Share

Bab 2

Penulis: Norman Tjio
last update Terakhir Diperbarui: 2024-07-12 11:13:49

“Kabar apa?”

“Bahwa aku tidak mau ikut campur di dalam urusan yang melibatkan perempuan. Apalagi perempuan yang terlalu cantik.”

Nona itu tersenyum karena dipuji oleh si Sukma Harum. Jika seluruh laki-laki di bumi ini dikumpulkan lalu mereka memuji dan menghambakan diri kepadanya, tentu rasanya masih belum semenyenangkan jika dipuji oleh lelaki di hadapannya ini. Tapi wajahnya masih membayangkan kekhawatiran. Kemudian ia berkata, “Hanya tuan harapan kami.”

“Maaf, nona.” hanya itu kata-katanya dan ia kembali meneruskan makannya yang tertunda.

Mengapa ia begitu tega menampik permintaan gadis secantik ini?

Tampak sekali kekecewaan di wajah si nona. Tetapi ia sepertinya menerima keputusan itu dengan pasrah. “Kalau begitu, baiklah.”

Nona itu beranjak dan melangkah pergi dari situ. Kesedihan membayang dari gerak gerik tubuhnya. “Saya mohon diri.”

“Silahkan. Mari kuantar turun,” sambil menuruni tangga, ia memegang tangan perempuan itu dengan penuh sopan.

Walaupun wajahnya masih membayangkan kekecewaan, gadis itu tersenyum lalu berkata. “Ternyata ada lagi kabar yang benar tentangmu, tuan.”

“Kabar bahwa aku adalah seorang yang terlalu tega?”

“Bukan. Melainkan kabar bahwa jika kau ingin menarik pergi tangan seorang perempuan, maka tidak ada satu orang pun yang mampu menolaknya.”

“Mengapa banyak sekali kabar tentang diriku?”  Sukma Harum tersenyum.

“Siapa di dunia ini yang tidak mengenal si Sukma Harum? Orang tuli saja pastinya sudah pernah mendengar tentang kisah dan perbuatanmu yang gagah. Justru karena itulah kami memberanikan diri datang kemari.”

“Akhir-akhir ini aku hanya ingin hidup dengan tenang,” jelas Sukma Harum.

“Aku mengerti,” nona itu mengangguk dengan lembut.

Jika seorang perempuan dapat memahami perasaan laki-laki, maka tentu kehidupan manusia di kolong langit ini akan menjadi lebih baik.

Sukma Harum menatap mata nona itu dengan dalam seperti ingin memasuki jiwanya yang paling tersembunyi.

Gadis itu sekejap terpana. Untuk sejenak jiwanya terasa melayang pergi direngkuh oleh sinar mata yang tajam dan hangat itu. Ia kemudian tersadar dan berkata, “Jika tuan memandangku lebih lama, bisa-bisa aku tidak jadi pulang.”

 “Eh? Kalau nona tidak pulang, lantas ke-5 pengawal itu bagaimana? Masa disuruh diam di sana menemani kuda?” canda Sukma Harum.

“Hahahahahaa,” untuk sejenak gadis cantik itu dapat tertawa. Mereka sampai di pintu depan dan gadis itu lalu berkata, “Baiklah. Kita berpisah sampai di sini. Semoga kelak dapat bertemu kembali.”

Tangan itu masih tergenggam. Seolah keduanya tidak ingin melepaskannya. Sukma Harum masih menatap mata itu dengan dalam. Pandangannya berpindah ke bibir si gadis yang merekah indah. Si nona menghela nafas.

Hanya dipandang saja dapat membuat seluruh tubuhnya seperti tersengat getaran yang lembut namun menggelora.

Tetapi si nona tidak mampu melepas pegangan tangannya. Ia berharap Sukma Harum melepas pergi saja dirinya dengan dingin. Tetapi malah pegangan tangan itu semakin hangat, semakin erat.

“Nona belum sempat melihat tempat terbaik di daerah ini, sayang jika buru-buru pulang. Mari kuantarkan melihat pemandangan terindah di tempat ini,” kata si Sukma Harum.

“Baiklah. Apakah jauh?”

Sukma Harum hanya tersenyum kecil dan menarik tangan nona itu menuruni jalan setapak di samping kedai. Gadis itu sejenak agak ragu, tapi Sukma Harum berkata, “Percayalah padaku.”

Entah kenapa, jika lelaki itu yang berbicara, seolah setiap perempuan di dunia ini rela melakukan apa saja yang ia minta.

