Share

Bab 2

Author: Sasri Tasmirah
Kevin tampak gugup dan menghindar. Aku mengambil ponselnya, dan ternyata benar, itu memang Fanny.

"Aku sudah kirim pesan, kenapa nggak dibaca? Cepat bukakan pintu untukku!"

Gina buru-buru turun ke bawah, dan dengan wajah penuh semangat, membawa Fanny naik ke atas.

"Ayah, Ibu, Kakak, Kak Fanny sudah datang! Kak Wilda, malam ini masak yang enak ya untuk kita."

Sambil berkata begitu, dia juga menyerahkan koper Fanny kepadaku.

Revan masuk ke rumah seolah-olah itu rumahnya sendiri. Dia mengenakan sepatu dan langsung melompat ke sofa sambil tertawa keras.

Aku mengernyitkan dahi. Itu adalah sofa kulit asli yang baru saja aku beli seharga 20 juta untuk rumah ini.

Mertuaku justru tersenyum lebar sambil menggenggam tangan Fanny dengan erat.

"Fanny, kamu memang nggak berjodoh dengan Kevin, dulu ... ah ... kamu tahu, Revan sudah seperti cucu kandungku. Pokoknya, aku nggak peduli, nanti kamu sering-sering bawa dia ke rumah, ya."

Kakek yang selalu tampak serius, kali ini memeluk anak itu dengan penuh kasih sayang.

Setiap kali bertemu, dia selalu memanggilnya, "Revan sayang."

Kemudian dia menghela napas dan berkata, "Keluarga kami ini benar-benar nggak beruntung. Kami nggak memiliki menantu dan cucu sebaik kalian!"

Mereka semua memuji Fanny secara terang-terangan seolah-olah aku sudah mati.

Hatiku terasa sakit. Semua pengorbananku selama bertahun-tahun ternyata sia-sia.

Apakah mereka sudah lupa bahwa dulu Kevin sampai berutang banyak karena Fanny?

Kevin dan Fanny adalah tetangga, dan juga teman sekelas selama dua belas tahun.

Mereka bekerja sama dalam bisnis, tetapi Fanny kabur dengan mantan suaminya dan membawa semua uangnya.

Aku diam-diam mencintai Kevin. Ketika dia mengalami kesulitan, tentu saja aku membantunya. Seiring waktu, kami pun jatuh cinta dan akhirnya menikah.

Selama bertahun-tahun, aku selalu menghargai hubungan ini.

Aku tidak pernah memperlakukan mereka dengan buruk.

Segala kebutuhan hidup mertuaku, mulai dari pemeriksaan kesehatan tahunan, hingga perjalanan, selalu aku berikan sepenuhnya setiap kali mereka memintanya.

Gina adalah anak yang lahir saat orang tuanya sudah tua, jadi aku lebih memperlakukan dia dengan sikap seperti seorang kakak perempuan.

Ketika nilai sekolahnya jelek, aku membiayainya masuk ke sekolah internasional.

Ketika dia tidak diterima di universitas bagus saat ujian masuk, aku langsung membantunya mendaftar di universitas luar negeri.

Semua kerabat Keluarga Hermawan menganggapku sebagai menantu terbaik di dunia.

Sayangnya, keluarga ini tidak menganggap pengorbananku sebagai hal yang berarti.

Sebaliknya, mereka justru sangat menyayangi seseorang yang tidak setia dan berkhianat.

Fanny mengabaikanku dan langsung duduk di sofa. Dia sengaja menoleh untuk melihatku sekilas.

"Oh, Wilda juga ada di rumah ya. Aku terlalu sibuk menyapa Paman dan Bibi tadi, jadi aku nggak melihatmu!"

"Paman, Bibi, aku dan Revan suka sekali masakan yang dibuat oleh Wilda. Kalian tahu, kami berdua selalu makan dengan lahap."

Ibu mertuaku memberi isyarat kepadaku, tetapi aku sama sekali tidak bergerak dan langsung duduk di sofa sambil makan semangka.

Fanny menundukkan pandangannya seketika.

"Wilda, apa kamu marah padaku? Kevin bilang kalian akan pergi berlibur. Karena Revan belum pernah keluar kota, aku memohon padanya agar dia membawa kami. Siapa sangka tiket pesawat hanya tersisa beberapa, sehingga kamu harus mengemudi."

