Pembunuh Dewa Penentang Surga

Pembunuh Dewa Penentang Surga

last updateHuling Na-update : 2025-09-24
By:  MotaruIn-update ngayon lang
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
Hindi Sapat ang Ratings
8Mga Kabanata
11views
Basahin
Idagdag sa library

Share:  

Iulat
Buod
katalogo
I-scan ang code para mabasa sa App

Seorang pria bernama Chen Mo dihukum mati di depan umum, dicap sebagai monster. Namun, saat ribuan orang menyaksikan dan peluru menembus tubuhnya, dia justru tersenyum—senyum menantang, bukan ketakutan. Apa yang membuat pria yang dulunya idealis ini sampai pada titik ini? Pengkhianatan macam apa yang begitu dalam hingga menghancurkan hidupnya dan mengubahnya menjadi hantu pendendam? Tepat saat kesadarannya memudar, sebuah kejutaan mustahil membawanya kembali dari ambang kehancuran. Dia terbangun di tubuh baru yang lemah, di dasar jurang yang gelap. Suara seorang dewa bergema di benaknya, mengejek perlawanannya. Namun, di kesempatan kedua ini, Chen Mo hanya melihat awal yang baru untuk balas dendamnya—sebuah balas dendam yang tidak akan berhenti pada manusia, tetapi akan menghancurkan langit itu sendiri. Ingin mengungkap kebenaran di balik pengkhianatannya dan menyaksikan perjalanannya untuk menjadi Pembantai Dewa Penentang Langit? Kalau begitu, ikuti kisahnya.

view more

Kabanata 1

Selesai

"Chen Mo, kau telah dijatuhi hukuman mati atas kejahatan tak termaafkan terhadap kemanusiaan!"

suara seorang jenderal menggelegar melalui pengeras suara.

Wajahnya penuh kepuasan, hampir gembira.

Aku hanya tersenyum.

Senyum itu bukan tentang menyesal atau takut, melainkan penuh tekad membara, sedikit gila, dan sangat puas.

Api di mataku tidak akan padam.

Dulu aku bekerja tanpa henti, membangun kehidupan dan karier yang kubanggakan, sebuah rumah yang dipenuhi kehangatan dan tawa.

Kemudian, takdir menamparku, menendangku, meludahiku, dan membakar semua yang kumiliki seperti sampah.

Sejak saat itu, sesuatu di dalam diriku mati.

Kebaikan itu, kepercayaan itu, semua harapanku… semuanya hancur berkeping-keping.

Aku mengambil nama baru, Chen Mo, sebuah nama untuk menjadi hantu, senjata, kutukan.

Yang tersisa hanyalah bara api balas dendam yang membara, api yang tidak akan pernah bisa mereka padamkan.

Aku hidup dalam bayang-bayang, menggunakan identitas palsu seolah-olah itu adalah pakaian ganti.

Aku tidak lagi peduli dengan moral atau etika.

Jika sesuatu mendekatkanku pada tujuanku, aku akan melakukan apa saja tanpa ragu-ragu.

Pada akhirnya, permainan ini berakhir.

Mereka berhasil memojokkanku, bukan karena aku membuat kesalahan, tetapi karena aku membiarkan mereka.

Aku ingin melihat wajah mereka saat mereka berpikir telah menang.

Aku ingin melihat kemenangan kosong mereka.

Aku mendongak, menatap langit malam berbintang, seolah berbicara dengan sesuatu yang jauh di atas sana.

Suaraku, yang serak dan teredam oleh rantai, jelas terdengar oleh para prajurit yang paling dekat denganku.

"Jika dunia mengkhianatiku, aku akan membalasnya seratus ribu kali lipat," bisikku, nadaku benar-benar mengancam dan mengguncang mereka.

"Oh, Dewa… apakah Kau ada di sana? Hahaha, aku ingin bertemu denganmu!"

Tawaku yang serak memenuhi udara, menjijikkan bagi mereka, tetapi bagiku, itu adalah suara kemenangan.

Beberapa tentara menggigil, secara tidak sadar mundur.

