#Petaka_Malam_Tahun_Baru
Bab 8 : Bertemu Dia
Setelah bayi terkutuk itu enyah dari hidup ini, keberuntungan selalu menyertai langkahku. Penyusunan skripsiku berjalan dengan lancar, berkat kerja keras dan keuletan seorang Rivana, korban pelecehan yang bercita-cita menjadi pembela kaum perempuan yang mendapatkan nasib serupa dengannya. Sidang skripsi juga sudah kudaftarkan dan tinggal menunggu jadwalnya saja, sambil magang juga untuk mengisi waktu.
Sebuah panggilan telepon dari Ibu, membuatku tersenyum dan tak sabar untuk memberitahukan tentang pendaftaran sidang skripsi yang sudah kuajukan.
“Assalammualaikum, Nak.” Suara lemah lembut Ibu begitu menyejukkan telinga.
“Waalaikumsalam, Bu,” jawabku dengan senyum yang tak dapat kutahan.
“Bagaimana kabar kamu, Nak? Gimana kabar skripsinya, apa lancar-lancar saja? Oh iya, tadi pagi Ibu ada kirim uang satu juta buat kamu, hemat-hemat, ya, Nak! Beli barang yang penting saja!” ujar Ibu lagi.
“Iya, Bu, terima kasih. Insyallah, Riva selalu hemat kok, Bu. Hmm ... skripsi udah beres, Bu, dan barusan udah Riva daftarin sidang. Doakan moga segera dapat jadwal biar cepat maju sidang dan dapat gelar Sarjana Hukum,” ucapku dengan bersemangat, hati ini begitu riang dan aku ingin membagi kehabahagiaan ini kepada Ibu.
“Alhamdulillah, Ibu senang sekali mendengarnya. Ibu dan Ayah selalu doain kamu, Nak, kami udah tak sabar lihat kamu wisuda dan dapat gelar, lalu pulang ke sini dan dapat kerjaan bagus.” Suara Ibu terdengar sangat bahagia.
“Bu, setelah lulus nanti ... Riva mau melanjutkan ke PKPA (Pendidikan Khusus Profesi Advokat). Riva mau jadi pengacara, Bu,” ujarku, karena Ibu belum tahu akan keinginanku ini.
“Oh, begitu, Nak. Ibu sih terserah kamu, mana baiknya saja. Berapa tahun itu pendidikan profesinya?” tanya Ibu.
“Cuma satu bulan aja kok, Bu, tapi magangnya dua tahun. Yang terpenting, keberhasilan seorang anak pasti tak lepas dari doa kedua orangtuanya. Ibu dan Ayah doain Riva terus ya, biar cita-cita ini bisa kesampaian dan semuanya lancar,” ucapku dengan penuh harap.
“Iya, Riva. Kamu juga jangan lupa berdoa, sholatnya jangan ditinggalin!” ujar Ibu lembut.
Hah, sholat? Sudah lama sekali aku tak pernah melakukan ibadah wajib itu? Sejak aku merasa takdir Tuhan ini begitu tak adil kepadaku, saat kenestapaan datang tak henti-hentinya, saat itulah aku mulai jauh dari Tuhan.
“Riva, kamu masih di sanakan, Nak?” Suaa Ibu di ponsel mengagetkanku.
“Eh, iya, Bu.” Aku jadi gugup.
“Ya sudah kalau gitu, Ibu tutup, ya, teleponnya. Assalammualaikum.”
“Waalaikumsalam.”
Panggilan telepon kuakhir. Aku senang karena Ibu selalu mendukung keinginanku. Kalau begini, aku semakin bersemangat.
****
Hari terus berlalu, kegiatan magangku di Pengadilan Agama berjalan lancar. Sidang skripsiku juga berjalan lancar, nilai A berhasil kukantongi. Setelah ijazah keluar nanti, aku akan langsung mendaftar Pendidikan Profesi Advokat. Uang tabunganku juga masih cukup untuk membayar biaya daftar ulangnya. Di mana ada kegigihan, maka keberhasilan akan kamu tuai. Begitulah slogan hidupku walau keterpurukan pernah menghampiriku. Aku semakin gigih untuk meraih cita-cita, demi mengharumkan nama Rivana sang korban pelecehan di malam tahun baru.
