“Mereka datang, Win,” ucap Enola panik.“Mereka Siapa? Apa kalian lagi dikejar orang? Tanya Johny yang kebingungan dengan situasi saat ini.Saat mereka hendak keluar dari pintu kamar Johny, ternyata mereka sudah di hadang oleh dua orang lelaki berbadan besar. Kedua orang itu tidak lain adalah orang-orang yang mengobrak-abrik apartemen Erwin sebelumnya. “Kalian tidak akan bisa kabur kali ini,” ucap salah seorang lelaki yang menghadang Erwin dan teman-temannya.“Kita di sini hanya ingin menjeput Nona Enola, sebaiknya kalian jangan melawan, atau kalian akan menerima akibatnya,” ucap seorang yang lain dengan nada sombong.Enola yang masih menggendong Renata, tampak sangat ketakutan. Dia bersembunyi di balik badan Erwin. Sepertinya Enola memang tidak ingin pulang. “Win, aku tidak mau pulang,” bisik Enola pada Erwin.“Kamu tenang saja, kita pasti bisa kabur,” jawab Erwin.“Gimana caranya? Apa kita bisa mengalahkan mereka?” kata Enola yang tampak pesimis.Erwin hanya bisa tersenyum dan tet
“Aku belum bisa memecahkan kasus pembunuhan ini,” ucap Erwin sambil tangannya yang memegang dahi. Dia terlihat sedikit pusing.“Apa belum ada petunjuk sama sekali, Win?” tanya Enola.“Belum ada sama sekali,” jawab Erwin sedikit putus asa.“Sebenarnya kasus pembunuhan siapa yang sedang kalian bicarakan?,” tanya Johny yang masih tidak tahu apa-apa.Erwin menjelaskan dengan rinci perihal kasus yang sedang dia tangani. Dia juga menceritakan semua yang telah dia lakukan untuk memecahkan kasus pembunuhan itu, meski hasilnya masih nol. Ditambah dengan penjahat-penjahat yang mencoba mencelakai Erwin, kasus itu semakin sulit untuk diselesaikan.“Jadi tidak ada tanda-tanda kekerasan? Dan dia meninggal saat tidur?” tanya Johny.“Iya, makanya aku juga bingung. Dokter yang menanganinya mengatakan kalau dia kena serangan jantung,” jelas Erwin.“Lalu kenapa kita harus menyelidiki kematiannya?” tanya Johny yang masih bingung.“Pimpinan perusahaan Alpha Tech sendiri yang memintaku. Katanya kematiannya
“Ini hanya gelas bekas kopi. Sebaiknya ku buang saja,” ucap Jenny.Namun, sebelum Jenny melangkah, Erwin merebut gelas bekas kopi itu. Sontak, Jenny terkejut. Dia seakan tidak ingin Erwin mengambilnya.“Di TKP tidak ada yang boleh dibuang atau disingkirkan. Itu bisa melanggar hukum karena merusak barang bukti,” ucap Erwin dengan tegas.“Baiklah, Anda boleh menyimpannya kalau begitu,” ucap Jenny pasrah.Sekitar satu jam mereka menyelidiki ruangan tempat korban bekerja. Selain gelas bekas kopi, mereka juga menemukan beberapa dokumen yang sedang dikerjakan oleh korban. Setelah selesai menyelidiki, mereka segera bergegas pergi untuk memeriksa barang-barang yang mereka temukan.“Akan kita apakan dokumen dan gelas ini, Win?” tanya Enola.“John, tolong bawa gelas ini ke Dokter Erina. Minta dia untuk mengecek jika ada sesuatu yang bisa dijadikan petunjuk,” pinta Erwin pada Johny.“Untuk dokumen ini biar aku yang memeriksanya, mungkin kita bisa menemukan alasan kenapa korban dibunuh,” ucap Eno
“Apa yang Dokter Erina temukan?” tanya Erwin sangat penasaran.“Aku akan menjelaskannya di markas. Aku segera ke sana sekarang,” jawab Johny dan langsung mematikan telfonnya.Erwin semakin yakin kalau memang kematian korban bukanlah bunuh diri. Banyak hal yang menunjukkan kejanggalan semenjak Erwin menangani kasus ini. Mulai dari proses penyelidikkannya yang selalu dihalang-halangi, proyek mencurigakan yang dikerjakan si korban dan juga kematian korban yang tidak wajar. Setelah setengah jam menunggu, akhirnya Johny sampai di markas. Dia membawa dokumen hasil analisis dari Dokter Erina. Johny langsung menyerahkannya kepada Erwin. “Kamu lihat sendiri hasilnya,” kata Johny sambil menyerahkan dokumen yang dia bawa.“Jadi memang benar kalau korban telah diracuni,” ucap Erwin setelah melihat hasil analisa dari Dokter Erina. “Benar, racun yang digunakan membunuh korban secara perlahan, menyebabkan jantungnya mengalami penurunan fungsi,” jelas Johny.“Sekarang, kita telah mendapatkan bukti
