/ Pendekar / Pewaris Pedang Sulur Naga / Bab 6. Wewangian di Malam Hari

공유

Bab 6. Wewangian di Malam Hari

작가: Eka wa
last update 최신 업데이트: 2022-07-05 21:24:19

Malam itu Sekar Pandan dan Mahisa Dahana bermalam di tepi sungai Berantas. Hawa dingin di alam terbuka menjadi hangat seketika saat api unggun telah dinyalakan. Bau harum yang lembut seketika berpendar . Kening Mahisa Dahana berkerut. Dia heran, di dalam hutan kenapa ada wewangian seharum ini?

Diam-diam tangannya meraba gagang pedang yang ada di pinggangnya. Dia yakin ada seorang perempuan yang tengah mengintai mereka berdua di tempat itu. Dan perempuan yang selalu memakai wewangian di hutan pastilah dia dari golongan hitam.

Cukup lama pemuda itu bersiap siaga.

Sekar Pandan yang mengira memang ada tamu tak diundang ikut bersiap. Dia kerahkan semua panca inderanya untuk mengetahui keberadaan tamu itu.

Karena yang ditunggu tidak berani muncul menampakkan batang hidung, Mahisa Dahana berdiri menantang. "Nisanak, keluar lah! Jangan hanya sembunyi. Kami bukan orang jahat dari golongan hitam. Keluarlah, Nisanak …!"

Tak ada suara. Hanya suara jangkrik dan gemericik air sungai yang terdengar.

Mahisa Dahana mengedarkan pandangan menembus kegelapan. Angin malam berhembus menyebarkan bau harum itu kembali.

"Sepertinya perempuan yang menebarkan bau harum itu tetap tidak mau muncul," tukas Mahisa Dahana memandang Sekar Pandan yang tengah menikmati daging ikan bakar.

Tiba-tiba Sekar Pandan tertawa. Tanpa suara.

"Kenapa Nini tertawa?"

Sekar Pandan menahan tawa dengan menutup mulutnya. Rupanya Mahisa Dahana mengira bahwa bau harum yang sejak tadi tercium berasal dari seseorang yang mengintai mereka. Pemuda itu tidak tahu, bahwa bau harum itu berasal dari bau alami tubuhnya yang hanya keluar jika malam hari.

Mahisa Dahana mendengus. Memiliki teman yang tidak bisa bicara sama saja dengan bicara sendiri.

Sekar Pandan merasa kasihan pada kawan barunya ini, maka dia meraih satu ranting lalu mendekati tempat duduk Mahisa Dahana. Dengan ranting itu dia menggores tanah di depan laki-laki muda itu.

BAU HARUM ITU BERASAL DARIKU, KAKANG.

Wajah Mahisa Dahana mendongak. Dan benar. Bau harum itu semakin tercium santer masuk ke dalam hidungnya. Bau harum yang berasal dari tubuh gadis berkain hijau ini lah yang tadi dia kira adalah musuh yang tengah mengintai. Menyadari kekeliruannya, Mahisa Dahana tertawa terpingkal.

"Hahaha, aku bodoh sekali. Aku pikir bau harum ini berasal dari seorang wanita yang tengah mengintai kita. Ternyata dugaanku salah." Sekar Pandan kembali duduk ke tempatnya.

Mahisa Dahana memandangi Sekar Pandan yang kembali melanjutkan makannya. Gadis ini masih belasan warsa, tapi memiliki raga yang luar biasa cantik. Kulitnya halus seperti para putri keraton yang rajin merawat diri dengan lulur mangir dan kuning kulitnya seperti kuningnya buah langsat. Rambut hitamnya yang lebat bergelombang sepinggul menambah pesonanya.

Hidungnya yang mancung itu bagai rautan lilin dengan sepasang bola mata yang sebening telaga dihiasi bulu lentik yang memesona.

Bibirnya merah meranum dan jika tertawa, ada gingsul yang menyihir siapa pun yang menatapnya.