Di kerumunan di kejauhan, bisikan ketakutan bercampur dengan kemarahan.

Beberapa menatap dengan kebencian murni, sementara yang lain terdiam, gelisah oleh tantangan berani yang kuajukan saat menghadapi kematian.

Bahkan jenderal yang sombong itu mengerutkan kening, sedikit terganggu oleh tantangan terakhirku.

"Aku akan membunuh siapa pun, bahkan dewa! Jika aku mati, aku hanya akan sedikit kesal melihat betapa takutnya para dewa... hahaha!"

Tawa itu tiba-tiba terputus, disela oleh perintah tajam sang jenderal. "TEMBAK!"

Bang! Bang! Bang!

Krek! Plok! Ugh!

Hujan peluru panas merobek perutku.

Rasa sakit yang seharusnya melumpuhkanku hanya terasa seperti percikan api yang membakar.

Kulitku robek, tulang rusukku retak, dan cairan panas yang licin menyembur keluar dari perutku, menyebar ke mana-mana.

Ah, ini dia.

Darah.

Dan… banyak sekali isi perutku yang sepertinya bersemangat menyambut dunia.

Darah segar menyembur, menodai kemeja putihku menjadi merah gelap, beberapa cipratan bahkan mengenai wajah sang jenderal tepat di depanku.

Matanya melebar sesaat; dia tidak terkejut oleh semburan itu, dia tersenyum puas, tetapi dengan cepat menguasai dirinya, wajahnya kembali kosong.

Bagus, pikirku, biarkan rasa kematianku menari di matamu, di kulitmu, dan membusuk di pikiranmu.

Di antara para prajurit, beberapa membuang muka, beberapa sangat senang, tetapi sebagian besar tetap tegak, terlatih untuk menghadapi hal-hal mengerikan.

Di kerumunan, teriakan semakin keras, beberapa orang mengumpat dan tertawa, sementara yang lain menatap dengan mata melotot, benar-benar senang dengan kekejaman yang baru saja mereka saksikan.

Penglihatanku mulai kabur, suara-suara menghilang, dan kesadaranku memudar, menarikku ke dalam kekosongan total.

Kegelapan.

Keheningan.

Kemudian, tiba-tiba, sebuah kejutan yang mengguncang jiwaku hingga ke intinya.

Aku tersentak bangun, terengah-engah mencari udara.

Mataku terbuka, tetapi yang kulihat hanyalah jurang yang sangat gelap di atasku dan bau tanah basah yang kuat.

Aku merasakan batu dingin dan kerikil tajam di bawah punggungku.

Rasa sakit yang tak tertahankan, brutal, mengikis dan menggores isi perutku.

"Aku... hidup? Bagaimana itu mungkin?"

Aku mencoba menggerakkan tanganku, jari-jariku melayang di atas perutku.

Mereka menyentuh sesuatu yang lengket dan basah.

Aku merogoh, dan yang kurasakan adalah lubang menganga yang mengerikan, seolah perutku telah ditusuk dan dirobek dengan kejam.

Darah segar membasahi tanganku.

Tidak mengejutkan.

Hanya analisis dingin.

Kilasan ingatan lama datang padaku: tubuhku sendiri, yang pernah penuh jahitan dari luka-luka yang kurawat sendiri, eksperimen yang kulakukan, atau akibat dari rencana berbahayaku.

Aku tidak asing dengan luka-luka mengerikan.

Tapi ini... ini bukan tubuhku.

Ini tubuh orang lain.

Tiba-tiba, sebuah suara bergema di kepalaku, bukan yang kau dengar dengan telinga, tetapi kesan langsung pada jiwaku.

Sebuah suara yang penuh kesombongan dan kekuatan tak terbatas.

"Hahaha, kau menantangku, makhluk debu? Kau bahkan tidak bisa membela dirimu sendiri, betapa bodohnya berbicara omong kosong seperti itu, SOMBONG! Jika kau cukup kuat untuk melawanku, mari kita lihat seberapa besar nyalimu, aku akan menginjakmu ke dalam tanah, HAHAHA."