Bastian, aku masih selalu mengirimkan teror-teror untuknya. Dia tak boleh hidup tenang, aku akan bahagia jika dia bisa mati dengan perlahan.
****
Setelah acara wisuda, Ayah dan Ibu beserta dua adikku yang masih SD dan SMP itu segera pulang kembali ke kampung dengan membawa foto wisudaku bersama mereka. Keberhasilan pertama telah kuraih, aku sangat terharu melihat kebahagian di wajah kedua orangtuaku. Akhirnya, Riva sang korban pelecehan berhasil menambah dua hurup di belakang namanya menjadi Rivana, SH.
Pendidikan Profesiku dimulai. Hari ini kelas pertama tatap muka, yaitu masih tahap pengenalan dan bimbingan. Setelah program pendidikan pendalaman materi hukum secara luas selesai, baru mengikuti UPA (Ujian Profesi Avokat), setelah itu baru magang selama dua tahun.
Saat aku hendak masuk ke kelas, seseorang yang wajahnya sangat tak asing menatapku dari barisan paling depan. Seorang pria berkulit putih dengan mata sipit seakan terkejut melihat setan saat menatapku. Dengan cuek dan pura-pura tak mengenalnya, aku melewati pria itu yang kini masih mengamatiku sampai ke bangku belakang.
Taklama berselang, dosen pengajar masuk ke kelas guna memberikan pengarahan dan pengenalan mata kuliah singkat ini. Kuikat rambut sebahu ini ke belakang agar tak mengganggu konsentrasi.
"Selamat pagi semuanya, perkenalkan saya Dr. Anton Hamdani, SH. MM. Senang bertemu kalian semua, saya ucapkan selamat menempuh pendidik profesi advokat yang akan diselenggarakan selama dua bulan. Adapun materi PKPA terdiri dari materi wajib dan materi pilihan sebagaimana diatur dalam Pasal 6 Peraturan PKPA PERADI. Materi wajib terdiri dari:
1. Materi dasar
Fungsi dan peran organisasi advokat
Sistem Peradilan Indonesia
Kode Etik Profesi Advokat
Materi hukum acara (litigasi)
Hukum Acara Pidana
Hukum Acara Perdata
Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara
Hukum Acara Peradilan Agama, Hukum Acara Mahkamah Konstitusi
Hukum Acara Peradilan Hubungan Industrial, Hukum Acara Persaingan Usaha
Hukum Acara Arbitrase dan Alternatif Dispute Resolution (ADR)
Hukum Acara Peradilan HAM
Hukum Acara Pengadilan Niaga
2. Materi non-litigasiPerancangan dan Analisa Kontrak
Pendapat Hukum (legal opinion) dan Uji Kepatutan dari Segi Hukum (Legal Due Diligence)
Organisasi Perusahaan, termasuk penggabungan (Merger) dan pengambil alihan (Acquisition)
3. Materi pendukung (keterampilan hukum)Teknik Wawancara dengan Klien
Penelusuran Hukum dan Dokumentasi Hukum
Argumentasi Hukum (Legal Reasoning)
Sementara itu, materi pilihan adalah materi tambahan yang dapat dipilih oleh pelaksana PKPA untuk diberikan kepada peserta PKPA diluar materi wajib." Sang dosen mulai menyampaikan materi wajib yang harus kami kuasai sebelum terjun ke dunia advokat.
Beberapa jam kemudian, perkuliahan hari pertama pendidikan profesi advokat ini selesai juga dan akan dilanjut besok. Aku bangkit dari kursi dan melangkah menuju pintu, kemudian menyusuri koridor.
“Riva!” Sebuah suara yang memanggil namaku terdengar dari belakang, namun aku tetap mempercepat langkah dan pura-pura tak mendengar.
