Share

Pewaris Kultivasi Iblis, Raja Kelelawar Hitam
Pewaris Kultivasi Iblis, Raja Kelelawar Hitam
Penulis: Jimmy Chuu

Malam Tak Berbintang.

Penulis: Jimmy Chuu
last update Terakhir Diperbarui: 2025-02-02 19:14:17

Rong Tian melangkah mundur ke bagian terdalam kamarnya dengan napas tersengal-sengal. Jantungnya berdegup kencang seperti genderang perang. Suara kaki empat sosok tinggi besar mengenakan topeng terasa mengancam.

Dia tahu, ini mungkin akan menjadi malam terakhirnya...

>>> 

Kota Biramaki perlahan tenggelam dalam keheningan malam. Jalanan yang ramai tadi siang kini sepi, hanya diterangi oleh lentera-lentera temaram yang bergoyang ditiup angin.

Suara langkah petugas penjaga malam  berderap di kejauhan, mengumumkan bahwa waktu kentongan pertama telah tiba.

Teng – teng – teng. Suara kentongan bergema, menandakan awal malam yang panjang.

Namun, di sebuah kamar sempit dan sederhana di belakang rumah megah Wakil Menteri Adat dan Budaya Kekaisaran Bai Feng, Rong Tian masih terjaga. Kamar itu, meskipun kecil, menjadi saksi bisu kegelisahan yang menggerogoti hatinya.

Hari ini, pengumuman ujian negara telah diumumkan, dan Rong Tian dinyatakan gagal.

Sebagai anak kusir kereta wakil menteri, kehidupan Rong Tian sebenarnya terbilang cukup terpelajar.

Sejak usia delapan tahun, dia sering mengikuti pelajaran sastra dan musik yang diajarkan oleh guru khusus Nona Zhao Hua, putri Wakil Menteri Zhao Ming. Hubungan mereka awalnya hanya sekadar pertemanan, namun seiring berjalannya waktu, benih-benih cinta mulai tumbuh di antara mereka.

Rong Tian pernah berjanji pada Zhao Hua bahwa dia akan lulus ujian negara dan menjadi pejabat kekaisaran, agar layak melamarnya.

Namun, nasib berkata lain. Meskipun Guru Hui Yan, pengajar sastra dan seninya, yakin bahwa kemampuan Rong Tian lebih dari cukup untuk lulus, kenyataan pahit harus diterimanya.

Di kejauhan, suara penjaga malam terdengar keras, memecah kesunyian malam.

“Kuncilah pintu rapat-rapat! Jangan beri peluang pada pencuri! Periksa lagi api di dapur, ini musim panas. Jangan biarkan api membakar rumah kalian!”

Tiba-tiba, suara ketukan pintu memecah keheningan.

Tok – tok – tok.

Jantung Rong Tian berdegup kencang. Adrenalinya langsung memuncak. “Zhao Hua?” pikirnya, harap-harap cemas.

Seharian setelah pengumuman kegagalannya, Rong Tian berusaha menahan diri untuk tidak menjumpai kekasihnya. Dia tak ingin Zhao Hua melihatnya dalam keadaan lemah dan penuh kekecewaan.

Dan, malam ini, seperti biasa, mereka seharusnya bertemu di taman belakang, diam-diam, untuk berbagi cerita.

NGIIK! Suara pintu berderit ketika dibuka.

Namun, kata-kata Rong Tian terhenti di ujung lidah. Bukan Zhao Hua yang berdiri di depan pintu.

Empat sosok pria bertubuh tinggi besar menghalangi pandangannya. Mereka mengenakan pakaian serba hitam, wajahnya tertutup rapat, hanya menyisakan mata yang memancarkan aura dingin dan mengancam.

“Si–siapa kalian?” Rong Tian bertanya, suaranya gemetar, meskipun dia berusaha keras untuk tetap tenang. Ia berjalan mundur di kamarnya yang kecil. Namun tak ada ruang lagi untuk melarikan diri.

“Siapa kami?” suara serak salah satu pria bertopeng menjawab, dingin dan tanpa emosi. “Kamu akan tahu setelah dibawa pergi dari kediaman wakil menteri!”

Kalimat itu menjadi hal terakhir yang didengar Rong Tian sebelum segalanya berubah gelap. Sebuah pukulan keras mendarat di batang lehernya, menghilangkan kesadarannya seketika.

Keempat pria bertopeng itu bergerak cepat dan terlatih.

Mereka menyeret tubuh Rong Tian dengan hati-hati, seolah menghindari meninggalkan jejak yang tidak perlu.

