Aluna menoleh ke pintu kontrakan. Ada seseorang yang mengetuk pintunya. Aluna membuka dan melihat siapa tamunya malam ini.
"Mas Angkasa?" Aluna melihat Rangga yang tidur dalam gendongan Papanya. Aluna cepat membawanya dan menidurkan di kasurnya yang tidak seberapa. Semenjak sibuk menjalani bisnisnya, Aluna jadi jarang ke sekolah Rangga. Bukan karena dia lupa dengan anaknya, tapi dia butuh hidup. Semua ini dia lakukan untuk hidup Rangga yang lebih baik nantinya. Aluna tidak mungkin membiarkan anaknya hidup bersama dengan Rose yang bermulut jahat seperti itu. Aluna tidak mau pikiran Rangga jadi buruk.
Aluna tahu, tidak baik dia berpikiran buruk seperti ini pada Mertuanya, tapi itu kenyataannya. Selama bersama dengannya, Rangga tidak pernah berteriak atau ngomong kasar. Setelah tinggal dengan Rose, Rangga mulai suka marah, cepat sekali emosi. Sedikit banyak itu pengaruh dari Mertuanya, pasti. Aluna tidak suka, saat ini dia tidak mau lagi jadi seorang Dewi yang bertahan dan terus mengalah dengan penghinaan.
"Seharian dia menangis. Dia mau ketemu kamu, katanya gak mau sekolah kalau bukan kamu yang antar besok. Aku sudah bawa bajunya," ucap Angkasa meletakkan baju Rangga di dekat kasur. Kontrakan Aluna bersih sekali. Meski kecil, ternyata nyaman di dalamnya. Ada kipas angin yang tidak membuat Aluna kepanasan.
"Makasih, ya, Mas!" Tidak ada basa-basi menyuruh Angkasa menginap, Aluna malah berharap Angkasa langsung pergi dari kontrakannya.
"Ibu bilang kamu marah-marah di sekolah dan kamu memarahi Ibu karena ngajarin Rangga ngomong yang gak bener?"
Selalu saja Aluna difitnah, padahal mertuanya yang menjelekkan dia di depan Rangga. Padahal Rose juga yang mengumpatnya.
"Rangga udah bisa ngomong kalau aku selingkuh, Mas. Tau darimana dia? Kamu yang ngomong? Jangan dirusak Mas, otak Rangga ini masih murni. Bukan omongan seperti itu yang seharusnya dia dengar saat ini. Kalau dia ngomong dengan temannya gimana?"
"Kenapa? Malu kamu? Ibu itu ngomong bener, memang yang kamu lakuin itu gak bagus, supaya Rangga tau dan gak ngikutin kelakuan Mamanya."
Sudahlah! Percuma saja Aluna membela dirinya, tidak akan pernah benar, biarkan saja Angkasa dengan pikirannya yang seperti itu.
"Udah malem, Mas. Kamu mau tidur disini juga?" tanya Aluna dengan mengusap lengannya. Capek dia berdebat dengan Angkasa.
Angkasa berdiri dan keluar dari kontrakan Aluna.
"Mas, boleh aku minta KTP-ku? Aku butuh itu, penting," ucap Aluna berharap kalau Angkasa punya perasaan dan mengembalikan barang-barang miliknya sehingga dia bisa melakukan pengkinian data di aplikasi tempat usahanya. Aluna membutuhkan itu untuk membuat rekening. Usahanya sudah mulai maju saat ini, sudah banyak orderan masuk dan Aluna bersyukur sekali, meski dia harus banting tulang dan tidur hanya sebentar untuk mengurus usaha kecilnya.
"Besok, ambil dirumah! Bawa Rangga juga pulang. Bilang sama dia kalau kamu gak bisa setiap hari temenin dia." Aluna mengangguk saja, setidaknya Angkasa sudah mau memberikan identitasnya. Aluna ingin membawa sedikit barang-barangnya.
"Mas?"
Sebelum Angkasa pulang, Aluna ingin mengatakan sekali lagi pada suaminya.
"Aku cinta kamu, kamu percaya gak?" Aluna meneteskan air matanya. Sungguh dia menyayangi suami dan anaknya tapi cinta itu selalu saja dihalangi oleh Mertua dan Iparnya yang laknat.
Angkasa tidak menjawab dan masuk ke dalam mobil. Dia pergi dari kontrakan kecil itu dan kembali ke rumah sendirian. Sebenarnya Rangga tidak pernah meminta untuk tinggal dengan Aluna. Itu hanya akal-akalan Angkasa saja untuk tahu kondisi Aluna.