“Riva, tunggu!” Dia kini berdiri di hadapanku, pria dari masa lalu yang ikut andil melecehkanku di malam tahun baru itu.
Aku diam, namun menatapnya dengan sengit.
“Kamu benar Riva ‘kan?” tanyanya sambil tersenyum, seolah baru bertemu dengan teman lama padahal dia salah satu musuhku.
“Bukan!” jawabku ketus dan melanjutkan langkahku yang terhenti karenanya.
“Riva! Aku yakin kamu pasti Riva!” Dia malah menghalangi kembali langkahku.
Kuhembuskan napas kesal dengan kedua tangan mengepal geram.
“Riva sudah mati di malam pergantian tahun 2020 dan kamu salah satu pembunuhnya, perenggut kehormatannya, membuat dia menjadi sosok menjijikan dan dijauhi di masyarakat!” Kuarahkan jari telunjuk ke hadapan wajah pria berwajah mirip oppa Korea itu karena dia blasteran China jawa, begitu menurut Bastian dulu.
“Riva, aku tak ikut andil pada malam petaka itu. Aku sudah lama mencarimu untuk meminta maaf. Maafkan kami, Riva!” Pria sok bodoh itu bertidak seolah dia memang bodoh, aku benci melihat tingkah sok polosnya.
"Heh, keparat ... Maafku sangat mustahil untuk setan seperti kalian, jangan mimpi! Aku membenci kalian sampai ke urat nadi, tunggu saja pembalasan yang akan kalian terima nanti!" Aku mendorong kasar bahu pria bernama lengkap Suseno itu, teman satu geng Bastian yang kini sudah berubah nama menjadi Davit.
Dia terdiam dan menatapku nelangsa.
"Jangan pernah panggil namaku lagi! Tak sudi namaku disebut pria laknat sepertimu, calon penghuni api neraka!" ketusku dengan emosi yang meluap-luap.
'Plak'
Tak lupa kudaratkan tamparan keras di pipi mulus tanpa noda itu, lalu melangkah pergi.
Bersambung ....
Petaka Malam Tahun BaruPart 40 (Tamat)Hari ini aku sudah bersiap untuk pulang kampung, walau belum tahu apakah akan kembali ke sini lagi atau tidak. Yang jelas, saat ini aku hanya ingin jujur kepada kedua orangtuaku tentang apa yang sudah kualami dulu. Aku tak mau ada yang ditutup-tutupi lagi, meski kenyataan ini sangat pahit tapi aku sudah berhasil melewatinya. Dengan adanya musibah itu, aku dapat menjadi pribadi yang kuat dan tak pantang menyerah serta bisa membuktikan di mana ada kegigihan dan kesungguhan tekat, maka kesuksesan tetap akan kamu tuai. Percayalah, di setiap ada masalah, pasti akan ada hikmahnya. Allah takkan memberika ujian di luar batas kemampuan umat-Nya.Setelah mengunci rumah, aku segera menuju taxi yang sudah menunggu di depan pagar.
#Petaka_Malam_Tahun_BaruPart 39 (Nisan Tanpa Nama)Hari terus berlalu, aku masih disibukkan oleh rutinitas sebagai penasehat hukum para klien yang membutuhkan jasaku. Aku jadi bimbang untuk pulang ke kampung karena jika sudah tinggal di kampung, pendidikan advokatku ini tidak akan berguna sebab keluargaku tinggal di desa terpencil dan jauh dari perkotaan, palingan aku hanya bisa bekerja di kantor desa.Aku merenung di depan meja makan, menatap aneka masakan yang kubeli dengan cara catering sebab aku tak sempat untuk masak karena kepadatan rutinitas. Semua telah kumiliki, uang dan rumah yang mewah tapi semua ini terasa hampa. Ibu dan ayah juga tak mau kuajak tinggal di sini, sebab ayah tak bisa meninggalkan ladangnya.
