Share

Bab 3. Jangan Ganggu Istriku!

"Lepaskan istriku!" hardik Evan pada lelaki tersebut.

Melihat suaminya datang, Alana langsung menarik tangannya sekuat tenaga. Namun, bukannya melepaskan Alana, pria itu malah mencengkramnya semakin kuat. Tangan Alana memerah, ia meringis kesakitan.

Tanpa basa-basi, Evan pun menghajar pria yang berusaha menyakiti istri tercintanya tersebut. "Beraninya menyentuh istriku!" bentaknya.

"Sial, apa yang pria miskin sepertimu lakukan padaku? Berani sekali tangan kotormu itu menyentuh wajah mahalku" bentak pria itu sambil memegangi pipinya yang baru saja dihajar Evan.

Alana tak ingin pertikaian itu berlanjut. Ia langsung menghampiri Evan dan menahan suaminya itu agar tidak terus terbawa emosi.

"Sayang, jangan terlibat dengannya. Lebih baik kita pergi dari sini," ajak Alana, ia menarik-narik tangan suaminya itu.

"Jadi ini lelaki miskin yang menikah denganmu. Ternyata wajahmu saja yang cantik tapi kamu sangat bodoh. Melepas orang hebat sepertiku dan malah memilih orang rendahan sepertinya," ledek pria itu.

Evan benar-benar sudah tak tahan lagi. Siapa pun bebas menghinanya tapi tidak dengan orang yang dicintainya. Karena sudah dipenuhi emosi, tanpa sadar ia mendorong Alana. Istrinya itu pun terjatuh dan tanpa sengaja keningnya membentur batu, hingga mengeluarkan sedikit darah.

Evan tersadar, ia kemudian memeluk Alana. "Sayang, maafkan aku," ucapnya, lirih.

Alana tersenyum, "jika kamu menyayangiku. Tolong dengarkan aku. Berhenti berkelahi dan kita pulang sekarang," titahnya.

Kasih sayang Evan pada Alana jauh lebih besar dibanding rasa amarahnya pada pria itu. Karena itulah, ia langsung menurut saat diajak pulang.

Pria itu tertawa melihat Evan yang menurut pada seorang perempuan. "Pantas saja hidupmu miskin, ternyata hanya seorang suami takut istri," ledeknya.

"Diam, Robi! Sudah cukup! Jika suamiku mau, dia pasti bisa menghajarmu lebih dari ini. Lihat saja tubuhmu yang sangat kurus dan lemah itu, apa bisa melawan suamiku yang jauh lebih tinggi dan berotot ini?" teriak Alana, membungkam pria yang bernama Robi tersebut.

Apa yang dikatakan Alana benar adanya. Robi pun mulai merasa gelisah, apalagi setelah menyadari jika tubuh Evan sangatlah atletis, bukan hal sulit bagi suami Alana untuk membuatnya babak belur.

Robi pun pergi sambil menggerutu.

"Sayang, kita pulang sekarang," ajak Alana menarik lengan Evan.

"Tunggu, aku beli plester dulu."

Evan langsung menempelkan plester di kening istrinya. Ia juga mengecup bagian yang terluka. "Maafkan aku sayang," bisiknya.

Mereka memutuskan pulang. Saat melewati gerobak sate, penjual itu pun tersenyum ke arah Evan. Ia ingin mengucapkan terima kasih, tapi anak buah Evan yang memberikan uang tadi memintanya untuk tak mengatakan apa pun saat ada Alana.

"Sayang, tukang sate tadi tidak komplain atau marah kan?" tanya Alana yang sekilas melihat di penjual sate itu terus memandangi Evan.

"Sudah, katanya boleh bayar besok."

Alana menghela napas. "Syukurlah…"

Keduanya pun memutuskan untuk langsung kembali ke rumah. Karena merasa bersalah, Evan pun langsung menggendong Alana meski sang istri beberapa kali menolak.

"Jangan menolak terus! Lagian jalan ini kan sepi, tidak perlu khawatir ada orang yang melihat," protes Evan.

Alana yang sedang menaiki punggung Evan pun tersenyum, ia menaruh dagunya di bahu Evan.

"Sayang, jangan sampai berurusan dengan Robi lagi. Dia itu manager di salah satu kantor cabang Astira Corp. Dia juga tak segan membayar orang untuk menyakiti siapapun yang tak disukainya," jelas Alana.