Besok paginya sebelum Rangga bangun, seperti biasa Aluna masak sebentar untuk jualan nasi box, hari ini dia jualan ditemani anaknya. Aluna pintar membagi waktunya setelah selesai memasak dia membangunkan Rangga.
"Ayo, Nak. Kita mau sekolah, nanti telat!"
"Mamaaaa …." Rangga tidak percaya kalau yang dilihat adalah Mamanya, Rangga sampai memeluk Aluna dengan sangat erat sekali takut kalau semua yang dia lihat hanya mimpi. Itu pernah terjadi dan dia ceritakan mimpi bertemu dengan Mamanya dengan Angkasa. Di sela berjualan, Aluna mengamati Rangga yang sedang menghabiskan sarapannya sebelum berangkat sekolah. Sungguh, momen ini yang Aluna rindukan ketika jauh dari anaknya.
"Udah nganter Rangga?" tanya Angkasa. Untuk pertama kali, Angkasa menghubungi Aluna sejak kejadian itu. Dia tahu nomor baru Aluna karena Aluna yang lebih dulu mengirimkan pesan padanya. Takutnya Angkasa butuh dengannya masalah Rangga. Urusan mereka sebenarnya ada Rangga. Itu saja! Yang Aluna perjuangkan saat ini adalah hidup Rangga agar layak bersama dengannya.
"Udah, Mas. Pulang nanti aku mampir ke rumah mau ambil KTP."
"Ambil di kantor, gak ada dirumah, udah aku bawa. Kamu jangan mikir mau bawa barang-barang kamu, itu aku semua yang beli!"
Susah sekali hidupnya, padahal Aluna hanya ingin mengambil yang memang miliknya saja. Aluna tidak mengerti sebenarnya mau apa Angkasa ini, minta dia datang ke kantor.
"Kirim aja, Mas. Aku pesan jasa kirim dulu." Aluna tidak mau repot, zaman sekarang mudah. Untuk apa dia ke kantor Angkasa sedangkan dia saat ini sedang banyak sekali pekerjaan. Memang Angkasa sedang mempersulit hidupnya, Angkasa tidak benar-benar mau memberikan barang milik Aluna. Takut Aluna pergunakan untuk mendaftarkan perceraian. Meskipun tahu Aluna selingkuh, Angkasa tidak semudah itu bercerai dengan Aluna.
"Gak mau, ya udah! Kalau mau ambil sendiri!"
Ternyata setelah dekat dengan Bram, Aluna memilih menunda pernikahan mereka karena belum yakin untuk menikah kedua kalinya. Masih ada perasaan takut dalam diri Aluna tentang kegagalan pernikahan apalagi Angkasa dan Rose sekarang semakin sering mendekatinya lagi. Angkasa lebih sering mengajak Rangga keluar dan membuat Rangga tidak mau menerima Bram sebagai Ayah tirinya karena pengaruh dari Rose. Aluna selalu membujuk Rangga agar dia paham dia dan Papanya sudah tidak bisa bersama lagi."Lun, sudah setahun lebih, kapan kita menikah?" tanya Bram. Tidak masalah menunda pernikahan tetapi Aluna jangan kembali dekat dengan mantan suaminya. Bram kurang suka melihat kedekatan Aluna."Mas Bram udah gak tahan?" "Bukan aku Lun, Mama yang gak sabar lagi, Mama bilang mungkin kamu gak suka denganku, benar begitu Lun?" Aluna diam, bukan tidak suka. Dia belum siap membangun rumah tangga baru tetapi Bram tidak mau menjauh meskipun Aluna bilang mencarilah wanita yang lain dulu. "Kalau memang Mama min
Meskipun Rose sudah terlihat baik tetapi Aluna tidak lantas langsung jatuh hati kembali pada Angkasa. Semua sudah berlalu. Sekarang ada laki-laki dengan keluarga yang tulus mencintainya. Tidak melihat latar belakangnya seperti apa. Ibu mertua yang sangat baik. Rose pikir, Aluna yang tidak menyimpan dendam dengannya, itu karena masih mencintai Angkasa. Tidak, sama sekali tidak. Aluna hanya tidak ingin terlihat aneh saja, Rose itu Nenek dari Rangga. Sejelek apa pun Rose, dia bagian dari Keluarga Anaknya. Ikatan Aluna dan Angkasa sudah putus. Tidak ada yang namanya cinta lagi meskipun Angkasa juga begitu agresif mendekati Aluna. "Melamun apa?" tanya Bram yang tiba-tiba datang, padahal Restoran belum buka. Aluna sibuk melihat kolam ikan yang ada di restorannya sambil berpikir tentang hidupnya. "Gak ada, Mas. Pagi banget datang ke Restoran, kenapa?" "Oh, mau nunjukin contoh kartu undangan buat pernikahan kita, Lun. Coba lihat dulu, yang mana yang bagus dan cocok buat kita." Aluna sudah