"Kemudian aku memberi tahu Kevin bahwa aku nggak akan pergi, tapi dia bilang nggak masalah, anak kecil harus sering keluar melihat dunia agar bisa menambah wawasan ...."

"Wilda, kamu benar-benar sudah banyak berkorban!"

Di sisi lain, Gina sedang bermain gim dengan iPad yang kubelikan.

Sambil tertawa, dia berkata, "Kak Wilda nggak akan mempermasalahkan hal-hal seperti itu. Mengemudi sambil membawa anak-anak pasti sangat melelahkan. Aku sudah bilang untuk naik pesawat, tapi dia ingin menghemat uang. Dia kan suka mengemudi, jadi sekarang dia bisa mengemudi sepuasnya."

Fanny mengerutkan kening, lalu menegur Gina.

"Nggak boleh bicara seperti itu tentang Wilda. Apapun yang dia lakukan, dia tetap orang yang lebih tua ...."

Gina langsung bertingkah manja kepada Fanny dan mengakui kesalahannya.

Kedua orang itu tertawa bersama-sama.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Chantiqa Chiqa
dan sigoblok yg bucin cuma jd bahan tertawaan
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Pilihan Terakhir: Cerai   Bab 11

    Aku berhasil memenangkan gugatan, dan akhirnya mendapatkan kembali semua uang itu.Tentu saja, semua keluarga korban yang mengetahui keberadaan Fanny datang menemuinya untuk meminta kembali uang mahar yang pernah mereka berikan pada Fanny.Kabarnya, Fanny hamil, dan Kevin terpaksa menjual rumah di kampung halaman untuk membantunya membayar utang.Suatu hari, temanku bertanya padaku apakah aku tertarik untuk memulai usaha sendiri. Sebelumnya, aku merasa bahwa menjalankan bisnis akan mengurangi waktuku untuk merawat keluarga, jadi aku memutuskan untuk tidak melakukannya.Namun sekarang, aku langsung menyetujui tawarannya.Karirku semakin sukses. Aku juga belajar untuk menikmati hidup dan melakukan segala sesuatu yang aku inginkan.Saat makan bersama teman-teman lamaku, kami membicarakan kehidupan Kevin dan Fanny sekarang."Mereka berdua benar-benar pasangan yang cocok, masing-masing mempunyai banyak utang.""Kamu tahu, dulu Fanny sudah menipu Kevin dan membawa kabur uangnya dalam jumlah

  • Pilihan Terakhir: Cerai   Bab 10

    Pada hari kami mengurus surat cerai, situasinya sangat kacau.Dalam keadaan lemas dan dibantu teman, aku tiba di kantor catatan sipil. Di luar pintu, aku melihat Kevin dan Fanny sudah menunggu bersama anak Fanny.Mereka sungguh terlihat seperti keluarga bahagia.Kevin mengerutkan kening dan tampak tidak rela.Fanny berkata kepada Revan, "Mulai sekarang, Paman Kevin akan menjadi ayahmu!"Dia merangkul lengan Kevin dengan wajah penuh kemenangan."Wilda, aku benar-benar harus berterima kasih padamu karena membiarkan kami bersama. Ketika Kevin dan aku menikah, kami akan memberimu beberapa manisan pernikahan!"Aku menampar wajah Fanny hingga sudut bibirnya berdarah.“Apa yang kamu lakukan? Wilda, kamu benar-benar perempuan kasar!”Lalu dia bersembunyi di pelukan Kevin sambil menyeka air matanya."Kami belum bercerai dan aku masih istrinya. Siapa yang peduli jika istri sah memukul selingkuhan?"Aku memutar bola mataku ke arah Kevin."Ayo cepat urus perceraiannya, jangan berlama-lama, atau ak

  • Pilihan Terakhir: Cerai   Bab 9

    Kevin tentu saja tidak ingin berpisah dengan tangan kosong. Dia berusaha sekuat tenaga untuk bertemu denganku.Dia tidak hanya datang ke kantorku untuk mengirim bunga, tetapi juga membelikanku makanan manis. Namun, setiap kali bertemu dengannya, aku merasa jijik dan mual.“Sayang, aku minta maaf. Aku benar-benar salah. Tolong izinkan aku kembali ke rumah!”Di depan semua rekan kerjaku, dia bersikap seperti pria baik.Dia membuat orang merasa seolah-olah aku yang salah karena memaksa untuk bercerai.Dia ingin menggunakan cara ini untuk membuatku mengalah.Itu tidak mungkin."Kenapa Fanny nggak ikut sama kamu? Kalau kamu suka dia, kenapa kamu terus mengganggu aku? Bukankah dia membawa keberuntungan untukmu?""Bukan begitu, Fanny cuma teman baikku!"Aku tertawa sinis."Jadi, karena dia teman baikmu, kamu bisa memeluknya di tengah malam, mengajaknya naik pesawat bersama, sampai kamu menyuruh istrimu menyetir sendirian?"Orang-orang di sekitar menatapnya dengan aneh, hingga membuat Kevin me

