Danu kemudian memanggil salah seorang security yang kebetulan sedang berdiri tak jauh dari sana.
"A-ada apa, Direktur?" Security tersebut gugup, ia berpikir jika dirinya dipanggil oleh Evan karena telah melakukan kesalahan. Wajar saja, karena hampir seluruh karyawan tahu jika atasannya itu tak segan untuk memecat siapa saja yang menurutnya melalaikan tugas."Mengapa kamu sangat gugup?" Evan, keheranan."S-saya masih baru disini, saya tidak tahu telah melakukan kesalahan apa sampai Direktur memanggil kemari," ucap Security itu sambil terus menunduk. Ia tak berani menatap mata sang Direktur."Aku ingin kamu melakukan sesuatu!" tatapan Evan menghunus jantung satpam.Mendengar hal itu, anak buah Evan yang berada di sana pun terkejut. Mereka yang awalnya menunduk karena segan pada Evan, kini mengangkat wajah sambil menatap sang Direktur yang sikapnya terlihat sedikit tak seperti biasanya."Saya siap melakukan apa pun yang Direktur perintahkan," ucap Security, yang dari nada bicaranya sudah terdengar lebih bersemangat dibanding tadi."Kamu lihat perempuan yang mengenakan pakaian hitam putih sambil memegang map coklat itu?" Evan menunjuk ke arah Alana yang sedang beristirahat di bawah pohon."Ya, saya lihat, Direktur!""Bawa dia kemari! bilang padanya kalau saat ini perusahaan kita sedang mengadakan seleksi karyawan baru, buat seolah kamu yang ingin membantunya. Jangan bilang aku yang menyuruhmu! Paham!" perintah Evan.Lagi-lagi Security itu dibuat heran dengan sikap Evan. Sejak kapan CEO yang terkenal dingin dan tak segan untuk memecat siapa pun berubah menjadi baik dan perhatian seperti ini. Apalagi, dari penampilannya, perempuan itu terlihat sangat biasa."Baik, akan saya lakukan sesuai yang Direktur perintahkan," ucap Security yang kemudian bergegas menghampiri Alana.Disisi lain, Alana yang merasa lelah setelah berkeliling mencari pekerjaan pun memilih untuk beristirahat di depan sebuah perusahaan yang selama ini ia impikan untuk bekerja disana. Sejak kuliah dulu, Astira Corp memang menjadi perusahaan yang Alana pikir tak mungkin untuk digapai.Ia duduk sambil memandangi gedung yang menjulang tinggi dengan gagahnya."Seandainya aku bisa bekerja disana, mungkin kehidupan kami bisa lebih baik dari sekarang," gumam Alana, menatap nanar gedung yang berada di depannya.Saat sedang melamun, tiba-tiba seorang security menghampirinya. Alana pun terkejut sekaligus heran karena sekelas security Astira Corp tiba-tiba menghampirinya."Permisi, apa yang sedang Anda lakukan disini?" tanya Security itu basa-basi."Ah, itu... maaf apa saya tak boleh duduk disini?" Alana merasa sedikit tak enak."Oh, tidak... Bukan seperti itu. Saya mau bertanya saja, apa Anda sedang mencari pekerjaan?" tanya Security itu lagi."Benar, Pak. Memangnya ada apa, ya?" tanya Alana, heran.Wajar saja jika Alana bingung saat ditanya seperti itu. Sebelum beristirahat, Alana telah beberapa kali menanyakan lowongan kerja ke perusahaan-perusahaan yang tak jauh dari Astira Corp. Namun hampir semuanya nihil, kebanyakan dari mereka, masuk perusahaan melalui jalur orang dalam. Sedangkan Alana, ia hanya mengandalkan melamar murni tanpa bantuan siapa pun."Perusahaan kami sedang mengadakan tes untuk perekrutan karyawan baru. Tadi atasan saya meminta untuk memberitahu Anda tentang ini," jelas Security tersebut.Alana terkejut, ia benar-benar tak percaya dengan apa yang didengarnya. Perusahaan kecil saja banyak yang menolak lamaran dari orang luar. Sedangkan perusahaan sebesar Astira Corp, malah menawari ikut