Mereka menuruni jalan setapak itu menembusi pepohonan yang rindang dan lebat. Jalan itu sedikit basah oleh embun pagi hari, dan agak sedikit berbatu. “Satu kelok lagi di ujung, kita akan sampai.”

Akhirnya mereka sampai.

Sebuah air terjun kecil yang sangat indah. Cipratan airnya menciptakan warna pelangi yang elok.

Mata si nona membesar tanda ia sangat kagum dengan pemandangan itu.

“Nah. Sekarang ceritakan siapa engkau? Dan ada keperluan apa mencariku?"

Gadis itu menatapnya lalu berkata, “Mengapa tuan berubah pikiran?”

“Ada 2 golongan orang yang tidak tahu diri. Yang pertama adalah mereka yang meminta dengan mengancam. Yang kedua adalah mereka yang meminta dengan merayu.”

“Dan aku bukan dari kedua golongan itu?”

“Ku lihat kau cukup tahu diri, nona,” senyum Sukma Harum.

“Oh jadi penolakan tadi hanyalah ujian? Kini aku mengerti.”

Sukma Harum tidak berkata apa-apa. Ia memiliki nilai yang ia pegang dengan kukuh.

“Namaku Sri Murti Trianti. Aku adalah keturunan ke 9 dari penguasa kerajaan Kaloka di daerah wetan (Timur). Aku datang kemari meminta tuan untuk mencarikan keadilan untuk kami. Tentunya kami akan mengganti jerih payah pertolongan tuan dengan harga yang pantas.”

“Aku belum pernah mendengar tentang kerajaan Kaloka.”

“Kami hanya sebuah kerajaan kecil. Perang saudara membuat kerajaan kami runtuh dan keluarga kami harus mengungsi. Ayahku adalah raja terakhirnya. Saat itu beliau baru berumur 16 tahun.”

Lanjut si nona, “Kerajaan kami yang tersisa hanya ayah dan 4 orang pengawal terpercaya. Mereka lalu melarikan diri ke kulon (barat) dan menetap di sebuah desa terpencil. Saat dewasa, ayah menikah dengan seorang gadis di desa itu, kemudian lahirlah aku dan adikku.”

“Ketika ayah dulu mengungsi, mereka membawa harta simpanan yang cukup besar. Dengan harta itu, ayah membangun pertanian dan perdagangan yang sangat maju. Harta kami sangat melimpah. Ayah menyimpannya dengan tujuan untuk kembali membangun kerajaan kami suatu saat nanti.”

“Pada suatu hari, ketika ayah dan ke-empat pengawalnya yang sudah tua itu berkumpul untuk membicarakan rencana mereka membangun kembali kerajaan, mereka semua mati terbunuh. Dan harta kekayaan kami di gudang penyempanan sudah raib seluruhnya.”

“Mereka dibunuh dengan racun. Saat itu aku sedang mengantarkan adikku untuk sebuah urusan. Saat kami pulang, mereka semua sudah mati terbunuh.”

“Racun apa yang dipakai untuk membunuh kerabat nona?” tanya Sukma Harum.

“Racun Jincan.”

“Hmmm. Menarik,” tukas Sukma Harum.

Racun Jincan adalah sebuah racun yang terkenal dari daerah Tiongkok. Cara membuatnya adalah dengan mengumpulkan berbagai macam binatang berbisa dan dimasukkan ke dalam satu kotak agar mereka saling menggingit dan saling membunuh. Hewan yang tersisalah yang racunnya diambil racunnya untuk dijadikan senjata.

“Dari mana nona tahu itu racun Jincan?”

“Kami memeriksa makanan mereka, dan terdapat sedikit bau yang khas dalam cawan teh mereka,” jawab Sri Murti.

“Kapan kejadian ini? Dan di mana?”

“Sekitar 7 bulan yang lalu di desa Cipandana. Aku dan adikku telah berusaha mencari pelakunya, namun semua ini sia-sia. Dengan sisa-sisa uang yang kami punya, kami terpaksa menyewa pengawal dan mencari tahu siapa orang yang paling pantas kami mintai tolong. Siapa lagi kalau bukan si Sukma Harum? Tapi entah orangnya mau atau tidak. Sesungguhnya aku sudah kehilangan seluruh harapan…..,”

Si Sukma Harum hanya memandang jauh ke depan. Cukup lama baru ia berkata, “Baiklah aku akan membantumu.”