  • Pilihan Terakhir: Cerai   Bab 8

    Aku menunggu di kantor urusan sipil selama dua jam dan tidak melihat Kevin. Saat aku bersiap pulang, aku mendapat telepon dari ibuku."Wilda, ada apa antara kamu dan Kevin? Keluarga mereka sudah pindah ke rumah kita!"Kepalaku langsung berdengung. Mereka benar-benar tidak tahu malu. Setelah menenangkan orang tuaku, aku langsung menyetir pulang.Begitu membuka pintu, aku langsung melihat mertuaku duduk di sofa sambil makan buah, sementara orang tuaku masuk ke kamar dengan marah.Melihat pemandangan itu, aku langsung naik pitam.Ibu mertuaku mendekat dan langsung membawakan tasku dengan ramah."Wilda, kamu pasti lelah sekali. Sudah makan belum? Ibu akan suruh Bibi masak sesuatu untukmu."Aku mengerutkan kening melihat mereka benar-benar menganggap rumah orang tuaku sebagai rumah mereka sendiri."Apa yang kalian lakukan di rumah orang tuaku? Cepat pergi sekarang juga!"Begitu mendengar kata-kataku, ayah mertuaku langsung melempar gelas ke lantai."Wilda, beberapa hari nggak ketemu, kamu j

  • Pilihan Terakhir: Cerai   Bab 7

    Selama bertahun-tahun, aku selalu membiayai semua orang di Keluarga Hermawan dengan sepenuh hati.Untuk memperbaiki kehidupan, aku bekerja keras tanpa henti. Bahkan setelah lembur, aku masih harus memasak untuk mereka sekeluarga.Setiap hari aku terus merasa tegang karena takut membuat kesalahan di pekerjaan dan juga khawatir mengabaikan keluargaku.Kata-kata yang dulu dinasihatkan orang tuaku terngiang di telingaku. Hari ini, semua ini terjadi akibat dari kebodohanku yang terjebak dalam perasaan cinta saat itu.Mulai saat ini, aku hanya akan hidup untuk diriku sendiri.Seiring berjalannya waktu, liburan mereka di pantai pun berakhir.Aku membayangkan bagaimana ekspresi wajah keluarga itu saat melihat hadiah besar yang aku kirimkan. Rasanya aku sudah tidak sabar.Ponselku berdering, dan itu adalah nomor yang tidak dikenal.Begitu aku mengangkat telepon, terdengar suara Kevin yang penuh amarah."Wilda, apa maksudmu mengganti kunci pintu? Kalau kamu nggak mau lagi tinggal bersama, bilang

  • Pilihan Terakhir: Cerai   Bab 6

    Ponselku terus berbunyi. Aku pun membuka ponsel dan melihat Fanny mengirim foto-foto mereka di dalam grup keluarga Kevin.Tante-tante dan saudara-saudara yang lain memberi komentar. Mereka memuji Kevin sebagai anak yang berbakti dan penuh pengertian.Aku membuka Instagram milik Fanny, di mana dia memposting sebuah foto."Terima kasih kepada Ayah yang telah membawa Revan berlibur ke pantai dan menginap di hotel bintang lima yang mewah."Sepertinya Kevin benar-benar mengeluarkan banyak uang untuk keluarganya, setidaknya puluhan juta.Namun, jika dipikir-pikir, dia begitu dermawan karena dia tahu ada aku yang selalu mendukungnya.Ibuku bertanya di grup keluarga."Wilda, kamu sudah sampai mana? Kenapa belum sampai juga? Aku masih menunggu pakaian di koper untuk berfoto!""Ya, benar, Kakak. Matahari di sini terlalu terik, tanpa tabir surya aku akan menghitam! Bagaimana ini?"Ketika aku tidak merespon, ibuku langsung menelepon."Wilda, kamu sudah sampai mana? Kenapa lama sekali?"Ayah mertua

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status