Gadis ini bukan gadis desa yang lemah. Atau seorang putri keraton yang membutuhkan pengawalan dari prajurit pilihan. Dia seorang pendekar wanita. Dari gagang pedang yang ia sandang saja sudah menunjukkan bahwa pedang itu bukan pedang biasa. Itu pedang pusaka yang cantik dan luar biasa.

Mahisa Dahana lupa menarik pandangannya yang sejak tadi berlabuh pada diri Sekar Pandan. Sehingga saat gadis cantik itu mendadak balik menatapnya, dia geragapan. Sambil salah tingkah pemuda berkain tambal-tambal itu menunduk. Berharap Sekar Pandan tidak melihat perubahan wajahnya yang malu karena ketahuan telah menatap diam-diam padanya.

Tapi rasanya memang rugi bandar jika makhluk secantik itu dihiraukan. Perlahan dia mengangkat wajahnya yang sebenarnya tampan, hanya saja kurang perhatian dengan rambut yang sedikit awut-awutan sebahu. Ditambah pancaran sinar matanya yang tanpa gairah hidup, membuat penampilan Mahisa Dahana menyedihkan.

Saat dia kembali menatap Sekar Pandan, gadis itu ternyata masih menatapnya. Dua pasang mata saling pandang. Dada Mahisa Dahana berdegup kencang memompa darahnya lebih cepat. Ada hawa hangat yang mengalir cepat ke seluruh tubuhnya. Membuat dirinya merasa bergairah. Hal yang belum pernah dialami.

Jika selama ini hidupnya dingin tanpa gairah hidup, tapi saat ini ketika bersama Sekar Pandan ia merasa hidupnya lebih berwarna.

Perlahan sudut mulutnya tertarik ke samping, menciptakan garis senyum yang manis.

Sekar Pandan pun membalas senyum pemuda berusia dua puluh warsa itu. Dia berharap, Mahisa Dahana ini akan menjadi kawan baik seperti Raden Prana Kusuma yang saat ini telah pulang ke Trowulan.

"Kau biasa memakai wewangian jika malam hari, Nini?"

Sekar Pandan menggeleng.

"Lalu?"

Gadis itu kembali menorehkan huruf demi huruf sansekerta di atas tanah.

ITU BAU ALAMI TUBUHKU, KAKANG.

Mahisa Dahana membaca tulisan itu. Walaupun dia hidup di sebuah tempat yang jauh dari keramaian, lebih tepatnya di Bukit Tengkorak. Gurunya yang aneh itu tetap mengajarkan baca tulis. Walaupun kurang pandai, Mahisa Dahana masih bisa membaca tulisan gadis berbau harum ini.

"Luar biasa, baru kali ini aku bertemu gadis unik sepertimu, Nini." Sekar Pandan tertunduk malu. Pemuda itu melanjutkan kembali kalimatnya, "kau pendekar wanita yang berilmu tinggi, pasti memiliki julukan."

Sekar Pandan mengernyit tidak mengerti.

"Nini seorang pendekar wanita yang cantik bagai Dewi. Dan memiliki bau alami yang harum di malam hari. Pantasnya Nini mendapat julukan … Dewi Malam."

Sekar Pandan tertawa memamerkan gigi gingsulnya.

"Nini tidak suka?"

Sekar Pandan menggeleng.

Mahisa Dahana berpikir keras membuatkan julukan yang tepat untuk Sekar Pandan. Gadis itu menunggu dengan memeluk lutut. Hatinya demikian gembira karena akan mempunyai julukan seperti para pendekar digdaya lainnya. Kelak,jika dia pulang ke perguruan Pulau Pandan, dia akan memamerkan julukannya itu pada bibi pengasuh dan saudara seperguruannya di sana.

Biar semua orang tahu, bahwa tidak hanya kedua ayah angkatnya saja yang memiliki

julukan, yaitu si Muka Merah dan si Muka Putih. Dirinya pun memiliki.