"Astira Corp?" tanya Evan, memastikan.

"Iya, perusahaan nomor satu di Indonesia. Begini-begini, aku pernah melamar kerja di sana, loh."

"Lalu, apa diterima? Sepertinya kamu tidak pernah cerita pernah kerja disana."

"Tentu saja tidak," sahut Alana, tertawa, "waktu itu cuma aku saja pelamar kerja yang bukan bawaan orang dalam. Jadi, dari sekian puluh orang, aku sendiri yang tidak lulus."

Mendengar cerita Alana, Evan pun merasa kasihan. Seandainya ia kenal Alana saat itu, sudah pasti Evan akan langsung mempekerjakan Alana di bagian yang paling bagus di perusahaan.

Sepanjang perjalanan, Alana terus saja mengoceh. Banyak hal yang ia ceritakan, sang suami yang begitu mencintainya itu pun selalu berusaha menjadi pendengar yang baik. Hal itulah yang menjadi salah satu alasan Alana menjadi semakin cinta pada Evan setiap harinya.

Sesampainya di rumah, keduanya pun memutuskan untuk langsung tidur. Bukan tanpa alasan, karena besok Evan akan menghadiri rapat penting perusahaan, sedangkan Alana, ia berencana untuk berkeliling melamar kerja.

Keesokan harinya.

Setelah selesai sarapan, Evan pun bersiap-siap berangkat.

"Aku berangkat dulu ya, sayang! Baik-baik di rumah, jangan terlalu capek." Evan mengecup kening Alana dengan penuh cinta.

Evan kemudian berjalan ke depan gang, ia berdiri sambil menunggu angkutan umum untuk menuju kantornya. Danu sudah seringkali meminta untuk menjemputnya di depan gang, tapi Evan selalu menolak karena khawatir jika ada tetangga atau teman Alana yang melihatnya.

Sesampainya di depan kantor, beberapa orang anak buah Evan sudah menunggu kedatangannya. Mereka juga telah menyiapkan pakaian ganti dan juga keperluan lainnya.

"Direktur, rapat hari ini menghadirkan beberapa orang penting. Saya harap Anda tak keluar dari rapat karena masalah pribadi lagi," pinta Danu yang sangat khawatir dengan atasannya yang selalu berbuat semaunya.

"Apa kamu sedang mengaturku?" gertak Evan, sambil menatap tajam.

Bagi Evan, perusahaan adalah urusan nomor dua. Alana tetap prioritas utamanya, bahkan ia pernah meninggalkan rapat hanya karena Alana mengirim pesan kalau perutnya sangat sakit efek datang bulan. Evan yang siaga pun langsung pulang dan memberikan pereda sakit untuk Alana, ia bahkan menyempatkan diri untuk sekedar mengusap punggungnya.

Rapat akan segera dimulai, beberapa investor pun mulai berdatangan. Evan yang telah berganti pakaian pun kini sudah terlihat layaknya seorang Direktur. Setiap ia melangkah, semua karyawan membungkuk memberi hormat padanya.

Setelah dua jam berlalu, rapat pun akhirnya selesai. Lagi-lagi kinerja Evan membuat para investor semakin tertarik padanya.

"Pak Evan, saya senang dengan cara kerja Anda. Semoga kedepannya kita bisa terus menjalin kerja sama," ucap salah seorang investor sambil berjabat tangan dengan Evan.

"Benar sekali, kami benar-benar puas dengan cara kerja Anda," sambung salah seorang investor lainnya.

Evan tersenyum tipis. "Terima kasih, saya juga senang bisa bekerja sama dengan Anda sekalian" sahutnya.

Karena telah selesai, Evan memutuskan untuk kembali ke toko miliknya yang berada tak jauh dari rumah. Ia memang berniat datang ke perusahaan hanya untuk hadir dalam rapat saja. Namun, saat ia baru saja menginjakan kaki di luar gedung. Matanya tanpa sengaja menatap seseorang yang sangat ia kenali sedang duduk beristirahat dibawah pohon.

"Tolong panggilkan security kemari," perintahnya pada Danu.

"Maaf, ada keperluan apa, Pak?" Danu merasa heran.

"Panggilkan saja," jawab Evan sambil tersenyum.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status