Petaka Malam Tahun BaruBab 38 : Spageti Untuk Bastian[Penggerebekan di sebuah losmen yang terletak di belakang Klab malam, Polisi menemukan beberapa pasangan mesum, salah satunya saudara BS bersama dua wanita malam sedang melakukan pesta narkoba. BS sang terdakwa kasus perkosaan juga sebelum, kini malah menambah berat kasusnya. Pria yang sudah tiga kali berganti nama ini akan dihukum dengan banyak pasal.]Aku tersenyum puas, kubuka lembaran berikutnya berita koran hari ini dan membaca tentang terkuaknya pelaku pemerkosaan di malam tahun baru 2020 silam. Ini kasusku dan seminggu yang lalu juga aku sudah dimintai keterangan. Lima pelaku itu kini sudah mendekam di tempat yang semestinya, akhirnya keadilan sudah berpihak kepadaku.Bastian, akhirnya kamu bisa mendapatkan ganjaran yang setimpal. Bagaimana kabarmu di sana? Sepertinya, aku harus melihat keadaanmu dan membawakan oleh-oleh tentunya. Walau bagaimana pun, kamu itu mantan pacarku dan ayah dari mayat
#Petaka_Malam_Tahun_BaruBab 37 (POV Bastian 12)Agghh ... foto wanita bernama ‘calon istri’ ini menggunakan masker, jadi aku tak bisa melihat wajahnya dengan jelas. Aku makin penasaran kalau begini. Kubuka galery ponsel Seno, tanggung banget kalo udah megang ponselnya tapi tak bisa dapat info siapa wanitanya ini. Temanku yang satu ini memang agak kudet masalah wanita sebab ia belum pernah sekali pun berpacaran, sebab aku mengenalnya sudah sejak dari kecil.Mataku langsung melotot kaget, melihat beberapa foto wanita yang sudah tak asing ini. Wooww ... di sini juga ada foto mereka berdua, saat di angkutan umum, saat sang wanita tertidur di pundaknya. Ternyata Seno bermain di belakangku, bisa-bisanya dia mendekati musuh bebuyutanku. Pantas saja dia begitu girang dan mendukung Amrul untuk menyerahkan diri kepada Polisi atau mungkin juga memang ia yang membujuk Amrul agar kami juga terseret.“Kopi, Bas.” Seno meletakkan cangkir kopi di
#Petaka_Malam_Tahun_BaruPart 36 (POV Bastian 11)Kulempar ponsel ke sofa, semuanya memang menyebalkan dan ditambah lagi, Seno telah mengundurkan diri sebagai pengacaraku. Ini sih, hukuman 20 tahun sudah di depan mata. Derra, penuturan darinya di depan pengadilan membuatku semakin tersudut. Aku yakin, ini pasti suruhan mamanya. Ia pasti memang disuruh untuk mengaku kalau kuperkosa.Taklama kemudian, terdengar bunyi bel di depan pintu apartementku. Kuraih remot untuk membukanya tanpa harus berjalan lagi. Itu pasti Bobby, sebab tadi dia sudah meneleponku dan mengatakan hendak ke sini. Pintu terbuka masuklah empat temanku, Bobby, Andra, Seno serta Amrul yang kini sudah kurus kering.“Woy, kok Si Penderita HIV ini dibawa ke sini sih?” tanyaku kaget melihat penampakan teman yang sudah lama tak pernah kulihat itu. katanya dia direhap, dan aku tak berkeinginan untuk membesuknya.Amrul duduk agak jauh dari kami, ia juga mengenakan masker, juga
