Bab Utama : 2/3. Bab Bonus Gems : 0/2. Bab Extra Author : 0/1. Bab Extra Weekend : 0/1. Siapa yang sanggup menghentikan Kevin dan Valkyrie?
Suara pertempuran masih meledak.Benturan kedua seperti petir yang menghantam tanah terlarang.Pasukan sekte-sekte kecil Felix kembali menyerbu bagaikan kawanan serigala liar, ribuan jumlahnya, namun gelombang kedua ini segera disambut oleh Klan Iblis Semesta. Deru pekik mereka seperti ribuan guntur yang meledak bersamaan. Senjata-senjata hitam berlapis qi iblis berayun, dan dalam sekejap, puluhan tubuh sekte musuh tercabik, perut robek, isi perut berhamburan ke tanah. Kabut darah membasahi wajah dan dada, sementara tanah berubah menjadi rawa merah.“MAJU! UNTUK DRACARYS!”Suara ribuan cultivator mengguncang langit.Pasukan Paviliun Dracarys menabrak dari sisi lain, formasi naga mereka menghantam musuh seperti badai. Ribuan tombak menusuk bersamaan, suara daging tertembus terdengar seperti hujan. Jeritan histeris bergema, kepala-kepala beterbangan, meneteskan darah hangat ke tanah yang sudah tidak lagi berwarna cokelat melainkan merah pekat.Langit pun menjadi neraka. Jurus-jurus dile
Raungan itu mengguncang tanah terlarang. Tanah bergetar seperti ada naga kuno yang bangkit dari perut dunia. Langit seakan merespons, berubah merah menyala, guratan petir hitam menggores awan. Dalam sekejap, dunia runtuh ke dalam satu tabrakan maha besar—dua lautan pasukan saling menghantam tanpa ampun.Ledakan pertama terjadi saat barisan depan Paviliun Dracarys berbenturan dengan sekte-sekte kecil Felix. Tubuh manusia terhempas ke udara, darah menyembur, kepala bergulir di tanah. Jeritan bercampur dengan deru senjata, membentuk simfoni perang yang memekakkan telinga.Asap hijau beracun dilepaskan, menelan puluhan orang sekaligus. Tubuh mereka meleleh, daging luruh dari tulang hanya dalam hitungan detik. Dari bayang-bayang, pasukan Bayangan Iblis melompat, berlari di atas kepala lawan, memenggal tanpa suara, hanya menyisakan cipratan darah yang hangat menodai tanah.Ravena mengangkat tangannya tinggi, lalu menjentikkan jari. Iblis es raksasa melangkah maju dengan gemuruh. Setiap lang
Langit yang semula memerah karena kabut darah tiba-tiba bergetar hebat. Dari balik awan kelam, terdengar raungan panjang yang menggema, seperti teriakan naga kuno yang baru dibangkitkan dari tidur ribuan tahun. Suara itu menghantam dada setiap prajurit di medan perang, membuat lutut sebagian pasukan sekte kecil bergetar tanpa kendali.Lalu, cahaya keemasan menembus kabut. Ribuan pedang spiritual, tombak bercahaya, dan bendera perang berwarna merah-hitam bermunculan, meluncur dari langit seperti hujan meteorit. Setiap bendera yang tertancap di tanah mengeluarkan gelombang Qi yang membuat bumi berderak.Pasukan Paviliun Dracarys.Mereka datang dengan formasi megah, langkah teratur seakan ribuan kaki itu adalah satu tubuh raksasa. Dari para cultivator ranah Golden Core hingga Heavenly Soul, setiap langkah mereka menggetarkan tanah terlarang, memancarkan aura panas yang membumbung ke angkasa. Qi mereka berbaur, lalu naik dan berputar di udara, membentuk naga-naga ilusi yang berderak, meng
Felix menatap ke kejauhan. Dari ufuk Kota Surgawi, asap hitam menebal, berputar seperti naga yang baru bangun dari tidur panjang. Asap itu naik tinggi, menelan cahaya langit sore, membuat seolah-olah malam tiba lebih cepat dari seharusnya. Namun bukan hanya asap yang membuat bulu kuduknya berdiri. Suara gemuruh yang datang dari balik kabut itu membuat dadanya bergetar—hentakan ribuan kaki yang menghantam tanah serempak, dentingan senjata yang beradu seperti guntur, dan teriakan perang yang mengguncang bumi bagaikan badai prahara.Aura qi yang ikut menyertai gelombang itu… begitu pekat, begitu menekan, hingga udara sendiri bergetar. Felix merasakan tubuhnya seperti diremas tangan raksasa. Napasnya tercekat, dan wajahnya memucat.“Tidak mungkin…” bisiknya, suaranya lebih mirip raungan yang tertahan. Rahangnya mengeras, bola matanya membesar seakan tak percaya dengan apa yang dilihatnya. “Apa lagi ini…?”Kabut pun terbelah.Dari balik tirai kegelapan itu, muncul gelombang pertama. Sebuah
Felix mengepalkan telapak tangannya perlahan. Ratusan tombak emas-merah yang menggantung di langit mendadak bergetar, lalu meledak menjadi serpihan cahaya. Partikel itu jatuh bagaikan hujan bintang sebelum akhirnya lenyap ditelan udara. Axel pun menarik kabut hitamnya, gulungan kegelapan itu kembali ke kehampaan seperti air ditelan pasir. Larxene menghentikan tarian wajahnya; ratusan ilusi yang mengelilingi medan perang berderak, retak seperti kaca, lalu hancur menjadi debu.Kini mereka bertiga berdiri sejajar, langkah mantap, bahu tegak. Dari kejauhan, pemandangan itu bukanlah tiga manusia—melainkan tiga gunung raksasa yang berdiri untuk menutupi matahari. Seolah semua serangan pembuka tadi hanyalah salam hangat… sebelum pesta pembantaian sesungguhnya dimulai.Di sisi lain, Kevin berdiri terengah, napasnya membakar paru-paru seperti api, namun sekaligus menusuk dingin hingga ke tulang. Tubuhnya bergetar bukan karena takut, melainkan karena qi-nya terus terbakar, dipaksa melawan batas.
Felix mengangkat tangannya, lalu menekankan telapak itu ke udara seolah menekan lapisan tak kasat mata yang memisahkan dunia ini dengan kekosongan di baliknya.Dalam sekejap, udara bergolak. Ruang di langit terbelah, dan dari celah itu lahirlah ribuan tombak emas-merah—muncul begitu saja dari kehampaan, berkilauan seperti hujan meteor yang dibekukan di tengah waktu. Cahaya dari ujungnya memantul liar, mengiris awan dan memantulkan bayangan panjang ke tanah.Tombak-tombak itu melayang dalam keheningan yang mencekam, ujungnya bergetar halus, seperti binatang buas yang menahan diri sebelum menerkam. Lalu—tanpa aba-aba, tanpa teriakan perang—semuanya jatuh sekaligus.Udara meraung. Suara angin yang disobek berubah menjadi jeritan tajam, menyayat telinga. Satu per satu tombak menghantam tanah dengan kekuatan yang cukup untuk mengguncang tanah terlarang. Getarannya menjalar ke kaki setiap orang, membuat lutut bergetar dan gigi bergemeretak. Setiap hantaman menciptakan kawah menganga, menghan