Tak terkira begitu besar rasa bahagia dan kelegaan di wajah Sri Murti. Ia bahkan berlutut dan berterima kasih. Sukma Harum mengangkatnya berdiri dan berkata, “Aku baru bisa berangkat 3 hari lagi. Karena hari ini aku sedang ada janji di puncak gunung ini.”

“Saya sendiri harus meminta diri saat ini karena sebelumnya ada janji pula dengan beberapa orang. Apa bisa kita bertemu di sebuah tempat nanti?”

“Nona akan ke mana?”

“Kami ada janji bertemu di kota Mandeung.”

“Baik, kita bertemu di kota Mandeung. Empat hari dari sekarang.”

“Mari kugambarkan peta tempat kita bertemu,” gadis itu lalu mengeluarkan sapu tangan dan menggunakan gincu untuk menggambar daerah tempat mereka bertemu.

“Baik, aku sudah paham,” tukas Sukma Harum.

“Baik. Terima kasih banyak saya haturkan. Semoga Tuhan selalu merahmati tuan,” nona itu menjura.

Sukma Harum balas menjura. “Mari kita kembali. Kasihan pengawalmu sejak tadi menunggumu.”

“Mari.”

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Petualangan Sukma Harum: Darah Sang Raja   Bab 82

    “Sebelum ini semua, aku telah menemukan banyak kejanggalan. Contoh, Jika Reksa Bauweda memang pelakunya sesuai gagasanku sebelumnya, kenapa ia membunuh kakaknya di rumah hutan Mandeung? Kenapa harus menunggu aku datang? Tujuannya adalah memfitnahku!”“Lalu, jika Sri Murti memang pelakunya, kenapa ia tidak membunuh adiknya juga? Padahal adiknya lah yang paling gampang dibunuh. ““Jika orang lain pelakunya, maka orang itu harus bisa terbang. Karena dengan cara begitulah, ia bisa menguras habis seluruh harta di gudang keluarga Damara tanpa jejak sedikitpun. Tanpa diketahui orang lain.”“Orang hanya bisa terbang dengan bantuan burung raksasa. Dan burung raksasa hanya mampu dikuasai Padepokan Rajawali Sakti.” “Aku memikirkan dengan keras siapa orang padepokan itu yang sanggup melakukannya. Lalu aku ingat Aji Satya pernah berkata bahwa ibunda pernah mampir ke sana. Aku menduga-duga, menciptakan gagasan. Apakah dendam karena ibu membunuh orang di sana? Ataukah ada kemungkinan lain? Satu-sat

  • Petualangan Sukma Harum: Darah Sang Raja   Bab 81

    “Kemudian aku datang ke Lembah Iblis. Bertemu Renjani, dari sini aku mendengar kisah tentang Bunga, dan Tanabasa. Lalu Renjani menipuku dengan mengaku sebagai telik sandi kerajaan yang sedang membangun pasukan. Padahal ia sendiri yang membangun pasukan gadis-gadis cantik. Pasukan ini bersebrangan dengan kelomoknya Tanabasa, sehingga Renjani memintaku menghancurkan Tanabasa.”“Tak diduga, Aji Satya sendiri pun mungkin ingin memusnahkan Tanabasa. Mungkin karena penjahat itu dan kelompoknya sudah mulai tidak berguna bagi dirinya. Malah nanti bisa membahayakan dirinya. Maka AJi Satya secara tidak langsung memanfaatkan diriku untuk menghancurkan Tanabasa.”“Di Lembah Iblis inilah, Sri Murti yang asli selama ini bersembunyi dengan menyamar menjadi Maya. Ia menjadi perwakilan Aji Satya dalam kelompok Tanabasa. Untuk menjaga diri, Aji Satya memberikan Bumbung Bratagini kepadanya. Aji Satya dan Maya merencanakan membantai semua anggota kelompok Tanabasa. Lalu memfitnah seolah-olah Candramawa p

  • Petualangan Sukma Harum: Darah Sang Raja   Bab 80

    Mungkin inilah rahasia yang membuat Dewi Kinanti tidak terkalahkan sebagai pendekar di masa mudanya. Ia tahu bagaimana menghancurkan harga diri lawan.Kini Aji Satya tidak lagi dapat memusatkan pikiran, pengerahan tenaganya menjadi berantakan.Seluruh impiannya, harapannya, kegagahannya, hilang begitu saja dipermalukan sebegitu keras, di hadapan orang sebegitu banyak.Lalu Kujang Arka Kencana bergerak.Kujang itu tidak pernah mengecewakan pemiliknya.****Hari kemarin adalah hari kemarin.Hari ini adalah hari ini.Hari ini, di atas anjungan yang indah, semua orang berkumpul menikmati anugrah keselamatan dan keberkahan langit. Sambil menikmati bakaran ikan, ayam, dan berbagai macam santapan lezat lainnya, mereka mendengarkan Sukma Harum bercerita.Bintang dan bulan bersinar dengan cerah.“Lebih baik kujelaskan dari awal ya, agar semua mengerti,” katanya.“Cerita di mulai mungkin lebih dari 20 tahun yang lalu. Saat ibunda masih remaja. Masih bertualang di dunia persilatan. Saat itu kala