tes meski Alana bukanlah siapa-siapa."Wah, saya mau sekali, Pak. Terima kasih sudah memberitahukan informasi penting seperti ini," sahut Alana, "kalau begitu, apa saya sudah bisa mengikuti tes sekarang?" sambungnya, bersemangat."Tentu saja, saya akan mengantar Anda ke ruang tes sekarang juga," ucap Security, sambil berjalan kembali ke arah gedung.Sedang Alana mengikutinya dari belakang.Dari dalam gedung, Evan yang sudah memperhatikan istri tercintanya itu pun duduk di salah satu tempat tunggu dekat meja resepsionis. Ia berpura-pura membaca koran padahal diam-diam sedang memantau Alana."Pak, kenapa tidak langsung memberi pekerjaan dengan jabatan tinggi saja. Bagaimanapun beliau itu istri Anda," bisik Danu yang duduk dekat Evan."Jika aku melakukan hal itu, sama saja dengan membongkar identitasku," sahut Evan, matanya tak lepas dari sosok sang istri yang begitu ia cintai."Pak, bagaimana jika istri Anda tidak lolos?" tanya Danu yang tahu jika perekrutan karyawan itu kebanyakan adalah ajang untuk karyawan lain memasukkan kerabat ataupun keluarga mereka."Beritahu bagian HRD. Hari ini, aku tak ingin mendengar ada yang masuk perusahaan melalui jalur referensi. Buat perekrutan kali ini murni dari hasil tes dan wawancara. Kalau perlu, kamu juga hadir disana untuk memantau tes kali ini. Aku tak ingin istriku tidak lolos hanya karena tak memiliki kesempatan bersaing secara sehat," jelas Evan yang terus mengoceh. Ia benar-benar menjadi sangat cerewet jika sudah menyangkut istrinya."Baik, Pak. Saya akan memantau perekrutan kali ini. Lalu, apa yang akan Anda lakukan sekarang?""Aku akan memantau kalian dengan CCTV," jawab Evan.Danu terkejut saat mendengar ucapan Evan. Ia tahu jika atasannya itu sangat mencintai istrinya, tapi siapa sangka jika ternyata sampai menjadi budak cinta seperti ini."Kalau begitu, saya akan pergi ke ruang tes sekarang." Danu pun kemudian pergi.Evan yang awalnya ingin pulang, kini malah kembali ke ruangannya. Ia bahkan meminta sang sekretaris untuk menyambungkan rekaman CCTV pada laptopnya. Saat ini, dirinya pun sudah berada di posisi nyaman untuk memantau istrinya dari belakang layar.Sedangkan di ruang tes. Danu sudah datang menemui beberapa orang HRD yang bertugas memantau jalannya tes."Direktur Evan memintaku untuk mengatakan pada kalian, jika hari ini perekrutan karyawan hanya dilakukan murni dengan tes dan wawancara. Ia juga ingin agar jalur referensi ditiadakan," jelas Danu.Mendengar hal itu, beberapa orang HRD pun terkejut karena sebagian kandidat merupakan kerabat mereka dan juga kerabat karyawan lain yang sudah menitipkan pada mereka."Lalu, bagaimana dengan kandidat titipan atasan saya? Bahkan salah satu dari mereka pun ada yang merupakan sepupu dari seorang Wakil Manajer," jelas salah seorang HRD muda."Kenapa harus takut? Mereka akan lolos jika memang memiliki kemampuan," sahut Danu."Tapi… bagaimana jika Wakil Manajer itu menyulitkan kami?" tanya salah seorang HRD."Kalian lebih takut Wakil Manajer atau seorang Presiden Direktur?" bentak Danu yang mulai geram dengan sikap penakut HRD.Melihat Danu yang mulai kesal, para HRD pun langsung tertunduk lesu. Mereka benar-benar bingung, bagaimanapun tidak mungkin juga jika harus menolak keinginan Presiden Direktur. Namun, mereka juga bingung harus mengatakan apa pada orang yang menitipkan kerabat dan saudaranya pada mereka."Bagaimana jika kami sampai di pecat, Pak?" tanya salah seorang lagi."Aku akan meminta Direktur untuk melindungi kalian. Karena itu, lakukanlah sesuai