"Kamu balik lagi aja dengan Luna, Nak?" Ada angin apa Ibunya yang dulu sangat membenci Aluna, tiba-tiba menyuruh Angkasa kembali lagi dengan Aluna. Rose tidak menyangka kalau Ulfa ternyata hanya mempermainkan Angkasa, membawa banyak harta Angkasa dan untungnya Angkasa masih bisa bertahan hingga saat ini. "Mana mau Bu, Aluna dengan Angkasa lagi. Ibu itu dulu kasar sekali dengannya, memang Ini gak dengar, Aluna sekarang sedang dekat dengan laki-laki, perhatian dan sayang dengannya, aku lihat foto mereka liburan bersama dengan Rangga, Aluna bahkan di peluk oleh Ibu kekasihnya, gak seperti Ibu yang selalu memusuhinya," ucap Angkasa dengan sinis. Karena Ibunya, rumah tangga Angkasa hancur, yang kedua juga hancur. Dia belum ingin menikah lagi, Angkasa masih senang sendiri, menikmati hari-harinya dengan bekerja dan jalan dengan Rangga. Menyesal dia meninggalkan Aluna. Untungnya bisnisnya kembali berdiri. Kali ini Angkasa tidak ingin memikirkan wanita. Hatinya masih memikirkan Aluna, Aluna
Meskipun tidak disukai oleh orang tua Bram, Bram tetap saja membawa Aluna ke pertemuan-pertemuan keluarga. Bram tau kalau sekali bertemu belum tentu Keluarganya senang. Kali ini Aluna ikut masak-masak dirumah mewah Bram. Dia membuat ikan bakar, banyak keluarga yang akan datang nanti, Mama Bram memang tidak suka membeli makanan di restoran. Dia lebih suka masakan tangan. "Udah biasa masak?" tanya Mama Bram. "Iya, Bu. Aluna buka Restoran, ini lagi bangun juga, supaya tempatnya sedikit besar," ucap Aluna. Dia bukan mau sombong tetapi Mama Bram harus tahu kalau dia mendekati Bram bukan karena harta, dia juga punya usaha dan usahanya tidak kecil. Aluna sangat pintar mengolah masakan dan sambal buatannya juga enak, makanya rumah makannya laris. "Mama ini suka banget ikan bakar, Lun. Mama udah ngiler lihat ikan bakar kamu," ucap Mama Bram sambil melihat tetesan bumbu ikan bakar yang sedang Aluna kipas ikannya itu. Aluna membuat sendiri dengan tangannya. "Ada yang udah jadi, Bu. Aluna su
Seperti yang Aluna pikirkan, orang tua Bram tidak menyukainya. Masalahnya Aluna ini janda, Bram itu jejaka, belum pernah menikah meski mengasuh Milano. "Mas, aku bukan gak mau ikut makan malam sama Keluarga kamu, masalahnya Ibu kamu semalam telepon, habis pertemuan kita kemarin, aku sudah ceritakan." Bram sudah tahu semua itu, masalahnya Bram cocok dengan Aluna, dia sudah pernah punya anak dan pasti tidak masalah kalau Bram mengajak Milano sedangkan kalau dia mendapatkan gadis, mereka keberatan dengan adanya Milano dan sulit mencari wanita yang tulus saat ini. "Aku udah bilang dengan Ibu, aku yang jalani, aku akan terima kamu apa adanya, gak peduli kamu janda atau gak, aku yang jalani nantinya, Lun."Pernikahan tidak semudah itu, bukan masalah mereka berdua yang menjalani hubungan ini. Mereka punya keluarga yang harus disatukan. Kalau belum apa-apa saja, Aluna sudah tidak disetujui. Aluna jelas akan menyerah. "Gimana ya, Mas. Aku cerai dengan Mas Angkasa itu karena orang tuanya ti