이 책을 계속 무료로 읽어보세요.
QR 코드를 스캔하여 앱을 다운로드하세요

최신 챕터

  • Pewaris Pedang Sulur Naga    Bab 239. Ketetapan Hati

    Istri kepala dusun dan Nyai Kriwil merawat Sekar Pandan dengan baik sehingga kesehatan gadis itu pulih dengan cepat. Pagi-pagi sekali, keduanya berpamitan kepada orang-orang baik itu untuk melanjutkan perjalanan ke kota raja Majapahit. Sebelum meninggalkan rumah kepala dusun, Raden Prana Kusuma memberikan seikat gobog kepada Ki Kriwil.Lelaki tua itu hanya menatap gobog di tangan pemuda gagah itu dengan tatapan heran. " Untuk apa uang itu, Raden?""Pondok Ki Kriwil telah rusak karena kami. Ini ada sedikit ....""Tidak perlu. Pondok yang rusak bisa diperbaiki secara gotong royong. Di dusun ini banyak ditumbuhi bambu, dengan kerjasama beberapa warga pondok itu akan cepat selesai. Raden lebih membutuhkan gobog itu daripada kami karena harus menempuh perjalanan jauh." Dengan tersenyum penuh pengertian Ki Kriwil mendorong tangan Raden Prana Kusuma yang menyodorkan gobog."Kami terbiasa mengembara, Ki. Seorang pengembara tidak akan kelaparan di tengah

  • Pewaris Pedang Sulur Naga    Bab 238. Pendekar Tampan Berambut Putih.

    Jantung Raden Prana Kusuma berdesir. Tatapannya nanar pada lelaki yang memiliki tinggi yang sama dengannya itu.Dengan wajah kebingungan pemuda itu bertanya, "Kau tahu namaku?""Bagaimana aku tidak tahu diriku sendiri." Jawaban lelaki berambut putih panjang itu makin membuat Raden Prana Kusuma diliputi pertanyaan. Selama ini mereka tidak pernah bertemu. Orang itu tadi mengatakan apa? Dia adalah dirinya? Alis pemuda Majapahit itu berkerut. Pikirannya masih sulit mencerna.Dalam kebingungannya, dia hanya diam saat lelaki tampan berambut putih itu menggeser tempatnya. Tanpa menunggu persetujuan Raden Prana Kusuma, lelaki itu menyingkirkan kain penutup tubuh Sekar Pandan pelan. Tubuh itu seperti tidak terluka apapun karena istri kepala dusun telah membelitkan selembar ken atau jarit ke tubuh Sekar Pandan."Hm, bagaimana mungkin kau akan meninggalkan dunia ini, jika anak kita belum lahir." Raden Prana Kusuma kurang jelas dengan gumaman lelaki

  • Pewaris Pedang Sulur Naga    Bab 237. Lelaki Tampan Berambut Putih

    Kepala dusun segera menyahut dan mempersilakan mereka beristirahat di rumahnya. Pagi itu, Raden Prana Kusuma membawa Sekar Pandan ke rumah kepala dusun untuk mengobati lukanya. Pedang Sulur Naga yang menjadi penyebab semua itu diambil Ki Kriwil dengan rasa takut.Di rumah kepala dusun, Sekar Pandan dirawat Raden Prana Kusuma siang dan malam tanpa henti. Hasilnya belum ada tanda kalau gadis itu akan sadar. Dengan wajah penuh kegelisahan, Raden Prana Kusuma duduk di tepi balai-balai yang beralaskan selembar tikar pandan. Matanya tidak ingin beralih dari wajah pucat di depannya.Keadaannya sendiri cukup berbahaya karena setiap saat harus menyalurkan hawa murni ke tubuh Sekar Pandan. Jika diteruskan, tidak mustahil pemuda itu akan cidera bahkan bisa tewas. Akan tetapi, tidak ada yang sanggup mencegah seandainya ada yang tahu hal itu. Kepala dusun memang pernah sedikit belajar tentang ilmu kanuragan. Mengenai hal detail itu dia belum banyak mengerti. Yang dia ketahui ha