yang Direktur mau!" tegas Danu."Baik, Pak," jawab para HRD itu bebarengan.Setelah diskusi selesai, para kandidat pun dipanggil untuk memasuki ruangan. Satu persatu diberi lembaran soal oleh HRD.Beberapa kandidat tidak tahu, jika sekarang mereka harus benar-benar mengandalkan kemampuan sendiri karena tes kali ini bukan formalitas lagi, melainkan benar-benar penentu apakah mereka dapat bekerja di Astira Corp atau tidak.Di sisi lain, Evan yang sedang berada di ruangan bukannya membereskan pekerjaan tapi malah terus menatap layar laptop. Ia memandangi terus sang istri sambil senyum-senyum sendiri."Istriku memang yang paling cantik," oceh Evan sambil terus tersenyum.Di rekaman CCTV itu hampir semua yang Alana lakukan dapat terlihat dengan detail tanpa melewatkan satu bagian pun. Evan sampai meminta bawahannya untuk mengatur kamera CCTV agar dapat melihat posisi istrinya itu dengan jelas.Saat mata Evan memandangi sekitar Alana. Ia melihat ada sesuatu yang mengganjal di hatinya."Apa-apaan ini?" Evan menatap tajam layar laptopnya.Bagaimana dengan akhir kisah yang lainnya?Danu, sungguh sebuah keberuntungan di pesta kecil. Pelayan yang waktu itu ia temui ternyata sudah sejak lama menaruh perasaan padanya. Tak ingin membuang-buang waktu, asisten Evan tersebut langsung melamar sang gadis dan buru-buru menentukan tanggal pernikahan.Cherry dan Alvin, benar-benar sesuatu yang tak terduga. Berawal dari sebuah sandiwara, perempuan yang sama sekali tak pernah mengenal cinta itu pun pada akhirnya memilih untuk melabuhkan hati pada laki-laki yang pantang menyerah untuk memperjuangkannya. Meski Alvin sedikit lebih lemah darinya, pria itu selalu saja berusaha melindungi dalam situasi apa pun. Benar-benar sosok yang sangat Cherry impikan.Sasa dan Deo, mereka terus bertengkar sampai akhirnya muncul perasaan saling suka. 'Bisa karena biasa', mungkin itulah salah satu pepatah yang cocok untuk mereka, mengingat kebencian mereka awalnya begitu mendalam, tetapi bisa-bisanya malah berubah menjadi rasa suka.Brian, beberapa kali b
"Sayang hati-hati! Kamu sedang menggendong Zayn," teriak Alana."Ya, tenang saja," sahut Evan yang sekilas menoleh ke arah Alana.Dengan menggendong Zayn, Evan yang sudah bersemangat pun menghampiri mobil tersebut. Lalu semua yang berada dalam kendaraan itu pun keluar bersamaan.Evan menghampiri sang kakek yang tengah diangkat ajudannya ke kursi roda."Kakek, tumben sekali. Ada perlu apa?" tanya Evan dengan tatapan bahagia bertemu sang kakek."Dasar cucu durhaka! Bukannya menanyakan kabar malah tanya ada perlu apa!" hardik Willy.Evan tertawa melihat kakeknya itu marah. "Ayo masuk dulu."Disaat bersamaan muncul Jeny yang sejak tadi hanya diam di dalam mobil tak berani menunjukan batang hidungnya. Ia tampak malu-malu karena sadar pernah melakukan kesalahan.Evan yang hatinya sedang dalam keadaan baik pun tak memperdulikan masalah yang telah berlalu. Ia malah tersenyum menatap ibunya itu."Ibu, ayo masuk! kebetulan aku akan mengadakan pesta kecil-kecilan," ajak Evan seraya melambai ke ar
