"Sekarang saya akan mengantarkan Nona pulang ke rumah," kata Denzel menenangkan Rose.
Mendengar itu, Rose menarik nafas lega. Pikiran negatifnya terhadap Denzel ternyata tidak terbukti.
Ayahnya juga pasti memiliki pertimbangan khusus mengapa memilih pria ini sebagai walinya. Namun sejujurnya Rose masih belum percaya dengan kenyataan yang dihadapinya saat ini.****Sementara itu, Josh izin pulang lebih cepat dari kantor karena ditelpon oleh istrinya. Entah apa yang terjadi di rumah sehingga suara Lily terdengar panik. Wanita itu hanya mengatakan bahwa ada seorang pria tak dikenal yang datang ke rumah mereka bersama Rose.
Dengan tergesa-gesa, Josh memarkirkan mobilnya. Perasaannya makin cemas ketika melihat sebuah mobil porsche terparkir di halaman rumahnya yang sederhana.
Ketika masuk di ruang tamu, Josh mendapati seorang pria muda duduk bersama Rose dan Lily. Pria itu langsung berdiri saat mendengar langkah Josh yang mendekatinya.
"Siapa Anda?" tanya Josh tanpa basa-basi.
"Saya Denzel. Ada hal penting yang ingin saya sampaikan kepada Anda, Tuan Josh. Bisa kita bicara bertiga saja? Saya, Tuan, dan Nona Rose."
Lily merasa tersinggung mendengar permintaan Denzel. Namun karena mendapat isyarat dari suaminya, Lily terpaksa menyingkir.
Setelah Lily pergi, Denzel membuka pembicaraan memperkenalkan diri. Ia juga menunjukkan surat wasiat Louis Brown dan penunjukan Rose sebagai ahli warisnya. Antara percaya dan tidak, Josh mendengarkan setiap penjelasan yang diucapkan Denzel. Ia sendiri tidak menduga jika adik perempuannya, Karen, menjalin hubungan dengan pria sekaya Louis Brown. Josh hanya mengetahui bahwa Karen pernah bekerja sebagai staf di perusahaan properti itu.
Josh memandang Denzel sejenak, mencari kejujuran dari netra pria tampan itu. Keraguan timbul di benak Josh. Pasalnya usia pria itu masih muda. Menurut perkiraan Josh, Denzel berumur sekitar dua puluh tujuh sampai dua puluh delapan tahun.
"Tuan Denzel, apa Anda yakin bisa menjadi wali untuk keponakan saya?"
"Saya akan mengusahakan yang terbaik untuk Nona Rose. Terutama dalam mengelola perusahaan dan aset yang diwariskan kepadanya."
Denzel mencodongkan tubuhnya ke depan.
"Terkait dengan kehidupan sehari-hari Nona Rose, saya tetap menyerahkannya dalam pengasuhan Anda. Untuk seluruh biaya kehidupan Nona Rose dan keluarga Black, saya akan mentransfernya setiap bulan. Saya juga akan membelikan rumah baru untuk keluarga kalian. Tapi tolong mintalah anggota keluarga Black untuk memperlakukan Nona Rose dengan baik. Saya tidak mentolerir perlakuan buruk dalam bentuk apapun."
"Satu lagi, Tuan. Jangan membocorkan siapa ayah kandung Nona Rose kepada istri dan anak Anda. Rahasia ini cukup kita bertiga yang tahu. Dan mulai sekarang saya akan mengubah nama belakang Nona Rose demi keamanannya," tandas Denzel.
"Iya, saya mengerti, Tuan Denzel. Terima kasih karena Anda telah menjalankan wasiat dari ayahnya Rose," jawab Josh bahagia.
