Share

Angkuhnya Mertua

Aluna sempatkan ke kantor Angkasa dengan membawa Rangga. Demi KTP-nya saja. Saat masuk restoran milik Angkasa dan menuju ruangannya, Angkasa sedang ada tamu. 

"Besok datang reuni, ya! Makasih banget traktirannya," ucap seorang wanita yang keluar dari ruangan Angkasa dengan tertawa bahkan sampai memukul lengan Angkasa dengan mesranya. 

"Kalau gak banyak kerjaan, aku pasti datang. Sama-sama, jangan kapok makan disini," jawab Angkasa tidak memedulikan Aluna yang sudah lima belas menit menunggu, sementara Rangga sudah berlari mengelilingi kolam ikan yang ada di restoran mewah ini. 

"Aku gak lama, cuma ngambil KTP aja," ucap Aluna karena pasti sudah banyak pembeli yang menunggu Aluna membuka Dapurnya. Aluna membuka usaha dapur online di rumahnya. Lumayan untuk pendapatan sehari-hari.

"Itu di meja!" Angkasa menyuruh Aluna sendiri yang mengambilnya.

Setelah dia dapatkan, Aluna langsung pulang, dia tidak pamit karena Angkasa juga tidak peduli dengan kedatangannya. 

Kini, Aluna sudah bisa sendiri tanpa tergantung dengan orang lain. Aluna melakukan pengkinian data dan mengganti nomor rekening Ibu Nurmila—yang semula meminjamkannya—di aplikasi itu menjadi nomor rekeningnya. 

Semakin hari, pesanan Aluna semakin banyak. Dia baru saja mendapatkan orderan catering kantor dan itu rutin setiap harinya untuk enam puluh orang.

Sekarang, Aluna bangkit. Allah sudah memberikan jalan yang begitu luas untuk Aluna. Tinggal bagaimana Aluna mengolahnya. Aluna berani membayar dua pelayan untuk membantunya. Untunglah ada tetangganya yang sedang mencari pekerjaan. 

"Ya, Nak? Rangga udah makan, Sayang?" tanya Aluna saat nomor ponsel Angkasa menghubunginya, tetapi suara Rangga yang menyambut. 

"Lapar Ma, Rangga belum makan. Papa gak mau buat makanan kesukaan Rangga yang Mama buat kemarin itu, Ma!" Sedihnya, Mamanya sedang berjuang saat ini mengolah lauk, tapi anaknya malah kelaparan. 

"Mama kirim, ya! Rangga dimana sekarang?" tanya Aluna dengan begitu lembutnya. 

"Tempat Nenek," jawab Rangga. 

Aluna langsung kesal mendengar jawaban Rangga. Mungkin karena langsung terbayang mertuanya yang jahat. Aluna tahu, berdosa kesal dengan ibu dari suaminya, tapi Aluna juga bukan malaikat yang tidak bisa kesal setelah semua perbuatan yang dituduhkan padanya. 

"Tunggu, ya, Sayang. Gak lama lagi Mama kirim," jawab Aluna dan sigap dia memasak sesuatu untuk anaknya. 

Kalau begini, Aluna percaya diri mendapatkan anaknya. 

Tidak lama, makanan Aluna sampai di rumah mertuanya. Total, ada tiga box yang dia kirim ke sana. Makanannya cantik sekali, tidak kalah dengan makanan di restoran. Malah, Angkasa pemilik restoran tapi anaknya ini tidak mau makan disana. Maunya masakan Mamanya. 

"Makanlah Bu, dari Aluna!" 

"Gak ah, jijik Ibu. Nanti dia masukin guna-guna. Jangan sembarangan makan, Angkasa! Buang aja!" Box itu diambil oleh Rose menuju tempat sampah. 

"Jangan Bu, aku udah lapar. Ibu juga belum masak, ke restoran masih lama," ucap Angkasa menarik satu box makanan untuknya. 

"Kamu ini bodoh, Angkasa. Makanya gak mau cerai dengan Aluna, kena pelet kamu! Aluna itu sudah selingkuh dengan Anton, masih mau kamu kembali? Kalau Ibu sudah gak mau lagi punya menantu memalukan seperti itu. Sudah gak bisa apa-apa, tahunya ngabisin uang suami, beli baju terus. Itulah, kalau kamu ambil wanita miskin, waktu muda gak pernah beli baju. Makanya, waktu nikah dengan orang kaya, lupa diri!" 

Memang hidup Aluna tidak pernah benar di mata mertuanya. Padahal kapan Aluna beli baju kalau bukan Angkasa yang suruh beli. Perhiasan juga begitu, semua hadiah dari suaminya. Bagaimana menolak kalau suami yang beri padanya? 

Tidak lama Aluna menghubungi Angkasa, baru saja Angkasa ingin menjawab, ponselnya diambil oleh Rose. 

“Sampah apa yang kamu kirim ke rumah ini? Gak enak! Model makanan begini kamu jual? Gak ada yang mau beli, Aluna. Liatnya aja udah jijik orang,” ucap Rose. Intinya Aluna itu harus sakit hati, harus menangis, baru Rose puas. 

“Gak suka tinggal buang aja, Bu!” Aluna tidak lagi sopan, karena menghadapi mertua seperti ini kalau dia lembut, habis hidupnya. Aluna sudah sering menangis dalam diam, sekarang sudah waktunya dia tunjukkan kalau dia juga manusia, punya perasaan, punya hati. 

“Iyalah, siapa yang mau makan sayur gak segar seperti ini,” jawab Rose benar-benar membuang makanan Aluna ke sampah. Dia foto makanan itu dan kirim ke ponsel Aluna yang sudah dia dapatkan lagi nomor barunya. Supaya Aluna tahu kalau dia tidak main-main.

Sungguh sakit hati Aluna melihatnya. Tapi, sekali lagi. Dia tidak akan menangis, dia masak bukan untuk mertuanya tapi untuk anak dan suaminya. Biarkan saja, sekarang mungkin Angkasa tidak percaya padanya tapi nanti, kebenaran akan membuka jalannya sendiri. Aluna terus berdoa saat ini, dia didzolimi oleh mertuanya, dia minta kekuatan untuk sabar menghadapi semua ini.

Aluna tutup teleponnya meski sebetulnya dia masih ingin berbicara pada Rangga, bertanya tentang makanan yang dibuatnya. 

“Apa-apaan sih, Bu? Kalau gak suka, bisa kasih orang lain. Buat apa ngelakuin hal seperti ini, pakai di foto dan dikirim segala,” ucap Angkasa protes. Inilah yang Rose tidak suka, Angkasa masih saja membela istrinya yang selingkuh itu. 

“Ibu, gak suka, ya, Angkasa. Jangan kamu lindungi lagi istri kamu itu. Ibu minta cepat urus perceraian kamu dengan dia. Banyak anak teman Ibu yang ngantri gantikan posisi Aluna, jangan khawatir kamu, Nak.” 

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Susi Munsiah
hai angkasa jd laki2 tuh yg tegas
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status