Share

Petualangan Sukma Harum: Darah Sang Raja
Petualangan Sukma Harum: Darah Sang Raja
Penulis: Norman Tjio

Bab 1

Penulis: Norman Tjio
last update Terakhir Diperbarui: 2024-07-12 11:12:09

Pagi hari di Gunung Batu Lawang. Matahari baru saja muncul, embun masih tersisa di rerumputan. Angin segar meniupkan wangi bunga-bunga yang sedang mekar. Biasanya banyak pelancong datang ke bukit ini hanya untuk menikmati pemandangannya yang asri. Karena itu, daerah sekitar sini menjadi sangat ramai di musim-musim tertentu.

Ada sebuah kedai makan di atas gunung yang sangat terkenal karena tempatnya yang nyaman dan mewah. Makanannya sangat enak sehingga setiap hari kedai itu pasti sesak dikunjungi orang. Biasanya kedai ini sangat ramai, namun nampaknya hari-hari belakangan ini cukup berbeda.

Kedai itu kini sangat sepi. Bahkan hanya ada satu orang yang makan di situ. Sudah beberapa hari ini, hanya dia seorang tamu yang datang. Menikmati sarapan pagi yang hangat dan nikmat.

Ia duduk di lantai 3 bagian belakang bangunan kedai yag mewah. Mejanya berada di tempat yang tepat sehingga ia dapat menyaksikan seluruh pemandangan daerah bukit itu yang amat indah. Memang, bagian belakang kedai itu langsung menghadap ke pesisir pantai yang nun jauh di sana.

Orang yang sedang makan itu usianya terlihat masih muda. Antara 25 sampai 30 tahunan. Rambut bagian bawahnya tergerai dengan indah, sementara bagian atasnya disanggul dengan jepitan kecil. Terilhat sangat pantas dengan wajahnya yang cakap dan tampan.

Matanya tajam namun tenang. Hidungnya bangir dan tulang pipinya tinggi. Bibirnya membayangkan kekuatan, ketenangan, dan sedikit kekerasan hatinya bahkan malah terlihat sedikit sombong dan berbahaya. Sinar wajahnya berseri-seri. Gerak-geriknya tenang dan sepertinya sangat menikmati keadaan dirinya.

Pakaian yang ia kenakan tidak terlalu mewah, tapi terlihat bersih dan serasi dengan bentuk tubuhnya yang ramping namun tegap. Ketahuan sekali bahwa ia memiliki selera berpakaian yang sangat baik. Dari tubuhnya terhembus aroma yang harum nan lembut. Sama sekali tidak menusuk hidung atau membuat orang mengernyitkan dahi. Wanginya seperti gabungan harum bunga panili dan kayu manis yang menyegarkan.

Ia duduk sendirian menikmati daerah pelancongan yang mendadak sepi beberapa hari ini. Bahkan kemungkinan besar hanya ia sendiri yang berada sendirian menjadi pelancong di daerah gunung itu.

Ke mana orang-orang? Mengapa daerah yang biasanya ramai kini malah seperti daerah berhantu?

Tapi ia duduk saja dan tidak menghiraukan suasana sepi ini. Malahan sepertinya ia menikmati sekali suasana yang tenang dan hikmat ini.

Tak jauh, ada sebuah kereta datang ke tempat itu. Ada 5 orang bekuda yang mengawal kereta yang terlihat cukup mewah itu.

Tahu-tahu dahi laki-laki tampan itu berkenyit sedikit. Seolah ada suatu hal yang tidak mengenakkan hati. Tetapi ia memutuskan untuk tidak lagi memperhatikan kereta itu dan meneruskan makannya dengan tenang.

Kereta itu ternyata datang ke kedai itu dan berhenti di halaman depan. Tak berapa lama dari bawah terdengar langkah kaki orang.

Setelah ditunggu sebentar, muncul lah pemilik langkah-langkah itu. Seorang wanita yang cantik sekali!

Jika ada wajah yang sanggup menghentikan jantung laki-laki dan merampas pergi nyawa manusia, tentulah wajah milik perempuan ini.