***Tujuh Tahun Kemudian***
"Saya berharap bisa melihat karya yang mengagumkan di tugas akhir kalian. Sebuah masterpiece, karya yang diciptakan dengan hati. Memiliki jiwa sehingga akan menarik setiap mata untuk memandangnya," ucap Mrs. Marion bersemangat."Hari ini kalian bisa mulai pengerjaan tahap awal di galeri. Saya ucapkan selamat bekerja."Mrs. Marion mematikan laptopnya lalu mengakhiri sesi kuliah hari itu.Gwen menggeleng pelan. Ia menyenggol lengan Rose yang duduk bersebelahan dengannya."Rose, apa kamu sudah tahu tema apa yang akan kamu ambil untuk pameran? Aku belum terpikir sama sekali," ucap Gwen."Hmmmm, aku ingin mengangkat kehidupan anak-anak panti asuhan sebagai tema lukisan. Selain itu aku akan membuat sebuah patung wanita, tapi aku perlu melakukan riset.""Cepat sekali kamu berpikir. Pantas saja kamu selalu menjadi mahasiswa terbaik di jurusan kita.""Cobalah merenung di kamar, kamu pasti akan mendapatkan ide cemerlang," saran Rose sambil tersenyum."Aku heran kenapa kamu tidak menerima tawaran pertukaran mahasiswa di Italia. Padahal banyak yang menginginkannya, terutama Anneth," ujar Gwen melirik ke arah bangku di seberangnya. Anneth balas menatap tajam ke arah Gwen."Sudahlah, Gwen, jangan membicarakan itu lagi. Ayo kita ke galeri."Rose melepas kacamatanya lalu menggandeng tangan Gwen keluar dari ruang kuliah. Ia tidak ingin memancing pertengkaran dengan Anneth.Sebelum tiba di galeri, Anneth mendadak muncul dan menghalangi mereka."Tunggu, Rose. Buru-buru sekali. Sepertinya kamu sangat percaya diri dengan tugas akhirmu.""Aku rasa kita semua harus optimis dalam mengerjakan tugas akhir," jawab Rose diplomatis."Kamu benar. Aku tidak menyangka gadis sepertimu pintar bicara juga."Anneth mengambil sesuatu dari tasnya lalu memberikannya kepada Rose."Aku cuma ingin memberitahumu bahwa besok jam lima ada audisi untuk konser Valentine. Mr. Robert menyuruhku memberikan formulir ini. Kamu harus datang tepat waktu."Rose menerima lembaran form dan jadwal audisi itu. Ia memang mengikuti kursus biola di luar jam kuliah dan kebetulan sekelas dengan Anneth."Aku tidak berminat mengikuti audisi. Aku belum bisa melakukan pertunjukan tunggal.""Mr. Robert selalu memuji perkembanganmu. Karena itu aku berinisiatif mendaftarkanmu sebagai peserta audisi.""Kenapa kamu tidak menanyakan pendapatku dulu?" tanya Rose keheranan."Dengar, Rose, aku bermaksud baik. Tapi semuanya terserah padamu. Jika kamu tidak hadir saat audisi, Mr. Robert pasti kecewa. Nama sekolah biola kita juga akan tercemar. Jadi saranku datanglah ke audisi itu."Anneth mencibir di dalam hatinya."Rasakan kamu Rose, kamu akan mati kutu disana," gumam Anneth senang.Sambil mengulum senyum, Anneth berjalan santai meninggalkan Rose. Anneth sengaja melakukan ini untuk mempermalukan Rose. Ia tahu bahwa para peserta audisi adalah murid senior dari berbagai sekolah biola ternama. Kemampuan Rose tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan mereka.Sementara itu Gwen melihat kecemasan di raut wajah Rose. Ia mencoba menghibur sahabatnya dengan menunjukkan sebuah video."Rose, aku yakin kamu bisa lolos di audisi itu. Tontonlah video yang sedang viral ini. Ada violinis bernama Miss Black. Dia membuat dua video yang semuanya trending di media sosial. Permainan biolanya sangat indah. Kamu bisa mempelajari teknik yang dipakainya.""Terima kasih, Gwen," ucap Rose menghargai ketulusan sahabatnya. Namun, dalam hatinya, tetap saja Rose panik.'Apa aku bisa?'
Sebastian membisikkan sesuatu ke telinga Luke. Kemudian ia memberi isyarat pada asistennya untuk melepaskan ikatan Denzel. "Baiklah, Peter, kita akan barter. Bebaskan Rose, Tuan Josh, dan Franky. Aku akan membebaskan Denzel." "Tidak bisa, aku akan menukar Rose dengan Denzel. Sedangkan kedua pria ini akan kulepaskan setelah kalian membiarkan aku dan putraku pergi." "Luke, turuti saja kemauannya. Yang terpenting Rose selamat," bisik Sebastian. Luke pun mengangguk. Ia berjalan dan menghampiri Denzel lalu menahan tubuh pria itu. "Aku hitung sampai lima. Kita sama-sama melepaskan mereka!" tegas Luke. Rose yang berada dalam genggaman Peter hanya bisa pasrah. Ia berharap dapat kembali secepatnya ke sisi Luke. Namun ketika bersitatap dengan Denzel, Rose menundukkan kepala. Ia merasa sangat bersalah melihat kondisi Denzel yang memprihatinkan. Apalagi sebagian wajahnya memar karena terkena bekas pukulan. Sebaliknya Denzel menatap nanar kepada Rose dan ayahnya. Hatinya sudah membeku sampa
