Bab Utama : 3/7. Bagaimana nasib Paviliun Vasper?
Suasana di dalam koridor utama Paviliun Vasper sangat mencekam. Asap hitam tipis merayap dari dinding yang hancur, seakan ada sesuatu yang bersembunyi di baliknya. Kevin berjalan paling depan, setiap langkahnya menimbulkan getaran kecil. Ravena dan Valkyrie menyusul di belakang, waspada penuh.Lalu, mereka mendengar suara—serak, dingin, penuh ejekan.“Jadi ini… pewaris Paviliun Drakenis yang katanya bangkit dari kematian. Aku sudah lama menunggu kesempatan melihatmu, bocah.”Dari balik bayangan, muncul sosok tinggi berjubah hitam, wajahnya tertutup topeng dengan ukiran menyerupai tengkorak naga. Aura kegelapan yang ia pancarkan jauh lebih pekat daripada sisa-sisa prajurit tadi—berat, menyesakkan dada, bahkan membuat api spiritual di lorong meredup.Ravena langsung bergumam, wajahnya pucat.“Tidak mungkin… salah satu dari Lima Iblis Jubah Hitam…”Valkyrie meremas gagang pedangnya. “Jadi mereka benar-benar bangkit kembali.”Kevin menatap tajam, matanya menyipit. “Siapa kau?”Sosok itu t
Langkah Kevin bergema berat di atas lantai marmer yang retak. Setiap jejak kakinya disertai letupan aura hitam keemasan yang memecah udara, membuat debu dan pecahan batu bergetar di sekitarnya. Ravena berjalan di sisi kiri, wajah dingin dengan dua bilah pisau spiritual di tangan. Valkyrie di sisi kanan, pedang panjangnya memantulkan cahaya dari api yang masih menyala di sudut-sudut ruangan yang terbakar.Jeritan perempuan tadi—Clara—membimbing mereka semakin jauh ke dalam aula besar Paviliun Vasper yang porak-poranda. Bau darah, daging terbakar, dan debu bercampur menjadi atmosfer neraka yang menyesakkan dada.Tiba-tiba, dari balik bayangan pilar yang masih berdiri, delapan sosok berjubah hitam muncul serentak. Mata mereka memancarkan cahaya merah redup, wajah tersembunyi di balik topeng dengan ukiran simbol ular berbelit. Aura mereka menusuk, ganas, haus darah.Pemimpin mereka melangkah maju, suaranya serak penuh ejekan.“Pewaris Drakenis akhirnya datang… tepat waktu untuk menyaksika
Deru mesin Maybach hitam menggema di antara bukit-bukit sunyi, membelah udara dingin di dini hari. Setiap kali ban melindas retakan aspal, getarannya merambat halus, seolah-olah bumi sendiri ikut menahan napas.Di atas langit, Kurozan melayang rendah. Sayap raksasanya yang hitam kelam mengepak sekali, menimbulkan pusaran angin dingin yang membuat dedaunan berdesir tak wajar. Burung itu tak hanya sekadar penjaga—ia adalah bayangan kematian yang mengikuti Kevin ke mana pun ia melangkah.Di kursi belakang, Kevin duduk tegak, bahunya kaku bagai pilar besi. Aura spiritualnya masih bergolak. Asap rokok tipis mengepul dari jemarinya, melayang samar di udara mobil. Di sampingnya, Ravena menyelipkan jaket kulit ke tubuhnya yang mungil, matanya tak bisa diam—gelisah, penuh tanya yang tak berani ia ucapkan.Sementara itu, Valkyrie mencondongkan tubuh ke depan, jarinya berulang kali mengetuk gagang pedang yang terletak di pangkuannya. Tatapannya tajam, menyapu ke luar jendela seperti binatang bua
Langit pagi di Nagapolis masih kelabu. Kabut tipis menggantung di atas jalan raya yang sepi, namun suara mesin Maybach hitam meraung halus menembus kesunyian itu. Mobil berkilau bagai raja jalanan, meluncur mulus dengan aura mencekam, seolah siapa pun yang melihat akan tahu kendaraan itu bukan milik orang biasa.Di balik kemudi, Lyron menatap lurus ke depan dengan ekspresi dingin. Setiap detail jalan dipantau tanpa lengah, tangan kirinya menggenggam kemudi, sementara tangan kanan selalu dekat dengan pistol yang tersembunyi di samping jok.Di kursi belakang, Kevin duduk tenang, sebatang rokok menyala di jarinya. Asap putih melingkar di udara, kontras dengan tatapannya yang dingin menusuk kaca jendela. Di sampingnya, Valkyrie bersandar dengan tubuh tegak, bersenjata lengkap meski wajahnya datar. Ravena, berbeda, terlihat gelisah...jemarinya terus bermain dengan liontin kecil yang tergantung di lehernya.Dari langit, bayangan besar menyelimuti mobil. KRAAAAK! KRAAAAK! Suara kepakan sayap
Kevin mengangkat dagunya, melangkah maju dengan tenang. Api liar berpendar di matanya. “Kalau begitu,” suaranya rendah namun memotong udara seperti bilah, “biar aku sendiri yang menutup mulutmu. Dasar sampah masyarakat. Tidak berguna sama sekali kau dibiarkan hidup!”Tanah bergetar saat aura Kevin bangkit. Energi emas kehitaman menyembur dari tubuhnya, membelah aspal di bawah kaki. Retakan menyebar cepat memanjang sepanjang jalanan Nagapolis, membuat orang-orang sekitar yang sibuk merekam segera lari ketakutan.Setelah merasakan suasana man terkendali, warga kota kembali merekam pertarungan yang dilakukan oleh Kevin, Valkyrie, Ravena, dan Lyron terhadap pembunuh bayaran bertopeng.Kevin menggerakkan tangannya. Dari ketiadaan, sebuah pedang muncul, tergenggam erat di telapak tangannya seolah memang sejak awal menanti momen ini. Bilahnya berkilau tajam, dilapisi energi petir putih yang menyambar-nyambar di udara.Salah satu penyerang yang masih tersisa sempat berteriak kaget, “K-Kapan i
Kabut pagi yang menggantung di sisi barat Nagapolis pecah berantakan ketika bentrokan energi spiritual meledak di udara ... mengguncang kota yang biasanya sudah sibuk di pagi hari.BRAAANG!!Suara ledakan pertama menggetarkan kaca gedung-gedung di sekitar. Valkyrie sudah melesat ke depan, pedang Arash-no-Hime berkilat biru, memotong udara dengan kilatan petir. Dua musuh yang mencoba menghadang langsung terbelah, darah mereka memercik hangat di aspal dingin.Valkyrie tanpa ampun membantai setiap musuh yang mencoba mencelakai Kevin maupun sahabatnya. Tidak ada lagi belas kasihan. Semua ia pelajari dari Kevin Drakenis. Membiarkan musuh lolos dari kematian hanya akan menimbulkan masalah di kemudian hari. Lebih baik dihabisi sekarang agar semua masalah selesai.“Ravena!” teriaknya.Ravena mengangkat kedua tangannya, udara seketika membeku. Puluhan serpihan es tajam melayang seperti bintang-bintang maut, lalu menghujani musuh dari segala arah dengan kencangnya. Jeritan menggema ketika kulit