Share

Tidak Boleh Bertemu Rangga

Rose terus saja merongrong Angkasa untuk bercerai dari Aluna, sejujurnya Angkasa belum memikirkan hal itu, karena dia belum punya cukup bukti untuk menuduh Aluna selingkuh dan lagi, Angkasa masih memikirkan Rangga. Aluna istri yang baik terlepas dari kejadian waktu dia melihat Aluna dan Anton berduaan di dalam kamar, pertama Anton mengenakan pakaian lengkap saat itu dan ranjang mereka tidak berantakan. Hanya saja Angkasa tetap curiga kalau memang istrinya bermain gila dengan sahabatnya itu. 

“Mau kemana kamu ngajak Rangga malem-malem?” tanya Rose yang saat ini sedang menginap di rumah Rangga. Ada juga Kakaknya Siska yang juga menginap, suaminya sedang keluar kota makanya Siska bisa leluasa menginap di tempat Angkasa mengajak anaknya. Siska tidak perlu kesal melihat Aluna karena wanita itu tidak ada di rumah ini. 

“Ada reuni sekolah, Bu. Rangga mau nginep tempat Aluna, besok juga dia libur, Aluna tadi minta buat Rangga tinggal di tempatnya,” ucap Angkasa dengan jujurnya. 

“Gak, gak boleh! Ngapain bawa Rangga buat menginap di rumah wanita sundal itu, Ibu ini masih hidup Angkasa, kamu pikir ibu gak bisa jaga Rangga?” Rose berdiri dan mendekat pada Rangga sementara Rangga bersembunyi di belakang Angkasa. 

“Gak mau, Pa. Rangga mau ketemu sama Mama, Rangga gak mau sama Nenek,” jawab Rangga mengeratkan pelukannya. 

“Nanti Nenek belikan mainan kalau Rangga mau tinggal sama Nenek, kita beli mobil remote control yang kemarin, mau gak?” bujuk Rose agar Rangga tidak ikut dengan Angkasa ke tempat Aluna. Semakin Angkasa bertemu terus dengan Aluna, Angkasa pasti tidak akan mau bercerai dari istrinya itu.

“Gak mau, Nek. Mau sama Mama, Rangga kangen sama Mama, Pa.” Rangga menangis dan berkeras tidak melepaskan pelukannya meski Rose menarik kuat tubuh gempal Rangga. Akhirnya terlepas Rangga dari pelukan Angkasa. 

“Pergilah Angkasa!” Rose mengibaskan tangannya agar Angkasa cepat keluar sementara dia menahan Rangga. 

“Papaaaaa … tolong Rangga, Pa. Rangga mau ketemu Mamaaaa,” jerit Rangga sambil menangis histeris di dalam rumah. Sudah berapa hari Rangga tidak bertemu dengan Aluna. Dia benar-benar rindu sekali dipeluk Aluna, biasanya selalu dimanja, ini tinggal sendiri, Rangga lebih banyak melamun dan merajuk saat ini, apalagi kalau video call. Rangga pasti menangis karena ingin ikut dengan Aluna. 

Di dalam rumah, Rangga yang histeris melemparkan semua barang. 

“Telepon Mama, Nek!” Rose tidak tahan sekali mendengar rengekan Rangga sampai akhirnya dia kabulkan permintaan Rangga menghubungi Aluna. Sementara di rumahnya, Aluna melihat nama mertuanya yang menghubunginya. Pasti telepon hanya untuk menyakiti hati. Meski besok libur, pesanan Catering Aluna sedang banyak sekali, dia tidak menolak karena lumayan uangnya untuk menambah modal usahanya yang baru dirintis saat ini.

“Halo,” jawab Aluna dan wajah Rangga yang dilihatnya.

“Mama, Rangga mau ikut Mama, Rangga mau tidur tempat Mama aja, Nenek jahat, Ma!” Aluna sedih sekali melihat wajah anaknya yang menangis sambil sesegukan seperti itu. Memang harusnya Rangga malam ini ke rumahnya. Gara-Gara Rose, Rangga ditahan dan tidak boleh keluar. 

“Mama kamu itu kerja, dia itu gak ada duit kalau gak kerja, Rangga! Kamu mau hidup sama Mama kamu, miskin hidupnya, mana bisa dia belikan kamu mainan seperti yang nenek belikan,” ucap Rose dengan suara besarnya, meski tidak melihat wajah mertuanya. Aluna tahu kalau betapa sadisnya wajah itu kalau bicara. Memang bukan Rose namanya kalau dia bicara tidak menyakiti hati Aluna. Yang keluar dari mulutnya selalu kata-kata yang tidak pernah baik. 

“Rangga mau Mama jemput?” tanya Aluna dengan sangat lembut, tidak peduli dia dengan ocehan mertuanya. Anggap saja masuk telinga kanan keluar telinga kiri. Bodo amat!

“Mau, Ma. Huhuhuhu ….” 

Rose mengambil alih teleponnya. Kesal dia melihat Aluna yang tidak tahu diri, dia malah berpikir malam-malam seperti ini membawa Rangga menginap dengannya. Tidak suka Rose melihat cucunya hidup susah. Tinggal di kontrakan kecil apalagi tidak ada pendingin. 

“Gak usah jemput Rangga, dia itu banyak PR, nanti gimana tugasnya mau dikerjakan kalau dia menginap, rumah kamu itu panas,” ucap Rose dengan mata melotot dan bibirnya yang miring saat bicara dengan Aluna. 

“Rangga itu TK, Bu. Belum ada PR. Aluna juga masuk group TK Rangga, tidak ada gurunya yang membicarakan soal PR hari ini,” ucap Aluna melawan. Aluna tidak mau lemah di mata mertuanya. Sudah cukup selama ini dia dipandang hina. Bukan Aluna tidak mau masuk surga, bukan dia tidak mau berbakti pada orang tua. Tapi, bagaimana kalau mertuanya bahkan mendorong dia dan Angkasa pada perbuatan keji yang dibenci oleh Sang Pencipta, Mertuanya ini senang jika Aluna bercerai dengan Angkasa.

“Ada!” Rose menutup teleponnya dengan kesal. Bukan malah mengalah, Aluna malah pesan ojek online, dia datang ke rumah Angkasa. Kenapa dia harus takut, Rangga itu anaknya, lahir dari perutnya dan sampai dia berumur lima tahun, Aluna yang merawatnya, bolehlah kalau Rose mencegah Angkasa bertemu dengan Aluna tapi Rose, tidak punya hak memisahkan dia dengan anaknya. Menggebu-gebu Aluna datang ke rumahnya. Bahkan bertengkar dengan mertuanya saja tidak masalah. Sudah hilang akalnya. Selama ini, dia masih menjaga perasaan mertuanya takut kalau salah bicara, justru semakin hari tangisan darah yang dia dapatkan. 

Sampai di rumahnya, Aluna berteriak dari pagar. 

“Rangga, ini Mama, Sayang. Ranggaaa ….” panggil Aluna dengan sedikit dibesarkan suaranya. Mendengar suara Aluna, Rose keluar rumah dengan cepat. 

“Sudah tidur, Rangga. Pergi kamu!” Mertua seperti ini yang mau Aluna hormati, kalau memang dia punya perasaan seorang ibu. Saat ini, Rose biarkan Aluna masuk melihat Rangga. Memang Rose selalu menganggap Aluna ini musuhnya, yang mengambil cinta Angkasa darinya. 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status