Yang mengejutkan, mereka tampak sangat akrab dengan tata letak kediaman wakil menteri. Mereka melewati lorong-lorong sempit, bahkan area yang jarang dilewati oleh penjaga sekalipun, seolah sudah menghafal setiap sudutnya.

Tak lama, mereka tiba di bagian belakang kediaman. Di sana, sebuah kereta kuda sudah menunggu, ditarik oleh dua ekor kuda yang tampak kuat dan terlatih.

Keempat pria itu melemparkan tubuh Rong Tian ke dalam kereta dengan gerakan cepat namun terukur.

Tanpa membuang waktu, kereta itu segera bergerak, melesat ke arah barat, meninggalkan kediaman wakil menteri tanpa jejak.

Malam yang sepi pecah oleh derap kaki kuda yang berirama, membawa sosok Rong Tian menjauh dari segala yang dia kenal. Tak ada yang melihat, tak ada yang mendengar, dan tak ada yang tahu apa yang sebenarnya terjadi.

Keesokan harinya, kediaman wakil menteri gempar. Rong Tian dinyatakan hilang.

 Banyak yang berspekulasi bahwa dia, putus asa karena kegagalannya dalam ujian negara, memilih untuk mengakhiri hidupnya dengan melompat ke Lautan Donghai, lautan luas di sisi utara Kota Biramaki.

Namun, tak ada yang benar-benar tahu apa yang terjadi pada pemuda itu.

>>>> 

Rong Tian terbangun, sinar matahari menyilaukan matanya.

“Kepalaku sakit. Apa yang terjadi?” bisiknya pelan, mencoba meluruskan tubuhnya yang pegal.

Namun, seketika dia terkejut. Tangan dan kakinya terikat erat dengan tali tambang yang kasar.

Lebih mengejutkan lagi, dia menyadari bahwa dirinya sedang berada di dalam kereta kuda yang berguncang, melaju ke suatu tempat yang tidak dia ketahui.

“Bagus! Kamu sudah bangun,” suara serak yang familiar terdengar dari sudut kereta.

Rong Tian menoleh ke arah suara itu dan melihat tiga sosok pria berpakaian serba hitam. Kali ini, mereka tidak lagi mengenakan topeng, memperlihatkan wajah-wajah yang keras dan tak bersahabat.

“Aku ditawan. Entah oleh siapa? Dan aku tak tahu apa kesalahanku...” gumamnya pelan, mencoba mengingat-ingat kejadian semalam.

Sebagai seorang terpelajar, Rong Tian tahu dirinya dalam bahaya. Namun, dia berusaha tetap tenang, mencari celah untuk berpikir jernih.

“Tuan, apa salahku? Mengapa aku ditawan? Aku bukan orang penting. Tolong lepaskan aku...” katanya, mencoba membujuk dengan nada merendah.

Namun, bukannya belas kasihan yang dia dapat. Sebaliknya, salah satu pria dengan bekas luka di wajahnya menghampiri dan menamparnya keras.

PLAK!

“Bocah tak tahu diri! Sudah syukur kami tidak diperintah membunuhmu. Masih saja bertanya-tanya, apa kesalahanmu!” pria itu meludah ke wajah Rong Tian setelah melepas tamparannya.

Rong Tian terdiam, menahan rasa sakit yang menyebar di pipinya. Tamparan itu begitu keras, hingga sebagian giginya terasa goyah. Dia bahkan bisa merasakan aroma amis di mulutnya, pertanda bahwa darah mulai mengalir.

Meskipun begitu, dalam keheningan, tatapan mata Rong Tian melotot tajam ke arah pria yang menamparnya. Tidak ada ketakutan di matanya, hanya keinginan untuk tahu, untuk memahami mengapa ini terjadi padanya.

Pria itu tampak semakin marah. “Kamu menantangku, bocah?” suaranya menggeram, tangannya sudah mencabut belati dari pinggangnya, siap menggorok leher Rong Tian.

Namun, pria bersuara serak yang tampaknya adalah pemimpin kelompok itu segera menahan tangan pria berbekas luka.

“Hentikan! Kita diminta hanya membuangnya di Gurun Hadarac! Tidak untuk menghabisi dia di sini! Biarkan dia disantap serigala lapar atau hewan buas lainnya di padang gurun! Dia tetap akan mati!”

Mendengar kata-kata itu, bulu kuduk Rong Tian berdiri.

“Gurun Hadarac? Tempat terkutuk itu?” pikirnya, jantungnya berdegup kencang.