  • Petualangan Sukma Harum: Darah Sang Raja   Bab 79

    Maya, atau Sri Murti Trianti mengangguk. “Sejak dulu aku memang takut kepada adikku. Jika bisa terlepas dari cengkeramannya, aku sungguh bersyukur.”“Ya. Tentu saja. Terlepas dari cengkeramannya, dan juga kau menguasai seluruh harta keluargamu.”Maya Tidak menjawab.Demi uang sepicis, kakak rela membunuh adik, anak rela membunuh orang tua. Apalagi demi harta yang sebegitu besarnya.“Sebelumnya tentu kau bertemu dengan Candramawa. Lalu kau menyadari bahwa ia adalah kakak angkatmu yang hilang. Tetapi ia hilang ingatan. Tidak mengenal dirimu. Karena khawatir, kau menceritakan ini kepada Aji Satya.”Maya tetap tidak menjawab.“Lalu timbul lah gagasan untuk mengadu aku dengan Candramawa. Dengan satu batu, dua burung dapat dibidik. JIka aku mati, puas lah dendam Aji Satya. Jika Candrmawa yang mati, orang yang merintangimu mendapatkan seluruh harta pun musnah sudah. Apalagi jika kami berdua yang mati.”“Hahahaahaha. Hahahahahahha,” tawa Aji Satya sangat puas.“Hari ini aku mati di sini pun t

  • Petualangan Sukma Harum: Darah Sang Raja   Bab 78

    Mendengar itu seolah ada petir menyengat ke dalam jiwa Aji Satya. Matanya menyala, wajahnya memerah.“Semenjak kau dulu menolak cintaku bahkan menertawakanku, aku masih baik-baik saja. Bahkan hidup dengan penuh kebahagiaan.”Semua orang dapat melihat bahwa lelaki tua itu tidaklah berbahagia. Bahkan ungkin sedetik saja di dalam hidupnya ia tidak pernah merasakan kebahagiaan.Karena sumber kebahagiaannya, cinta yang membuatnya hidup dan menjadi manusia, telah menolaknya. Bahkan mentertawakannya. Ada satu hari di dalam hidupnya, yang terasa begitu kelam. Seolah seluruh masa depannya hilang begitu saja dirampas oleh hari yang kelam itu. Hari di mana Dewi Kinanti menolak cintanya.Ia masih ingat benar. Saat itu Dewi Kinanti yang merupakan pendekar wanita paling hebat di jamannya, datang ke padepokan Rajawali Sakti. Saat itu ia sudah menjadi murid kepala. Ia pun tampan dan gagah saat itu. Banyak wanita menaksir kepadanya. Dewi Kinanti yang lincah namun anggun. Yang dengan berani datang m

  • Petualangan Sukma Harum: Darah Sang Raja   Bab 77

    Meskipun lawannya kini masih sanggup menghindar, tetapi sang lawan sendiri pun masih belum sanggup menyerang.Siapa yang unggul?Siapa yang pecundang?Tiada seorang pun yang sanggup menjawabnya.Tusukan tombak hitam yang ganas itu bergerak ribuan kali, ke ribuan arah, menuju ribuan tempat. Tetapi selalu dapat dihindari. Apakah jurus tombak itu kurang digdaya? Tetapi semua di bawah langit pun paham, jika tombak hitam itu menemukan sasarannya, sekali saja, maka dewa kematian lah yang akan datang berkunjung.Orang seperti Tombak Setan, sudah tidak punya apa-apa lagi. Tiada harapan, tiada impian, tiada kenangan, tiada pula kesenangan. Yang tersisa dalam dirinya hanyalah penderitaan bertubi-tubi yang ia sendiri tak pernah mengerti mengapa harus selalu terjadi kepada dirinya. Kau takkan dapat mengalahkan orang seperti ini. Karena jika ia bertarung, segala keputusasaan yang menumpuk di dalam jiwanya seolah berubah menjadi sebuah kekuatan besar yang tak terjelaskan. Oleh karena hidup begi

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status