BERSAMBUNG
Agar tak di curigai, Mahyudin buang pembungkusnya dan begitu ada penjudi yang pergi karena kehabisan uang. Mahyudin tanpa ragu duduk menggantikannya dan bersebelahan dengan Komandan Horata yang malam ini lagi happy dan di depannya banyak uang kertas tersusun rapi.Tanda dia sedang menang judi malam ini…!“Ha-ha-ha…hoky au double malam, tadi malam berhasil tumpas kaum pemberontak, malam ini aku menang banyak,” cetus si Komandan ini dengan wajah ceria.Geisha cantik terlihat menggelayut di sampingnya, dan sesekali dia mencium pipi si Komandan Horata, satu lembar uang yen langsung dia susupkan ke baju kimono geisha ini sambil remas payudaranya, Komandan Horata cuek saja tingkahnya di tonton banyak orang.Jepang di masa itu sudah gunakan uang kertas yang nilai 1 yen dan setara dengan 1,5 gram emas murni.“Heii anak muda kamu mau main juga, berapa modal kamu?” ejeknya, anggap remah Mahyudin.Mahyudin ambil uang kertasnya yang jumlahnya hanya satu bebat, hingga si Komandan Horata terkekeh.
“Benar Yokito, agaknya tadi malam memang sudah di rencanakan, yakni sengaja hadang dan bantai kami semua. Jangan-jangan hanya aku yang selamat?” gumam Mahyudin.“Hmm…bisa jadi, bahkan kamu kini wajib hati-hati, kalau-kalau kamu pun sedang di cari-cari untuk di habisi,” sahut Yokito.Tiba-tiba si ART ini datang. “Nona Yokito, tuan Komandan Horata sedang menuju ke sini!”Mahyudin dan Yokito saling pandang, si ART tadi lalu pergi menjauh.“Udin San, kamu bersembunyi dulu di kamar itu,” bisik Yokito sambil menarik tangan Mahyudin dan membawanya ke kamar pribadinya untuk bersembunyi.Baju kimono bekas Mahyudin tadi sudah disingkirkan, pedang samurainya buru-buru Mahyudin bawa dan kini di sembunyikannya di balik bajunya.“Yokito…he-he, kangen sekali aku ingin dengar suara merdu kamu, aku saat ini sedang bahagia, tugasku tadi malam beres, semua pemberontak sudah di basmi di hutan pinggiran kota ini. Walaupun banyak anak buahku yang tewas, tapi Saigo Takamori sudah tewas bunuh diri…anak buahn
“Panjang kisahnya, aku baru saja bertarung dengan para ninja. Oh ya, aku belum sarapan, bertarung tadi malam sangat menguras tenaga, bolehkah aku minta makan…nanti kalau ada uang aku bayar!” sahut Mahyudin blak-blakan.Si geisha ini menatap sesaat wajah Mahyudin yang masih basah rambut dan juga pakaiannya, lalu mengangguk sambil senyum, agaknya dia tak ada ketakutan sama sekali dengan pemuda ini.Sebagai seorag geisha, wanita cantik ini sudah terbiasa berhadapan dengan beragam jenis pria, tak terkecuali si Satria Samurai ini.“Ikuti aku,” katanya singkat sambil bawa cuciannya dan Mahyudin pun tak ragu wanita ini, pedangnya sudah dia sarungkan lagi dan di sembunyikan di balik baju kimononya.Beberapa geisha lain yang melihat keduanya memandang senyum-senyum saja.Bagi mereka jalan dengan laki-laki di sini bukan pemandangan aneh, yang aneh hanya baju Mahyudin basah dan wajahnya yang bukan ‘asli’ orang Jepang.“Pagi-pagi udah main basah-basahan saja, tapi pria-nya kok ganteng ya,” batin
Bunyi ayam jantan terdengar dari kejauhan, tanda sudah masuk pagi dan tepat satu orang terakhir meregang nyawa terkena sabetan pedang samurai Mahyudin.Suasana mendadak sunyi, Mahyudin pun kini bingung kemana harus menuju, akhirnya dia jalan sekenanya saja, dengan harapan bertemu rombongannya tadi.“Kemana rombongan Tuan Saigo Takamori, juga Ano Tanaka serta Tuan Ogohara dan yang lainnya? Apakah mereka juga berhasil kalahkan musuh-musuh itu, atau malah terbunuh…?” batinnya bingung sendiri, sambil terus menyusuri jalan hutan ini.Namun Mahyudin malah nyasar menuju ke Kota Tokyo.Dari sebuah lembah, Mahyudin tentu saja bertahan dan tak mau sembarangan turun ke ramaian, di mana saat ini pagi sudah menjelang dan banyak warga yang mulai beraktivitas.Dari kejauhan Mahyudin melihat sebuah perumahan yang terpisah-pisah, tertulis plang dengan tulisan ‘Bunga Sakura’, tanpa ragu diapun menuju ke sana.Mahyudin sama sekali tak tahu, kalau tempat ini adalah sebuah lokalisasi legal yang ada di ping
Mahyudin langsung kagum dengan Saigo Takamori, pria setengah tua ini sangat berwibawa, apalagi dengan pakaian kimono dan samurainya yang panjang di pinggang.Ogohara Tanaka saja kalah wibawa dengan pemimpin tertinggi klan Samurai saat ini. Bahkan Ogohara terlihat begitu hormat dan tak berani bicara kalau tak di minta Tuan Saigo Takamori.Belakangan baru Mahyudin tahu, Ogohara Tanaka adalah salah satu orang kepercayaan Saigo Takamori, atau boleh di bilang tangan kanannya.“Hmm…jadi kamu sudah kalahkan 5 Jagoan Samurai anak buah Ogohara Tanaka ini..? Hebat…hebat!” kata Saigo Takamori dengan suara berat, senyum kecil terpancar dari bibirnya.Kini rombongan yang berjumlah 20 orang berangkat naik kuda menuju ke Tokyo. Mahyudin dan Ano Tanaka juga di beri masing-masing seekor kuda.“Aku jadi penasaran, bagaimana sih rupa Tokyo di tahun 1877 ini,” bisik Ano ke Mahyudin, sesaat sebelum naik kuda.Mahyudin senyum saja, dengan brewoknya yang makin lebat dan rambut sudah sebahu dan dibiarkan terg
Kini Mahyudin tak mau agi sembrono, gerakan pedangnya sangat cepat dan selalu mampu tangkis setiap serangan yang masuk.“Benar-benar satria samurai anak muda ini,” batin Ogohara kembali dan makin terkagum-kagum, juga ratusan anak buahnya tak kalah kagumnya melihat kehebatan Mahyudin San ini.Tubuh Mahyudin yang kenakan baju samurai berkibar-kibar setiap kali dia bergerak, Mahyudin bahkan tak ragu adu pedang samurai, untuk menangkis serangan yang masuk.Merasa cukup bertahan dan selama ini selalu dalam posisi menerima serangan, Mahyudin lalu keluarkan suara menggetarkan tak kalah nyaringnya dari suara ke 5 orang tersebut.Ia lalu genjot tubuhnya melompat ke udara kemudian melakukan tendangan susulan langsung ke arah 5 orang ini sekaligus.Ano Tanaka dan Ogohara Tanaka sampai menahan nafas melihat aksi nekat Mahyudin itu.“Awaaaasss…!” tanpa sadar Ano sampai berteriak peringatkan Mahyudin, yang kini turun ke bawah bak burung elang mencaplok mangsa.Ini sebenarnya sangat berbahaya, menen