#Petaka_Malam_Tahun_BaruBab 35 (POV Seno : Sidang Pertama)Dasar, Bastian, biar sudah begitu juga, dia masih belum bisa insyaf. Aku tak habis pikir dengan cara pikirnya. Wajar saja orangtua Derra begitu meradang, anaknya masih kecil gitu namun sudah diperawani olehnya, dan orangtua mana pun pasti melakukan hal yang sama, walau sang pelaku berniat menikahi putrinya. Aku juga tak yakin, temanku yang bajingan itu benaran tulus kepada bocah 16 tahun ini, bisa-bisa setelah menikah, Derra malah akan tekanan batin hidup bersamanya.Bastian, Bastian, biar sudah tiga kali ganti nama dan identitas pun, kesialan akan terus menerpamu sebelum kamu benar-benar insyaf dan menyesali segala kesalahanmu. Cuma tinggal Bastian dan Andra saja yang masih belum sadar ini, kalau Pedro, kini ia sudah resmi menjadi tersangka penabrakan itu dan kini sedang menjalani masa hukuman.Tiba-tiba, ponsel yang kini ada di dalam genggamanku bergetar, segera dan kulihat notifikasi apakah it
#Petaka_Malam_Tahun_BaruPart 34 (POV Bastian 10) : Mantan Kurang AjarSial! Mantan kurang ajar, beraninya dia menyiramku dengan air comberan yang baunya bikin muntah begini. Benar-benar kelewatan dia! Aku mengumpat sepanjang jalan dan menyuruh Seno untuk mengebut biar cepat sampai. Dia sih enak, cuma kecipratan sedikit saja, lahh aku ... pas kena muka dan ada yang masuk ke tenggorokan juga malah.Sesampainya di apartement, aku langsung berlari menuju kamar mandi dan memuntahkan semua jatah makan siangku karena bau yang teramat sangat ini. Entah apa saja ramuan yang dibuat Pengacara sok kondang itu, awas saja kamu! Bukan Bastian namanya kalau tak bisa membalas perlakuanmu. Akan kudatangi dukun santet, biar kamu yang bakalan ngejar-ngejar aku dan minta ditiduri. Agghh ... kok malah mesum lagi pikiranku, padahal karena efek terlalu mesumlah hingga aku dijeret pasal berlapis dengan ancaman hukuman 20 tahun. Apa jadinya aku jika akan mendekam di sana? Ya Tuhan, terl
Petaka_Malam_Tahun_BaruBab 33 (POV Bastian) : Memohon BantuanSore ini, Seno mengajakku untuk ke rumah Rivana. Walau agak ragu, tapi mencoba untuk memberanikan diri, walau pertemuan terakhir kami, dia meneriakiku jambret dan akibatnya harus menginap seminggu di jeruji besi.Seno membunyikan bel dan taklama kemudian, muncullah mantan pacar yang dulu pernah kucintai itu. Begitu banyak kenangan manis yang kami lewati selama dua tahun berpacaran, walau aku hanya kebanyakan napsu saja dengannya. Untuk sesaat, kami saling pandang, dia terlihat terkejut melihat kedatanganku dengan Seno.“Assalammualaikum, Rivana,” ujar Seno dengan raut wajah datar.Rivana tak menjawab salam dari Seno, ia malah hendak menutup kembali pintu tapi temanku itu segera menahan pintu itu.“Riva, aku ke sini hanya mengantar Bastian. Dia ada keperluan denganmu dan ingin menggunakan jasamu, sebagai pengacara” ujar Seno.“Pergi kalian dari
#Petaka_Malam_Tahun_BaruBab 32 (POV Bastian 8) : Dia Rivana?“Tuhan akan murka jika umat-Nya tak mau mengakui kesalahan dan mempertanggung jawabkannya!”Apa maksud Seno mengatakan hal itu? Kata-kata itu selalu terngiang-ngiang di kepala ini, membuat hidupku tak tenang saja. Apa dia mencoba menghakimiku? Sudah kubilang, aku takkan pernah mau untuk menyerahkan diri kepada polisi, apalagi kejadian itu sudah tujuh tahun berlalu. Rivana saja tak melaporkan hal itu, artinya ia tak masalah akan kelakuanku. Bisa jadi juga, ia telah menganggapnya inpas karena segala yang telah kuberikan selama dua tahun berpacaran dengannya. Bagaimana tidak? Aku sudah menganggap ia seorang istri yang harus kunafkahi setiap bulannya, juga memenuhi segala kebutuhannya mulai dari pakaian dan segala perlengkapan lainnya. Tempat tidur yang ada di kamar kostnya saja, aku yang membelikan. Setiap bulan, aku selalu mentransfernya uang mulai dari dua juta hingga lima juta dan itu hany