Ia melangkah dengan anggun seperti seorang putri. Gaun kembennya berwarna putih menjuntai sampai ke lantai. Sutra yang sangat halus dan terlihat sangat mahal. Tusuk sanggulnya terbuat dari emas putih.

Saat berjalan, seluruh tubuhnya seolah bergetar dengan syahdu.

Getaran ini dapat menembus dada setiap laki-laki yang ada di muka bumi.

Ia berhenti tepat di depan si lelaki tampan yang sedang duduk. Lelaki itu menghentikan makannya sebentar sambil memperhatikan gadis itu dari atas sampai bawah, lalu ia tersenyum sedikit. Katanya, “Nona tidak hanya tahu cara berjalan yang benar. Nona juga tahu kapan berhenti di tempat yang tepat.”

Dilihat dari dekat, ternyata perempuan ini jauh lebih cantik.

“Duduklah,” katanya ringan. Tidak seperti orang lain yang mungkin akan berdiri menyambut perempuan secantik itu dan menarikkan kursi untuknya, lelaki tampan itu tetap diam di tempat duduknya.

Perempuan yang cantik itu tidak marah melihat tingkah lelaki yang terkesan angkuh itu. Ia kini malah duduk dengan lega, seolah kini seluruh beban hidupnya sudah terangkat semuanya.

“Terima kasih.”

Laki-laki itu hanya mengangguk kecil sambil meletakkan sebuah cawan baru di hadapan si gadis, lalu menuangkan teh untuknya.

Si gadis cantik baru akan mau mengatakan sesuatu ketika ternyata si lelaki tampan sudah menyela duluan, “Tidak. Aku tidak mau,” ujarnya tenang.

Prempuan itu sedikit terhenyak. Tetapi ia kemudian tersenyum dengan manis lalu berkata, “Aku kan belum berbicara apa-apa?”

“Nona memang tidak perlu berbicara apa-apa,” kata lelaki tampan sambil memandang wajahnya nan cantik.

“Oh? Ternyata kabar yang beredar memang benar. Si Sukma Harum memang sangat mengerti perasaan perempuan.”

Lelaki yang dipanggil Sukma Harum hanya tertawa masam. Katanya, “Siapapun yang mengatakan bahwa ada lelaki dapat mengerti perasaan perempuan, maka segala perkataannya tidak bisa dipercaya.”

“Tetapi mengapa perkataan tuan sangat tepat? Seolah kau telah menebak dengan jitu apa yang ingin ku ungkapkan.”

Sukma Harum hanya menggeleng kecil seperti mengherankan sesuatu. “Bukankah semua sudah jelas?”

“Apanya yang sudah jelas?”

“Bahwa kalian datang jauh-jauh kemari, lalu menembus penjagaan di kaki bukit hanya untuk mencariku, padahal tempat ini telah ditutup untuk umum. Malah nona sendiri yang mendatangiku tanpa didampingi pengawal-pengawalmu yang hebat itu. Jika bukan untuk memintaku melakukan sesuatu untukmu, aku tidak tahu lagi apa maksud nona datang kemari.”

“Baik. Ternyata tidak ada satu hal pun yang dapat disembunyikan dari si Sukma Harum. Kini aku sudah yakin bahwa hanya tuan lah satu-satunya yang dapat menolong kesulitan kami,” sambil berkata begitu, ia mencondongkan badannya ke depan.

“Bagaimana aku dapat meyakinkan nona bahwa aku tidak tertarik?” si lelaki menarik badannya dan bersandar dengan tegak dan nyaman di sandaran kursi.

“Kami dapat memberikan imbalan apapun yang tuan mau,” kata si nona cantik.

Jika seorang perempuan sudah mengatakan akan memberikan “Apapun yang kau mau”, maka seorang laki-laki dewasa tentu mengerti artinya.

Sukma Harum adalah seorang lelaki dewasa.

“Kebetulan keinginanku tidak banyak. Dan sepertinya aku sudah cukup puas dengan keadaanku sekarang.” jawab lelaki tampan itu dengan lembut dan sopan.

“Siapa di dunia ini yang tidak mengetahui hal itu, tuan? Tapi ada satu hal yang belum kau punya,” kata si nona sambl menegakkan badannya. Dadanya dibusungkan dan rona kecantikan semakin terpancar dari wajahnya.

