaimana kabar kamu, Nak? Gimana kabar skripsinya, apa lancar-lancar saja? Oh iya, tadi pagi Ibu ada kirim uang satu juta buat kamu, hemat-hemat, ya, Nak! Beli barang yang penting saj
#Petaka_Malam_Tahun_Baru Bab 9 : Diperkosa Tiga Bencis Ah, kenapa mesti ketemu Seno dan satu kelas pula? Dia temannya Bastian yang hanya berpura-pura lugu dan mengaku tak ikut andil. Bohong, semua itu hanya kebohongannya saja! Aku takkan bisa percaya kepadanya, dia sama gilanya dengan temannya yang bermodal kegantengan namun berotak mesum itu! Cih, aku benci! Kuhempaskan tubuh ke atas tempat tidur, lalu meraih ponsel sambil memikirkan teror selanjutnya yang akan kuhadiahkan kepada Bastian. Aku tersenyum miring sebab ide langsung muncul di kepala ini. Langsung kuketik sebuah pesan yang akan kukirimkan kepadanya. [Kak Icha, nanti jemput Intan di tempat biasa, ya!] Aku pura-pura chat salah nomor. Dua menit kemudian, chatku langsung dibacanya. [Maaf, Dek, kamu salah nomor berangkali. Aku bukan Kak Icha, tapi Davit.] Hmm ... aku menyunggingkan senyum dan kembali mengetik balasan. [Oh, maaf, Bang, abis nomornya mirip. M
#Petaka_Malam_Tahun_BaruBab 10 (POV Bastian 3)“Kalian itu bego! Teman dikeroyok bencis malah nggak ditolongin!” umpatku kesal, masih dengan posisi terbaring di tempat tidur.“Sorry lama, Bas, tapi ini udah ditolongin kok,” jawab Andra sambil saling pandang dengan teman-temanku yang lain.“Tapi aku udah ternoda ini!” Kulembar bantal ke wajah Andra.“Sorry, abisnya waktu kamu telepon aku lagi di klab sama cewek.” Andra menundukkan wajah.Agghh ... dasar Andra! Padahal waktu para bencis itu mulai mengeroyokku, aku sempat menekan nomor dia dan berharap ia datang tapi nyatanya mereka datang malah setelah tubuh ini terlecehkan dan lebih tragisnya disiram air cabe pula. S1al!!!“Kamu kok bisa kalah sama bencis sih, Bas?” Amrul mengerutkan dahinya.“Awalnya ... mereka pura-pura jadi kuntilanak gitu, mana pantai gelap pula. Setelah aku lengah karena ketakutan, mereka la