Bab Utama : 3/3 Selesai. Apakah Kevin akan ikut serta membantu Valkyrie?
Saat Pedang Dewa Ilahi muncul, warna langit berubah. Cahaya biru keperakan menyebar, lalu menghitam saat aura pedang itu menghancurkan harmoni spiritual. Gabungan elemen surgawi dan neraka berdenyut di sepanjang bilahnya. Udara menjadi kering dan dingin, seolah bumi sendiri tahu bahwa darah akan kembali tumpah di puncak menara ini.Arkham mendongak.Untuk pertama kalinya—dalam sekilas momen yang nyaris tak terlihat—matanya menyipit.Ia tahu. Pertempuran sejati baru saja dimulai.Angin seolah terhenti. Udara di puncak Menara Kota Dewa tidak lagi hanya diam—ia menegang, seperti ditarik oleh kekuatan yang menolak dunia ini.Aura spiritual memuncak.Reruntuhan Menara Kota Dewa bergemuruh lirih, seperti sedang merintih. Lantai batu yang retak menghitam, masih hangus oleh benturan qi dari duel sebelumnya. Bau logam terbakar dan serpihan batu bercampur dengan aroma darah yang mulai mengering, menyebar seperti dupa kematian.Di pusat kehancuran itu berdiri Kevin Drakenis.Napasnya berat. Dada
Denting senyap mengalir dari Pedang Jiwa Naga Langit saat bilahnya menguarkan cahaya perak kebiruan, memantul di balik kabut qi yang menyelimuti langit Kota Dewa. Tubuh Kevin Drakenis, meski penuh luka, berdiri tegak dalam pusat badai aura yang menggeliat liar, bagai dewa naga yang bangkit dari pembantaian.Aura qi naganya meledak.Bukan hanya semburan energi, tapi badai panas yang mengaduk udara dan membakar debu di tanah. Asap bergulung-gulung dari retakan bumi, berpadu dengan kilat-kilat keemasan yang muncul di sekelilingnya. Seperti terompet perang surgawi, suara raungan naga menggema—ribuan nada rendah dan berat yang merambat dari dasar tanah, memanjat ke langit seperti kutukan kuno yang terbangun.Langkah-langkah waktu seolah berhenti ketika Kevin Drakenis menundukkan kepala, membiarkan ujung rambutnya yang kusut menutupi sebagian wajah. Dalam sekejap, dunia memusat pada napasnya. Senyap. Dalam diam itu, udara menegang, seakan seluruh langit menanti keputusan yang akan meruntuhk
Langit malam menghitam, ditelan kabut qi yang berputar-putar seperti pusaran takdir yang kehilangan arah. Di tengah kehancuran dan reruntuhan, Kevin Drakenis berdiri bagai pusat badai yang tenang. Jubahnya tercabik-cabik, darah mengalir dari pelipis dan lengannya, namun mata itu—mata yang pernah menyaksikan kehancuran dan pengkhianatan—masih bersinar, setajam tombak perak yang baru ditempa oleh dewa pandai besi.Langkah-langkah terakhir dari Valkyrie dan pasukan elite yang tersisa menggema di kejauhan, tapi Kevin hanya menatap ke atas, merasakan sesuatu... mendekat.Langit terbelah.Bukan dalam arti metaforis, tapi sungguh—retakan vertikal membelah cakrawala seperti luka lama yang terbuka kembali. Dari dalam celah itu, cahaya biru pekat menyembur ke luar, lalu muncullah sosok tinggi dan tak tergoyahkan, melayang turun perlahan dari puncak Menara Kota Dewa.Arkham Caelestis, Inspektur Jenderal Caelestis—penguasa hukum Kota Dewa. Jubah biru tuanya berkibar, mengalun seperti kabut malam
Tubuh Valkyrie terangkat, ringan namun tajam, tak ubahnya anak panah yang ditembakkan dari dewa angin sendiri.“Heaven-Piercing Storm Fang!”Suara pekiknya menggema tinggi, tak hanya menembus langit malam, tapi juga mengguncang sumsum tulang setiap orang yang mendengarnya. Ada sesuatu dalam nada suaranya—bukan hanya kekuatan, tapi ketetapan ilahi, seperti putusan yang tak bisa diganggu gugat.Dari ujung Arashi-no-Hime, petir meledak. Bukan sembarang petir, tapi arus perak tebal dengan kilatan ungu pekat di dalamnya—bentuk murni dari qi badai surgawi yang telah disempurnakan selama seratus tahun. Kilatan itu tak hanya mengiris udara, tapi membelah dimensi, menciptakan celah sesaat di ruang antara langit dan bumi.SREAAAKK!!Benturan terjadi.Tombak petir komandan Caelestis menyambut serangan itu, namun ia seperti mencoba menahan badai dengan ranting. Dalam sepersekian detik, tombaknya terpental, aura petir di dalamnya tercerabut paksa. Tubuhnya berputar di udara, seperti boneka kain da
Valkyrie... dia bukan lagi sekadar pengikut Kevin Drakenis. Dia adalah pemurni zaman, yang datang membawa jawaban dari langit—dalam bentuk pedang, badai, dan keputusan akhir.Tanpa menunggu aba-aba, Valkyrie melompat ke udara, tubuhnya berputar seperti bintang jatuh, langsung menuju barisan prajurit yang mulai gemetar ketakutan.“Raging Gale-Hundred Cuts of Tempest!”SRRRAAAKK!!!Seratus tebasan muncul dalam sekejap, masing-masing membentuk busur angin tajam yang menghujani barisan pasukan Caelestis. Tebasan-tebasan itu tidak terlihat seperti angin, tetapi seperti sayatan dimensi. Tubuh-tubuh terpotong bahkan sebelum rasa sakit sempat dikirim ke otak.Kabut darah dimana-mana. Tubuh terpental. Jeritan tertahan.Namun mereka yang selamat langsung menutup barisan, mata mereka tidak lagi memperlihatkan rasa takut, melainkan tekad fanatik yang tak bisa dibeli dengan nyawa.Salah satu komandan yang terluka tadi mengayunkan senjata besar seperti kapak langit, membelah angin ...“Jangan biark
Langit di atas Menara Kota Dewa tidak lagi hanya hitam oleh malam. Ia menyimpan kesunyian yang tidak biasa, seolah menjadi saksi abadi bagi dua sosok yang kini melangkah dengan tujuan yang tak tergoyahkan. Awan-awan kelam menggantung rendah, meliuk seperti ular naga, berputar mengelilingi puncak menara dengan tekanan qi yang nyaris tak tertahankan.Kevin dan Valkyrie berdiri di kaki menara. Di sekitar mereka, badai qi mengalir seperti pusaran neraka dan surga yang bertabrakan. Suara gemuruh spiritual berdentum dari kejauhan, kadang terdengar seperti denting logam, kadang seperti jerit jiwa-jiwa yang terlupakan.Valkyrie, berdiri di atas puncak reruntuhan balok qi yang sudah retak, menatap ke arah menara megah yang menjulang di depannya. Pandangannya tajam, seperti pedang yang tak pernah tumpul oleh keraguan.“Ini waktunya,” gumamnya. Suaranya nyaris tertelan oleh deru angin, namun cukup untuk didengar langit yang menjadi saksi malam itu. “Menara ini bukan lambang keadilan. Ini simbo