Seolah-olah berkata, “Kau belum memiliki AKU.”

Lelaki yang dipanggil Sukma Harum itu terseyum lagi, tanyanya “Apakah kau pernah mendengar satu lagi kabar mengenai diriku?”

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Petualangan Sukma Harum: Darah Sang Raja   Bab 20

    tadi. Raka menahan nafas. Kesalahan kecil saja bisa membuatnya terhempas ke dalam jurang dan disambut oleh ratusan perangkap tajam dan beracun.Masih ada 5 titik yang ditujunya. Masih ada banyak senjata rahasia dan perangkap yang harus dihindarinya. Semuanya dilewatinya satu persatu dengan aman. Titik terakhir adalah sebuah pohon di ujung sana. Ia harus bisa sampai ke atas pohon itu dengan satu lompatan. Karena jika tidak, ia akan ditelan perangkap-perangkap ganas yang tersembunyi di balik rerumputan dan semak-semak di bawah sana.Raka menarik nafas dalam-dalam. Lompatan ini sangat jauh. Ia belum pernah melakukannya. Tetapi ia harus mencoba, karena inilah satu-satunya jalan. Dan selama ini, ia tidak pernah kecewa dengan ilmu meringankan tubuhnya.Swuuuuussshhh.Sebenarnya tidak ada orang yang mampu mendengar gerakannya. Hanya angin di sekitarnya sendiri yang dapat mampu “mendengar” gerakannya!Lompatan itu dilakukannya dengan sederhana. Tidak ada keindahan, tidak ada gerakan yang lema

  • Petualangan Sukma Harum: Darah Sang Raja   Bab 19

    Jika kau pernah melihat Kujang itu disambitkan, maka kau pun akan berpikiran terbuka.“Melihat bahwa Mahaguru kami menerima tuan pun dengan tangan terbuka, maka kami telah mengambil keputusan bahwa aturan ini tidak dapat diterapkan.”Dengan keputusan ini, sang bhiksu seolah mengatakan bahwa meskipun Sukma Harum telah memasuki daerah terlarang, maka ia tidak dapat dijatuhi hukuman, karena pemiik daerah terlarang itu sendiri telah menerimanya dengan tangan terbuka.“Kabar yang terdengar bahwa Bhiksu kepala Padepokan Rajawali Sakti adalah orang yang sangat bijaksana, ternyata bukanlah kabar angin. Hari ini sudah hamba buktikan sendiri,” tukas Sukma Harum.“Ingat, tuan. Satu purnama. Setelah itu kami akan mencari tuan,” kata-kata sang bhiksu penuh ancaman.Sukma Harum hanya mengangguk. Ia lalu menjura dan meminta diri.Semua mata masih memandangnya dengan tajam saat ia berjalan keluar dengan santai melalui pintu gerbang depan. Tahu-tahu Sukma Harum mengeluarkan suitan panjang yang keras s

  • Petualangan Sukma Harum: Darah Sang Raja   Bab 18

    Bahkan ketka seorang laki-laki sudah menjadi begitu tua, kenangan tentang cinta masa lalu akan tetap membara di hatinya.Menjadi bhiksu bukanlah menjadi manusia sempurna tanpa nafsu. Menjadi bhiksu adalah menjadi manusia yang mampu menjaga kesucian hatinya, menjaga diri dari nafsu dan amarah. Dari gejolak jiwa dan hati manusia yang tak pernah dapat lurus sepenuhnya.Kembang Gunung Lawu.Itulah nama julukan wanita itu di masa lalu. Kembang itu sekarang tentu telah menua. Telah layu, bahkan mungkin telah getas dan mengering. Hancur menjadi debu. Tetapi kembang itu pernah merekah dan mengharumi hidupnya. Bagi seorang laki-laki, kenangan yang harum saja sudah cukup baginya untuk melanjutkan hidup dengan lebih baik.Sudah lebih dari cukup.Sukma Harum dapat melihat perubahan rona wajah bhiksu agung itu. Ia pun dapat merasakan getaran perasaan mahaguru itu.Hanya laki-laki yang pernah terluka yang dapat memahami perasaan lelaki yang terluka pula.Akhirnya Sukma Harum tidak berani mengangkat

