Menara Hitam menjulang tinggi seperti pedang raksasa yang menusuk langit kelabu, dindingnya yang terbuat dari batu obsidian murni memantulkan cahaya bulan dengan kilau yang mengerikan.Ukiran naga-naga kegelapan melilit di sekeliling struktur megah itu, mata mereka berpendar merah seperti permata darah yang hidup. Harumnya wangi dupa sandalwood bercampur dengan bau logam dan sesuatu yang lebih gelap menguar dari celah-celah batu, menciptakan atmosfer yang menyesakkan namun penuh kekuatan.Di dalam Aula Kegelapan Abadi, ruang pertemuan terluas di seluruh kompleks Sekte Xuanyin Zong, ratusan kultivator dari berbagai sekte aliran iblis berkumpul dalam formasi yang sempurna. Langit-langit aula menjulang setinggi lima zhang, dihiasi lukisan mural yang menggambarkan pertempuran legendaris antara dewa dan iblis dalam warna-warna gelap yang memukau.Pilar-pilar marmer hitam berukir kepala tengkorak dan tulang bersilang menopang struktur megah itu, sementara lentera-lentera perunggu menggantun
Rong Tian merasakan energi iblis dalam tubuhnya mulai bergolak tidak terkendali.Meridian-meridiannya bergetar hebat, seolah ada naga hitam yang menggeliat dalam dadanya. Mata keemasan mulai berpendar dalam kegelapan, memancarkan cahaya dingin yang membuat bayangan di dinding kuil bergerak seperti makhluk hidup."Zhuangbei, sebaiknya menjauh," katanya sambil berusaha menahan gelombang qi yang mengamuk. Suaranya berubah menjadi lebih dalam dan mengerikan. "Aku tidak bisa mengendalikan diriku jika harus bertarung.""Justru karena itulah aku harus di sini," jawab Imam Zhang Wuji sambil tersenyum dengan ketenangan yang luar biasa. Senyumnya tidak berubah meski menghadapi aura kematian yang menguar dari Rong Tian."Bagaimana jika kita membuat kesepakatan? Jika dalam sepuluh jurus kau tidak bisa mengalahkanku, kau berjanji akan benar-benar mempelajari ajaran Tao untuk menenangkan hatimu."Qi kegelapan mulai mengalir keluar dari tubuh Rong Tian, membentuk pusaran energi yang membuat api ungg
Angin malam bertiup dingin ketika sosok tua berpakaian sederhana memasuki kuil yang runtuh.Langkahnya begitu ringan hingga hampir tidak bersuara, namun setiap jejak kakinya meninggalkan kesan mendalam di tanah berdebu.Jubah katun berwarna cokelat tua yang dikenakannya tampak lusuh namun bersih, sementara tongkat bambu di tangannya berukir sederhana tanpa hiasan mewah. Aura ketenangan mengalir dari sosok itu seperti air jernih yang mengalir perlahan di antara bebatuan.Rong Tian yang sedang duduk memeluk lutut di dekat api unggun yang hampir padam langsung merasakan kehadiran sosok itu. Aura yang menguar dari tubuh orang tua tersebut begitu tenang dan damai, kontras sekali dengan kegelisahan yang berkecamuk dalam jiwanya seperti badai yang tidak pernah reda."Bolehkah penjelajah tua ini ikut menghangatkan diri di api unggun yang indah ini?" tanya orang tua itu dengan suara lembut namun mengandung kebijaksanaan yang mendalam. Matanya yang jernih memancarkan kehangatan meski usianya su
Cahaya lentera kertas merah berkibar lemah di sudut Kuil Dewa Bumi yang telah runtuh, menciptakan bayangan-bayangan menari di antara reruntuhan batu yang dipenuhi lumut.Rong Tian duduk bersila di atas tikar jerami lusuh, punggungnya bersandar pada pilar naga yang telah retak, mata kehitamannya menatap kosong ke arah altar yang sudah tidak tersisa selain puing-puing batu dan dupa kuno yang membusuk.Tujuh hari telah berlalu sejak pembantaian di hutan dekat Jiuyuan Cheng.Tujuh hari dimana ia berkelana tanpa tujuan di gang-gang sempit ibukota, tidur di kuil-kuil tua yang ditinggalkan, berbagi tempat dengan para gelandangan dan pengemis yang hidupnya tergantung pada belas kasihan orang lain.Jubah hitamnya yang dulu gagah kini compang-camping dan kotor, rambutnya kusut seperti sarang burung, wajahnya dipenuhi janggut tipis yang tidak terawat.Aroma kemenyan basi bercampur dengan bau urin dan kotoran manusia yang menguar dari sudut-sudut kuil. Suara tetesan air hujan yang masuk melalui g
Mata di balik topeng itu bersinar dengan cahaya keemasan yang dingin dan mencekam, memancarkan aura kematian yang membuat darah dalam pembuluh nadi membeku. Setiap langkahnya di atas dedaunan kering tidak mengeluarkan suara sama sekali, seolah ia berjalan di atas udara."Siapa yang berani bicara omong kosong hendak membunuhku?" suara dingin dan mencekam bergema dari balik topeng, seolah berasal dari dalam kuburan yang paling dalam dan gelap. Suaranya bergaung di antara pepohonan dengan cara yang tidak natural, menciptakan efek mengerikan yang membuat tulang belakang bergetar.Xu Wei Ming melompat turun dari beruangnya yang sudah sepenuhnya tidak terkendali dan berlari ke semak-semak.Meski jantungnya berdebar kencang seperti genderang perang dan keringat dingin mulai membasahi punggungnya, ia berusaha keras mempertahankan kewibawaannya sebagai pemimpin rombongan."Kami kultivator dari Sekte Iblis Teratai Bulan Perak!" bentaknya sambil mengeluarkan pedang bengkok dari sarung kulit di p
"Lihat itu," bisik Wei Laosan sambil menunjuk ke arahnya dengan sikap meremehkan. "Pemabuk itu akhirnya pergi juga. Sudah mabuk berat dari pagi.""Untung sekali," sahut temannya yang gemuk dengan nada lega. "Bau darah di bajunya itu benar-benar mengganggu nafsu makan. Membuat suasana jadi seram.""Mungkin dia penjahat yang kabur," tambah yang lain sambil menggeleng. "Atau mungkin korban perampokan yang berhasil selamat."Rong Tian keluar dari kedai dan berjalan terhuyung-huyung di jalan yang mulai sepi.Lentera-lentera kertas merah dan kuning berkibar tertiup angin malam yang sejuk, menciptakan bayangan-bayangan panjang yang menari di jalanan batu yang sudah dipakai selama ratusan tahun.Suara langkah kakinya bergema pelan di antara bangunan-bangunan tua dengan arsitektur klasik dinasti kuno.Ketika ia mencapai ujung jalan yang gelap dan sepi, jauh dari pandangan orang-orang, langkahnya tiba-tiba berubah menjadi stabil dan terlatih. Gerakan mabuk yang tadi dipalsukan langsung hilang,