“Lepaskan tangan saya,” bentak Jeni.“Ini hanya sementara. Kalau kamu tidak bersalah tentu kami lepaskan,” ucap Enola.“Apa kalian mencurigai saya yang membunuh korban?” tanya Jeni.“Kami hanay ingin memeriksa kamu sebagai saksi,” jawb Johny.Saat itu juga, Jeni dibawa oleh Enola dan yang lainnya. Mereka segera melaporkan hasil penyelidikan kepada Erwin yang saat ini sedang berada di kantor Harry Jonathan.Sementara itu, di ruangan Harry Jonathan, raut wajah Erwin tampak sangat serius. Sambil menatap dokumen yang dia awa, Erwin mendengarkan penjelasan Harry Jonathan dengan seksama. Tampaknya ada hal penting yang sedang mereka bahas.“Sekarang saya mengerti kenapa Anda meminta kami untuk menyelidiki kasus kematian kepala teknisi perusahaan Anda,” ucap Erwin.“Begitulah. Saya takut jika ini memang perbuatan seseorang yang berniat jahat,” kata Harry Jonathan.“Kalau begitu—“ Suara dering telepon milik Erwin memotong ucapannya. Dia buru-buru mengangkatnya saat melihat itu dari Enola.“Ma
“Lepaskan aku! Siapa kalian? Dasar bedebah!” teriak Erwin yang sedang dalam kondisi terikat dengan mata tertutup kain.“Kamu tidak perlu tahu siapa kita. Dasar detektif sialan!” ucap seseorang sambil mendaratkan pukulan keras ke wajah Erwin. Seketika itu, darah mulai bercucuran dari mulut Erwin. “Pukul lebih keras lagi. Biarkan detektif bodoh ini lebih menderita. ha ha ha!” kata seseorang yang lain.Pukulan demi pukulan tanpa henti didaratkan ke wajah dan tubuh Erwin. Tidak ada sedikit pun jeda yang diberikan untuk Erwin menghela nafas. Sampai akhirnya mereka berheti ketika Erwin sudah terlihat tidak sadarkan diri.“Berhenti! Jangan sampai orang ini mati dulu,” perintah seseorang yang sepertinya pimpinan dari penjahat yang menyekap Erwin. “Apa tidak langsung kita habisi saja, Bos? Orang ini pandai melarikan diri,” ucap salah seorang bawahan yang baru saja berhenti memukuli Erwin.“Dia tidak akan mungkin bisa kabur dengan kondisi seperti itu. Kita tinggalkan dulu. Tunggu nanti dia sa
Sementera itu di tempat lain, terlihat seekor kucing yang sedang berteduh di teras rumah seseorang.“Pergi dari sini! Dasar kucing sialan.” Teriak seorang wanita paruh baya mengusir kucing yang berteduh di depan teras rumahnya karena kesal dan takut kalau kucing itu mencuri makanan.Kucing yang terkejut itu segera meloncat dan berlari kencang menerjang derasnya hujan di malam hari sambil mengomel dalam hati, “Dasar wanita pelit, cuma numpang berteduh saja tidak boleh.”Bulu putihnya yang halus dan lembut kini basah kuyup terguyur air hujan. Dia mempercepat larinya menyusuri terotoar mencari tempat lain untuk berteduh. Matanya tertuju ke sebuah barber shop yang sudah tutup di seberang jalan. “Mungkin aku bisa berteduh di sana malam ini,” batinnya.Di depan pintu salon itu ada tempat untuk berteduh. Sesampainya di sana, dia segera menggetarkan badannya untuk mengeringkan bulunya yang basah. “Huu.. Dinginnya! Semoga aku bisa beristirahat di sini malam ini.” Namun, belum sempat dia beri
“Tolong ... selamatkan aku!” rintih seorang lelaki yang sudah tidak berdaya. Suaranya terdengar lemah tidak bertenaga. Ternyata dia adalah Erwin.Dalam keadaan tergeletak, Erwin menatap kucing yang ada di sampingnya. Tatapannya layu, seakan tidak ada harapan hidup lagi untuknya. “Andai kucing ini bisa menyelamatkanku, akan ku jaga dia seumur hidupku,” batin Erwin yang sudah pasrah dengan nyawanya.Kedua bola mata Erwin masih menatap si kucing. Meski tidak mungkin kalau dia meminta tolong pada seekor kucing yang idak mengerti bahasa manusia. Namun, tidak ada mahluk selain kucing itu yang bisa dia mintai tolong. Dengan nada pasrah dan tanpa harap, bibirnya tergerak untuk mengatakan, “Tolong aku.” Sesaat kemudian, mata Erwin terpejam, kesadarannya pun hilang. Kucing berbulu putih yang ada di sebelahnya hanya bisa terdiam dan ketakutan menyaksikan pemandangan di depan matanya. Dia sadar kalau dirinya saat ini hanyalah seekor kucing biasa. “Orang ini ... kenapa bisa sampai terluka?” tan