  • Petualangan Sukma Harum: Darah Sang Raja   Bab 17

    ini bukanlah sebuah serangan secara serampangan melainkan merupakan gerakan tingkat tinggi yang sangat terlatih. Sukma Harum menghindar dengan satu langkah ringan. Begitu kakinya menginjak tanah, segera tubuhnya melenting tinggi ke atas pula. Kini tubuhnya berada di atas Cakrawala.Burung itu membalikkan tubuhnya dengan sangat gesit. Kini punggungnya menghadap ke tanah, dan cakarnya berada di atas, menyambar bayangan Sukma Harum yang seolah terbang pula. Serangan cakar itu sangat cepat dan sangat berbahaya. Tidak sembarang manusia yang bisa menghindari serangan seperti itu.Tetapi tentu saja Sukma Harum bisa menghindarinya, karena ia bukan sembarang manusia.Dengan sebuah gerakan kecil, ia memutar tubuhnya sehingga cakar-cakar itu lewat begitu saja di hadapannya. Begitu cakar itu melewati kepalanya, tangannya bergerak cepat memegang batang kaki burung raksasa itu. Dengan meminjam tenaga sambaran batang kaki itu, Sukma Harum melesat ke arah kepala sang burung. Lalu sekali tangannya be

  • Petualangan Sukma Harum: Darah Sang Raja   Bab 16

    “Aku belum tahu siapa nama asli ananda,” kata bhiksu tua itu dengan senyumnya yang hangat.“Nama asli nanda adalah Rakantara Gandakusuma,” jawab Sukma Harum.“Ayahmu dari keluarga Gandakusuma yang terkenal itu?”Sukma Harum hanya mengangguk dengan sungkan.“Kakek buyutmu yang mulia adalah orang yang sangat berjasa bagi Pajajaran. Menyebut nama beliau saja sungguh bibir ini masih belum pantas.”Sukma Harum tidak tahu harus menjawab apa.“Nanda tampan, kaya raya, cerdas, dan punya ilmu silat dan kanuragan yang sangat tinggi. Banyak orang memimpikan memiliki hal ini. Tapi tahukah ananda bahwa memiliki anugrah sedemikian besar, kadang membuat hidup tak seindah bayangan orang?” “Nanda sangat memahami perkataan yang agung,” jawab Sukma Harum.“Semakin besar hikmat yang diberikan langit kepadamu, maka semakin besar pula cobaan dan ujian yang akan nanda dapatkan.”Suasana gunung sangat hening. Langit sudah mulai gelap. Hanya terdengar suara angin yang bergemerisik menembus alang-alang. Pepoh

  • Petualangan Sukma Harum: Darah Sang Raja   Bab 15

    Sukma Harum tidak mau ambil pusing. Ia tetap berdiri di depan pintu dan tidak masuk ke dalam ruangan.“Masuk,” suara itu sangat pelan seperti orang berbisik. Nadanya berat namun halus. Sukma Harum melangkah masuk.Orang yang tengah bersemedhi itu sudah membuka mata memandang dirinya. Pandangannya pun halus. Tetapi sorotnya seperti mampu menembus jiwa orang sampai ke dasar-dasarnya.“Punten, mahaguru yang agung. Hamba terpaksa harus melarikan diri kemari. Hamba bersalah,” kata Sukma Harum sambil menjura mengangkat tangan.Orang tua itu mungkin usianya sudah berusia lebih dari 100 tahun. Ia bertelanjang dada dan hanya mengenakan kain putih yang tipis menutupi bagian bawah tubuhnya. Ia memandang Sukma Harum dari atas ke bawah. Mengamati pemuda itu dari luar sampai dalam.“Dengan ilmu setinggi yang kau miliki, sepantasnya orang-orang di luar sana yang harusnya melarikan diri dari engkau, anak muda.”Sukma Harum hanya tersenyum masam. Orang tua itu melanjutkan, “Kau rela melanggar kesucian

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status