Pemimpin kelompok itu mendengus dingin. "Mengapa terkejut? Orang miskin sepertimu berani berhubungan dengan gadis bangsawan. Bukankah Gurun Hadarac tempat yang pantas untuk menghukum rakyat jelata sepertimu?"

>>> 

Gurun Hadarac bukan sekadar padang pasir gersang. Konon, tempat itu dihuni oleh makhluk buas, binatang iblis, dan bahkan hantu-hantu gentayangan yang lapar.

Siapa yang tega memerintahkan pembunuh bayaran untuk membuang Rong Tian ke tempat seperti itu? Pertanyaan itu menggelayut di hatinya, membakar rasa penasaran dan ketidakrelaannya.

“Setidaknya beri tahu siapa yang memerintahkan ini, dan apa motifnya membuatku sengsara begini. Aku tak rela mati dalam keadaan penasaran!”

Bersambung

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Nita Novri
baru mulai baca.. mudah2an bagus ceritanya..
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Pewaris Kultivasi Iblis, Raja Kelelawar Hitam   Tempat Yang asing.

    Sekejab setelah memaksakan diri sadar dari kecanggungan mimpi...Dengan susah payah, Rong Tian membuka matanya. Langit biru terbentang di atasnya, awan-awan putih berarak perlahan seperti domba-domba yang digembala angin.Ia tidak lagi berada di bawah pohon pinus, melainkan di sebuah pondok sederhana dengan atap jerami."Ah, tuan muda sudah sadar," sebuah suara lembut menyapa telinganya.Rong Tian menoleh perlahan, menemukan seorang gadis muda duduk di sampingnya.Gadis itu mungkin berusia enam belas atau tujuh belas tahun, dengan kulit kecoklatan yang terbakar matahari dan rambut hitam panjang yang dikepang sederhana. Pakaiannya terbuat dari kain kasar berwarna biru laut, khas pakaian nelayan di pesisir timur."Minumlah ini," gadis itu menyodorkan mangkuk berisi cairan hijau kecoklatan yang mengepul. "Ramuan obat dari rumput laut dan akar pinus merah. Akan membantu mengurangi rasa sakit dan mempercepat pemulihan."Dengan bantuan gadis itu, Rong Tian berhasil duduk dan menerima mangku

  • Pewaris Kultivasi Iblis, Raja Kelelawar Hitam   Harga Sebuah Kekuatan.

    Langit timur mulai memudar dari hitam pekat menjadi biru kelabu, seperti tinta yang perlahan tercuci air.Cahaya pertama matahari mengintip malu-malu dari balik horizon, menyentuh awan-awan dengan semburat keemasan. Burung-burung mulai bernyanyi, menyambut hari baru dengan melodi yang riang.Di tengah keindahan pagi yang damai itu, sebuah sosok hitam terbang dengan kecepatan tinggi. Sayapnya yang lebar mengepak lemah, semakin lama semakin tidak beraturan.Tubuh kelelawar raksasa itu bergetar, energi hitam keunguan yang menyelimutinya mulai memudar.Tiba-tiba, sosok itu berhenti di udara. Sayapnya mengepak putus asa, berusaha mempertahankan ketinggian. Namun energi yang tersisa tidak cukup.Dengan suara melengking lemah, kelelawar raksasa itu mulai terjatuh.Saat tubuhnya meluncur ke bawah, sosok kelelawar itu berubah. Sayap hitam menyusut, tubuh besar mengecil, hingga yang tersisa hanyalah sosok manusia dalam balutan jubah hitam yang berantakan.Rong Tian, sang Raja Kelelawar Hitam, j

  • Pewaris Kultivasi Iblis, Raja Kelelawar Hitam   Sang Pewaris Kegelapan – Part II.

    Jimat itu melesat di udara seperti kilatan cahaya hitam, terlalu cepat untuk dihindari.Jimat tersebut menempel tepat di mulut Xiao Yunhai, menciptakan cahaya ungu kehitaman yang menyebar ke seluruh wajahnya.Pangeran Mahkota mencoba berteriak, namun tidak ada suara yang keluar. Mulutnya terkunci rapat, seolah dijahit oleh benang tak terlihat.Keringat dingin semakin deras mengalir di wajah Xiao Yunhai yang kini dipenuhi ketakutan murni. Tangannya berusaha melepaskan jimat tersebut, namun setiap sentuhan hanya membuat rasa sakit menjalar ke seluruh tubuhnya."Pangeran Mahkota!" seru para pengikutnya dengan panik.Lin Xiaoyu dan Zhao Jingyi, dua murid Sekte Hua San, melangkah maju dengan wajah pucat. Mereka membungkuk dalam ke arah Rong Tian."Tuan Rong," ucap Lin Xiaoyu dengan suara yang berusaha tetap tenang, "atau harus kami panggil Raja Kelelawar Hitam? Kami mohon ampuni Pangeran Mahkota. Dia hanya... terbawa emosi.""Benar," tambah Zhao Jingyi. "Meski dia telah bersikap tidak sopa

  • Pewaris Kultivasi Iblis, Raja Kelelawar Hitam   Sang Pewaris Kegelapan.