Saat Rose turun ke bawah, ia melihat kondisi kediaman Gonzalez yang sangat lengang. Entah kemana semua orang saat ini. Sang suami dan mertuanya juga tidak ada, hanya ada empat orang pengawal yang berjaga-jaga di depan pintu."Nyonya, Anda mau kemana?" tanya salah seorang pengawal di kediaman Gonzalez. Rose tidak tahu nama-nama para pengawal itu sehingga ia bingung harus memberi jawaban apa."Maaf, Tuan, kemana Luke?" tanya Rose mencoba mencari tahu."Nama saya Franky, Nyonya. Tuan Muda dan Tuan Besar keluar rumah karena ada urusan penting. Sebaiknya Anda kembali ke kamar," jawabnya. Ia tidak mengatakan kemana Luke pergi sesuai dengan perintah dari Tuan Besarnya.Rose yakin ada sesuatu yang disembunyikan oleh mereka. Terlebih Luke sengaja meninggalkan ponselnya di kamar sehingga ia tidak bisa dihubungi. Padahal Rose tidak bisa menunda lagi untuk segera membebaskan sang paman. Rose pun memberanikan diri untuk meminta tolong pada pria kekar bernama Franky itu."Franky, bisa aku minta tol
"Siapa kalian?" tanya Denzel bersiap merogoh pistol yang terselip di pinggangnya. Ia memang selalu membawa senjata untuk berjaga-jaga. Sialnya salah satu orang yang mengepungnya ternyata lebih waspada. Ia segera mengacungkan pistol ke arah Denzel."Buang senjatamu dan angkat tangan sekarang!!! Jika tidak, aku akan langsung menembakkan peluru ini ke kepalamu!" serunya dengan suara menggelegar.Karena tidak punya pilihan, Denzel terpaksa menurut. Ia membuang pistol miliknya ke tanah lalu menatap sengit orang-orang yang mengepungnya."Coba saja tangkap aku jika kalian berani! Tapi jangan menyesal bila setelahnya kalian semua akan mati secara mengenaskan. Kalian pasti sudah tahu siapa aku," tantang Denzel. Dilihat dari gerak-geriknya, jelas sudah bahwa orang-orang ini adalah bagian dari kelompok mafia. Hanya saja Denzel belum mengetahui secara pasti nama organisasi mereka.Beberapa dari mereka tertawa terbahak mendengar ancaman Denzel. "Kamu yang belum tahu siapa kami. Bahkan ayahmu pas
Rose berusaha menyembunyikan ketegangannya. Dia tidak boleh menunjukkan sikap yang bisa memancing kecurigaan Denzel. Sambil menunggu kedatangan pria itu, ia memilih untuk menemani anak-anak panti mengerjakan tugas matematika."Rose, siap-siap saja di depan. Tuan Denzel akan datang sebentar lagi," ucap Suster Mary.Rose memegang tangan Suster Mary untuk berpamitan kepadanya."Suster, malam ini dan beberapa hari ke depan mungkin aku tidak kembali ke panti.""Kamu akan kembali ke mansion Brown?" tanya Suster Mary mengerutkan dahi dalam-dalam."Tidak, Suster, aku akan menginap sementara di rumah orang yang aku cintai."Suster Mary terhenyak mendengar perkataan Rose yang mengandung teka-teki. Ia bingung siapa yang dimaksudkan Rose, apakah itu Luke atau Denzel. Namun lebih masuk akal rasanya bila Rose menginap di rumah Denzel mengingat Luke telah tiada."Apapun keputusanmu aku selalu mendoakan yang terbaik. Semoga kamu dan bayimu selalu dalam perlindungan Tuhan," ucap Suster Mary memberikan
Rose berusaha menyembunyikan ketegangannya. Dia tidak boleh menunjukkan sikap yang bisa memancing kecurigaan Denzel. Sambil menunggu kedatangan pria itu, ia memilih untuk menemani anak-anak panti mengerjakan tugas matematika."Rose, siap-siap saja di depan. Tuan Denzel akan datang sebentar lagi," ucap Suster Mary.Rose memegang tangan Suster Mary untuk berpamitan kepadanya."Suster, malam ini dan beberapa hari ke depan mungkin aku tidak kembali ke panti.""Kamu akan kembali ke mansion Brown?" tanya Suster Mary mengerutkan dahi dalam-dalam."Tidak, Suster, aku akan menginap sementara di rumah orang yang aku cintai."Suster Mary terhenyak mendengar perkataan Rose yang mengandung teka-teki. Ia bingung siapa yang dimaksudkan Rose, apakah itu Luke atau Denzel. Namun lebih masuk akal rasanya bila Rose menginap di rumah Denzel mengingat Luke telah tiada."Apapun keputusanmu aku selalu mendoakan yang terbaik. Semoga kamu dan bayimu selalu dalam perlindungan Tuhan," ucap Suster Mary memberikan
"Ini kamu, Rose?" tanya Gwen menggoyangkan lengan Rose. Ia bahkan menyuruh Rose berputar untuk meyakinkan bahwa yang di hadapannya ini adalah sahabatnya, bukan makhluk jadi-jadian."Tentu saja ini aku, Gwen," jawab Rose tenang."Tapi aku baru saja ke kamarmu dan kamu tidak ada.""Benar, Rose. Kami baru akan ke danau Blue Stone untuk mencarimu," timpal Suster Mary.Karena telah membuat semua orang panik, Rose pun memberikan penjelasan."Maafkan saya, Suster. Tadi pagi-pagi sekali saya pergi ke salon untuk mempersiapkan diri."Gwen memanyunkan bibirnya karena kecewa dengan pengakuan Rose."Padahal aku susah payah bangun pagi untuk meriasmu, ternyata kamu malah ke salon. Dan gaun cantik ini, dari mana kamu mendapatkannya?""Maafkan aku, Gwen. Aku berpikir lebih baik ke salon supaya tidak merepotkanmu. Gaun ini juga pihak salon yang menyediakan.""Kalau begitu kita masuk ke aula saja. Tuan Denzel pasti datang sebentar lagi," ucap Suster Mary menggandeng tangan Rose.Sepanjang jalan menuju