Tanpa berpikir dua kali, Evan langsung pulang meski Candra sempat mengundangnya untuk makan siang merayakan keberhasilan rencana mereka."Maaf, mungkin lain kali," ujar Evan yang pikirannya sudah melayang-layang entah ke mana."Tidak masalah, lain kali masih bisa. Pulang dulu saja, istrimu sudah menunggu di rumah," ujar Candra.Evan tersenyum simpul. "Kalau begitu, sampai jumpa di lain waktu."Evan berlari menuju mobil, diikuti oleh Danu dan Deo yang juga tampak gelisah, khawatir terjadi sesuatu di rumah.Danu langsung melajukan mobil dengan kecepatan melebihi biasanya.Selama perjalanan, Evan tak hentinya menelepon Alana. Namun, hasilnya nihil karena tak sekalipun sang istri menjawab panggilan tersebut."Apa yang terjadi?" Evan mengacak-acak rambutnya, saking kesal."Seharusnya tidak terjadi apa-apa, semua musuh sudah berada dalam genggaman kita. Kecuali…" Deo seolah ragu untuk melanjutkan kalimatnya."Apa? Kenapa kamu selalu saja menyebalkan!" hardik Evan."Hey tenanglah, kamu terla
"Apa maksudmu, Deo?" Evan menatap temannya itu dengan tatapan heran."Kamu lihat saja!" titah Deo.Beberapa menit menjelang berakhirnya sesi visi misi, Anwar sempat menunjukan beberapa program hebat yang ia rencanakan akan dikerjakan jika dirinya terpilih menjadi walikota nanti."Beberapa lahan kosong akan saya buat menjadi taman yang sisi lainnya dikhususkan untuk area bermain anak-anak. Ini salah satu contoh desain taman." Anwar menunjuk ke layar besar dengan penuh percaya diri.Namun, yang muncul di layar tersebut bukanlah apa yang Anwar maksudkan, melainkan sebuah video di mana dirinya sedang berjabat tangan dengan si pemilik panti asuhan. Suaranya terdengar jelas ke seluruh penjuru."Bagaimana dengan uang dari donatur panti asuhanmu?" tanya Anwar yang wajahnya terpampang jelas dalam video tersebut."Sudah saya transfer semua ke rekening Bapak, bahkan uang hasil mengemis dan mengamen anak-anak pun sudah saya setor," ujar pemilik panti asuhan yang tampak begitu hormat pada Anwar."B
Danu langsung menoleh ke arah Deo. Ia merasa jika ternyata ada yang berpenampilan lebih parah darinya. Gelak tawa seakan membuat sang bos dan asistennya itu sedikit melupakan ketegangan yang akan mereka hadapi.Deo masih belum sadar jika dirinya sedang menjadi bahan tertawaan. Ia pun langsung masuk dan duduk di samping Evan dengan santainya."Maaf, tadi aku terlalu lama menyiapkan penyamaran ini," ujar Deo, "ayo kita berangkat sekarang!"Danu langsung melajukan mobil murah yang sengaja dipinjam untuk mendukung penyamaran tersebut."Kenapa kamu harus menyamar jadi perempuan?" Evan bertanya sambil terus terbahak-bahak. "Lalu, kenapa dadamu menggembung begitu?""Setidaknya penampilan ini akan membuatku mudah menyelinap ke belakang layar," ujar Deo yang sedang fokus menatap layar ponselnya.Alasan Deo tak membuat Evan berhenti tertawa. Ia terus saja terpingkal setiap kali menatap Danu dan Deo, merasa jika kini mereka terlihat seperti grup lawak."Berhenti tertawa! Kita ini sedang berangka
Laki-laki jahat di depan Evan tertawa puas, merasa kemenangan telah berada di tangannya.Karena kalah jumlah, anak buah Evan tak bisa menghalau lagi orang-orang yang baru saja datang itu. Meski begitu, beberapa di antaranya masih berusaha menghadang meski pada akhirnya berakhir lengah dan pihak Dody berhasil melumpuhkannya."Menyerahlah, Evanders. Kami bukanlah lawanmu!" timpal pria yang berada di hadapan Evan."Menyerah? Aku tidak takut pada penjahat yang memakan uang anak yatim piatu seperti kalian!" balas Evan."Masih besar kepala juga rupanya? Apa kamu tidak sadar dengan kondisimu sendiri? Jangan sok menjadi pahlawan jika diri sendiri saja sedang dalam keadaan terdesak," ujar pria tersebut."Aku, terdesak? Seharusnya kamu sedikit menoleh ke belakang." Evan pada akhirnya bisa tersenyum penuh kemenangan saat tahu apa yang sebenarnya sedang terjadi.Pria jahat di hadapan Evan awalnya ragu, tetapi pada akhirnya memilih untuk menoleh saat ia merasa jika suasana menjadi sedikit hening.