    Ketakutan merayap di seluruh Kota Daqi seperti kabut beracun yang tak terlihat namun terasa mencekik.Jantung ribuan penduduk berdegup kencang dalam dada mereka, napas tertahan di tenggorokan yang mendadak kering. Bahkan mereka yang berada jauh dari Penginapan Awan Perak merasakan aura mencekam yang mengambang di udara malam.Di distrik timur, seorang ibu muda terbangun dengan keringat dingin membasahi seluruh tubuhnya. Bayi dalam gendongannya menangis tanpa henti, seolah merasakan ancaman yang tak terlihat."Ada apa ini?" bisiknya pada kegelapan, matanya melebar oleh ketakutan yang tak bisa dijelaskan.Di kuil kecil di pinggiran kota, lilin-lilin pemujaan mendadak padam bersamaan, meski tidak ada angin yang bertiup. Para biksu yang sedang bermeditasi membuka mata mereka, wajah mereka pucat pasi."Energi iblis," bisik biksu tertua, tangannya gemetar saat membentuk mudra perlindungan.Di menara pengawas, para penjaga malam saling berpandangan dengan cemas.Langit malam yang biasanya di

  • Pewaris Kultivasi Iblis, Raja Kelelawar Hitam   Seruling Pengundang Kegelapan.

    Kembali ke keadaan yang kacau di penginapan..."Tembak!"Para pemanah mengarahkan anak panah mereka ke paviliun Rong Tian, ujung-ujung tajam berkilau dalam kegelapan seperti bintang-bintang jatuh yang siap menghujam bumi."Lepas!" teriak Xiao Yunhai, tangannya menghempas udara dengan gerakan tajam.Dalam sekejap, ratusan anak panah melesat ke udara, menciptakan desiran tajam yang membelah keheningan malam. Suara itu mengingatkan pada ribuan sayap serangga yang terbang bersamaan, mengerikan dan mengancam. Panah-panah berkilau dalam cahaya bulan seperti hujan perak yang mematikan, melengkung indah di langit malam sebelum menukik tajam menuju paviliun Rong Tian.Aroma logam dan minyak yang digunakan untuk merawat anak panah tercium samar di udara, bercampur dengan bau keringat para prajurit yang tegang menunggu hasil serangan mereka.Wajah Xiao Yunhai mengeras dalam kepuasan kejam, matanya tak berkedip mengikuti lintasan panah-panah yang siap menghujani targetnya.Bibirnya melengkung da

  • Pewaris Kultivasi Iblis, Raja Kelelawar Hitam   Pertempuran Neraka di Penginapan.

    Dari teras pavilliun, dilingkari hawa kegelapan.Rong Tian hanya tersenyum tipis, tidak menjawab pertanyaan tersebut. Ia mengangkat seruling hitamnya, memposisikannya di bibir."Mungkin sudah waktunya kalian melihat apa yang sebenarnya bisa dilakukan oleh seorang kultivator iblis," ucapnya dengan suara rendah yang mengandung ancaman tersembunyi.Namun sebelum bibirnya menyentuh seruling, sebuah suara lantang memecah keheningan malam."Berhenti!"Rong Tian menoleh, matanya menangkap sosok Pangeran Mahkota Xiao Yunhai yang berdiri di atap bangunan tak jauh dari paviliunnya. Di belakangnya, puluhan prajurit kekaisaran berbaris rapi, siap menerima perintah."Rong Tian," seru Xiao Yunhai, suaranya penuh otoritas. "Serahkan kotak itu, dan aku akan membiarkanmu pergi meninggalkan Kekaisaran Yue Chuan dengan selamat. Ini kesempatan terakhirmu."Rong Tian mengangkat alisnya, sedikit terkejut dengan kehadiran Pangeran Mahkota dan pasukannya. Namun keterkejutannya berubah menjadi kewaspadaan saa

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status