Suara itu… suara Dewa yang kutantang.

Aku merasakan gelombang kemarahan, kegilaan, dan kebahagiaan murni sekaligus.

Senyum lebar yang mengerikan terpampang di wajahku, kini tertutup darah dan kotoran.

"Hahaha! Bagus! BAGUS! Kau sebenarnya cukup menjanjikan, Dewa. Apakah kau senang telah memindahkanku ke tubuh baru yang mati ini?"

bisikku, suaraku serak tetapi penuh dengan tekad membara.

"Tunggu saja. Aku datang untukmu."

Aku mencoba bangkit, rasa sakit menusuk di setiap gerakan.

Tubuh ini lemah, sangat lemah.

Bahkan lebih lemah dari yang bisa kubayangkan.

Tapi tekadku, ambisiku, dan kebencianku lebih kuat dari sebelumnya.

Aku mendapat kesempatan kedua, dan aku akan menggunakannya untuk menghancurkan mereka yang mengkhianatiku, bahkan jika itu berarti merobohkan langit itu sendiri.

Aku berada di dasar jurang yang gelap, dingin, sunyi, dan sendirian.

Tapi bagi Chen Mo, ini hanyalah permulaan.

Jari-jariku meraba-raba saku baju yang compang-camping.

Mereka menyentuh sesuatu yang keras dan dingin: sebuah jepit rambut, terbuat dari logam tak dikenal, terlalu kokoh untuk menjadi hiasan belaka.

Tanpa ragu, aku mematahkannya menjadi dua.

Logam itu berderit pelan dalam keheningan.

Krak! Aku mengamankan potongan tajam, runcing, dan padat itu.

Ini sudah cukup. Sebuah alat jahit.

Luka di perutku menuntut penutupan segera.

Darah terus mengalir, dan aku hanya punya sedikit waktu sebelum wadah yang lemah ini menyerah pada kematian kedua.

Aku menarik beberapa helai rambut panjang dari kepala ini, mengumpulkannya menjadi benang kasar.

Rambut itu terasa aneh, lebih tebal dari rambut lamaku, namun cukup kuat.

Rasa sakit hanyalah ilusi.

Sebuah sinyal.

Aku bisa mengabaikannya.

Aku telah melakukannya berkali-kali sebelumnya.

Ini hanyalah daging, hanya tulang.

Ini bisa diperbaiki. Aku sudah menghadapi yang lebih buruk.

Dengan ujung tajam jepit rambut, aku menusuk kulit di sekitar lubang menganga di perutku, menciptakan tusukan kecil yang presisi.

Darah segar menetes, membasahi jari-jariku, tetapi aku tidak bergeming.

Aku memasukkan rambut melalui lubang-lubang itu dan mulai menjahit, menarik kulit yang robek menjadi satu, memaksa daging untuk menyambung kembali.

Sret! Sret! Sret!

Setiap jahitan mengirimkan sensasi aneh, seperti benang yang menarik serabut saraf, tetapi aku tetap fokus.

Aku telah menjahit diriku sendiri berkali-kali di Bumi, setelah eksperimen yang gagal atau cedera saat berburu.

Ini tidak seberapa dibandingkan itu.

Rasa sakit... itu hanyalah rangsangan.

Pengingat nyata bahwa aku masih berfungsi, masih hidup.

Ketika jahitan terakhir selesai, lukanya terlihat sangat kasar dan berantakan, tetapi sudah tertutup.

Sebuah karya seni brutal, monumen bagi kemauanku yang tak terpatahkan.

Bagi Chen Mo, ini hanyalah permulaan.

Awal dari balas dendam seribu kali lipatku, sebuah perjalanan untuk menjadi Pembantai Dewa Penentang Langit.

Aku mengukir nama itu di hatiku, sebuah nama yang akan menjadi teror bagi para dewa.

Palawakin
Susunod na Kabanata
I-download

Pinakabagong kabanata

Higit pang Kabanata

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Mga Comments

Walang Komento
8 Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status