Sepanjang jalan menuju Bekasi, Aluna hanya diam saja di dalam mobil, dia sedang memikirkan nasib mantan suaminya. Menyedihkan sekali kalau apa yang dikatakan oleh orang itu benar, Ulfa jalan dengan laki-laki lain, padahal Ulfa begitu dekatnya dengan Angkasa saat itu. "Kenapa, Lun?" tanya Bram sambil melirik Aluna yang melamun. Aluna terkejut mendengar suara Bram dan langsung menggeleng saja."Gak ada, Mas. Masih lama, ya?" tanya Aluna. "Sebentar lagi sampai, nanti ada orang tuaku, aku kenalkan kamu ke mereka." Aluna tidak siap, tetapi tidak apa, toh dia dan Bram tidak ada hubungan cinta apa pun, hanya teman biasa saja. Aluna sadar kalau dirinya janda, sedangkan Bram masih perjaka, Milano bukan anaknya tetapi anak Kakaknya yang meninggal dunia karena kecelakaan dengan istrinya. Bram yang menjaga Milano dari tiga tahun yang lalu. Bahkan karena itu, dia belum punya pasangan sampai sekarang. Sampai di hotel tempat acara, banyak sekali keluarga Bram. Mereka berjalan bersebelahan tetapi
Percuma saja, Aluna sudah tidak ada perasaan lagi pada Angkasa. Aluna juga tidak lagi berharap kembali kepada mantan suaminya. Aluna ingat Rose saja sudah membuatnya lelah sekali. Meskipun dia sangat cinta mati dengan Angkasa, kalau ingat Rose yang selalu jahat dengannya, cinta itu perlahan sirna. "Denger-denger, Siska anak Rose, suaminya ketangkap basah di hotel selingkuh dengan teman kantornya." Aluna mendapatkan cerita ini dari tetangga mertuanya yang sedang mampir di restorannya."Kamu denger gak Aluna?" Aluna tersenyum tidak enak, masalahnya Aluna tidak lagi mengurusi masalah rumah tangga mantan suaminya, nomornya saja sudah tidak Aluna simpan demi kesehatan mental dan pikirannya. Menjadi janda tidaklah mudah bagi Aluna. Dia mendapatkan nyinyiran dari banyak pihak. Aluna terima saja, orang yang mengumpat dan menjelekkannya tanpa tahu apa yang sebenarnya terjadi. "Gak denger, Bu. Aluna sibuk ngurus dapur," jawab Aluna masih duduk di meja kasir. Dia yang menjaga kasir. Rangga di
Kehidupan baru Aluna dimulai, sekarang dia mulai menutup semua kenangan indah bersama Angkasa. Memperbaiki dirinya menjadi lebih baik lagi, sebagai seorang janda yang mempesona, banyak sekali saat ini yang mendekati Aluna bahkan mantan suaminya sendiri sering mengirim pesan pada Aluna dan mengeluh tentang istri barunya. Heran saja Aluna. "Angkasa ini kenapa sih?" Aluna sedang sibuk membangun restorannya yang baru, kebetulan dia mendapatkan donatur dan ikut berbagi keuntungan dengan Aluna, orang itu tidak lain adalah Bram. Bukan hanya Bram saja yang mendekati Aluna, teman Angkasa yang merusak rumah tangganya juga gencar sekali mendekati Aluna. Hanya saja tidak ada yang Aluna tanggapi karena dia masih belum memikirkan pernikahan untuk saat ini. Baru saja Aluna sibuk membalas pesan pelanggannya, Angkasa kembali menghubunginya. "Kenapa, Mas?" Aluna masih baik, bagaimanapun Angkasa adalah Ayah dari anaknya, meskipun mereka berpisah, Aluna tidak mau putus hubungan dengan Angkasa karena
Aluna menunggu Rangga selesai dibereskan. Dia duduk di ruang tamu dan terus mendengar pertengkaran Ulfa dan Rose. Baru saja menikah sudah konflik dan itu tentang uang lagi, harusnya Rose tidak perlu ikut campur masalah mahar seperti ini tetapi seperti kata Aluna. Dia hanya ingin menonton akhir dari Mertua nerakanya dan mantan suaminya yang penurut. Sebenarnya Angkasa dulu tidak menuruti seperti ini, tidak tahu kenapa semenjak kejadian fitnah itu, Angkasa lebih percaya dengan apa yang dikatakan orang tuanya daripada istrinya sendiri. "Lun, makan dulu!" Angkasa pusing mendengar ocehan Ulfa dan Rose di dalam kamar, dia menemui Aluna yang duduk sendirian tanpa malu dicibir oleh keluarga Angkasa. Aluna mengambil anaknya, bukan main peduli urusan rumah tangga orang. Terserahlah itu! "Udah Mas tadi sama Mas Bram makan dulu," jawab Aluna bohong. Jangan sampai Angkasa ini tidak tahu kalau dia juga sudah punya lelaki yang menyukainya. "Gak disuruh masuk?" "Oh, gak usah bentar doang, cuma n