  • Pewaris Pedang Sulur Naga    Bab 236. Terluka

    "Prana ... Prana Kusuma, kau ... Pemuda hebat! Aku mengaku ... ka-kalah!" Dari mulut Hang Dineshcarayaksa menyembur cairan merah yang sama. Dia menoleh sekilas. Sosok di atasnya tampak buram dan berubah bayang-bayang. Raden Prana Kusuma menahan tangannya di udara."Tapi aku puas. Setelah aku ... tiada, dia juga pasti tiada, kau tidak akan bisa bersama ... gadis itu," ujarnya terbata. Senyum licik tersungging di bibir. Kemarahan pemuda Majapahit itu sudah sampai ubun-ubun. Ditatapnya lawan lemah tidak berdaya di bawah kakinya. Lawan itu ingin segera dihabisi karena telah mencelakai Sekar Pandan."Kau memang telah kalah. Kalah oleh keserakahanmu sendiri, Kisanak. Bersiaplah menjemput maut. Maut yang kau kejar sampai ke tempat ini. Sekar Pandan akan selamat karena aku tidak akan membiarkan sesuatu terjadi padanya," lirihnya menahan geram.Wajah tampan Raden Prana Kusuma mengeras dengan gigi geraham menggertak kuat. Sepasang mata yang biasanya teduh menenangka

  • Pewaris Pedang Sulur Naga    Bab 235. Tumbangnya Sang Penguasa Jurang.

    Terbukti, pundaknya telah mengeluarkan darah. Berkali-kali dia menggeram dan meraung layaknya hewan buas.Dua anak muda itu saling pandang, seolah telah menyepakati sebuah rencana bagus untuk mengalahkan lawan. Ikatan batin yang telah terjalin selama hampir dua tahun membuat mereka mampu mengartikan jalan pikiran masing-masing. Tubuh Sekar Pandan melesat dari satu pohon ke pohon lainnya membentuk lingkaran sambil terus menghujani Hang Dineshcarayaksa dengan pukulan Ajian Ombak Memecah Karang.Sinar kekuningan yang melesat dari tangan Sekar Pandan bagai hujan bintang dari langit. Setiap sinar tidak mengenai sasaran, maka akan menghantam apa saja yang ada di depannya. Suara keras disusul robohnya pohon mengubah malam yang awalnya tenang menjadi neraka.Sementara itu, Keris Naga Kemala juga masih terus menyerang tanpa henti. Kali ini keris itu berhasil melukai pinggang Hang Dineshcarayaksa."Aaaaarrgg!"Raungan sang penguasa dasar jurang Hun

  • Pewaris Pedang Sulur Naga    Bab 234. Berebut Pedang.

    Sekar Pandan membawa pedang di tangannya demikian lincah. Menyelinap di bagian tubuh Hang Dineshcarayaksa yang terbuka tanpa perlindungan. Senyum yang semula lebar pada Hang Dineshcarayaksa kini berubah cemas.Pasalnya, pedang itu seperti bernyawa di tangan pemiliknya. Berkali-kali, mata pedang hampir melukai kulit gelap sang penguasa dasar jurang Hung Leliwungan."Sontoloyo! Gadis ini sekarang lebih hebat dari sebelumnya," gumam laki-laki tinggi besar itu.Hang Dineshcarayaksa melompat ke belakang dan terus melayang menggunakan ilmu meringankan tubuh, sementara Pedang Sulur Naga yang ujungnya mengarah ke dadanya terus mengejar tanpa ampun.Dia memutar tubuhnya kemudian mengayunkan ujung tulang di tangannya ke punggung Sekar Pandan. Gadis itu terkesiap. Cekatan tubuhnya membungkuk lalu melemparkan ujung selendang dari jarak dekat ke lawan.Tangan kiri Hang Dineshcarayaksa menangkap ujung selendang dengan cepat, memutar, dan menarik kuat k

더보기
좋은 소설을 무료로 찾아 읽어보세요
GoodNovel 앱에서 수많은 인기 소설을 무료로 즐기세요! 마음에 드는 책을 다운로드하고, 언제 어디서나 편하게 읽을 수 있습니다
앱에서 책을 무료로 읽어보세요
앱에서 읽으려면 QR 코드를 스캔하세요.
DMCA.com Protection Status