Share

Jangan Cari Aku Lagi

"Perempuan murahan? Apa maksudmu, Ly?" Ishak bertanya dengan kening berkerut dalam.

Dengan air mata yang seakan tidak mau berhenti membasahi pipi, aku kembali membuka suara. 

"Shak, aku udah nggak virgin lagi."

Seketika wajah Ishak berubah terkejut, "Ly, aku nggak ngerti apa maksudmu."

Baiklah, ini artinya Ishak meminta penjelasan utuh dariku. Dan sesuai keinginan kedua orang tuanya, aku harus membatalkan pernikahan kami karena aku yang memilih mundur. Meski ada desakan dari kedua orang tuanya di dalam pembatalan ini yang tidak boleh kuutarakan pada Ishak.

"Shak, aku nggak bisa menjaga kehomatanku untuk kamu. Aku ... aku udah nggak suci lagi. Aku ... kotor," usai berucap demikian tangisku makin tergugu.

Bertepatan dengan itu Ishak menarik tangannya cepat dari genggaman kedua tanganku. Persis ketika malaikat pencabut nyawa menarik jiwa seorang anak manusia dari raganya.

"Kamu mengkhianati hubungan kita? Atau ada seseorang yang memaksa kamu berkhianat dariku?"

Andai aku bisa membela diri dihadapan Ishak lalu kedua orang tuanya bersedia memaafkan aku, mungkin akan kulakukan. Masalahnya, sekuat apapun aku membela diri dan menjelaskannya pada Ishak, keputusan akhir dari nasib pernikahan kami tetaplah sama.

BATAL.

TIDAK ADA RESTU.

"Lilyah! Jawab!" Ishak meminta penjelasan dengan amat tidak sabar.

"Aku mencintaimu, Shak. Tapi aku nggak bisa ngelanjutin hubungan kita. Lebih baik pernikahan kita dibatalin aja. Kamu berhak mendapat perempuan yang lebih baik dari aku."

Dengan wajah bersungut marah, Ishak meremas rambutnya, "Kamu mengkhianati aku sejak awal? Lalu kenapa kamu nggak bilang dari awal, Lilyah!? Kenapa baru sekarang ketika persiapan pernikahan kita udah sejauh ini?! Kenapa?!"

Teriakan Ishak membuat pengunjung restauran dan musisi recehan yang tengah bermusik ikut menatap ke arah kami.

Sedang aku hanya bisa tergugu sedih dengan menunduk sedalam-dalamnya. Permintaan maaf pun tidak akan cukup membuat luka di hati Ishak terobati.

"Seenggaknya, kalau kamu emang nggak serius sama aku, tolong jangan permainin perasaanku sedalam ini, Ly. Kamu benar-benar keterlaluan!"

"Shak, aku nggak pernah main-main sama hubungan kita. Aku mencintaimu tapi ujian ini datang diluar kuasaku."

"Cinta katamu?! Ini bukan cinta, Ly! Ini pengkhianatan paling nyata!"

Tanpa bertanya lagi, Ishak berdiri kemudian melepas cincin pertunangan kami dan meletakkannya kasar di atas meja. Cincin yang kami pilih bersama-sama dengan ukiran nama kami dan tanggal pertunangan di bagian dalamnya.

"Lakukan apa yang kamu mau, Lilyah! Selamat tinggal dan jangan cari aku lagi meski hanya untuk meminta maaf!"

Langkah sepatu kerja Ishak terdengar jelas beradu dengan lantai bar and restaurant ini ketika menjauh dariku yang masih duduk sendiri dengan tangis pilu. Bahwa satu kenyataan pahit yang harus kutelan mentah-mentah jika aku telah kehilangan separuh jiwaku.

Jemariku terulur mengambil cincin milik Ishak yang terukir namaku disana lalu kugenggam erat-erat. Biarlah aku menangis sendiri di atas kursi ini tanpa memperdulikan tatapan simpati dari pengunjung yang lain.

Biarlah mereka tahu jika aku patah hati. Jika aku sedang tidak baik-baik saja. Bahkan ingin rasanya aku marah pada takdir yang membuatku kehilangan lelaki sebaik Ishak.

"Apa salahku, Tuhan? Kenapa aku harus menerima kenyataan pahit ini?"

***

Belum kering luka di hati pasca perpisahanku dengan Ishak, kini Papa menambahnya dengan kata-kata yang membuatku menyadari satu hal. Bahwa kehadiranku tidak diharapkan lagi di rumah ini.

"Paa, ayo sarapan dulu," ajak Mama setelah sarapan tersaji.

Papa yang sudah siap dengan setelan seragam kerjanya, justru menolak, "Papa mau makan kalau anak itu pergi dari rumah ini!"

Aku yang tengah mengunyah roti bakar pun hanya bisa menunduk.

"Paa, Lilyah itu anakmu. Maafin dia. Ini semua musibah."

"Anakku cuma satu. Vela."

Adikku Vela hanya tersenyum tipis mendengar ucapan Papa lalu kembali mengunyah roti bakarnya.

"Ayo, Vel. Kita sarapan diluar aja. Papa tambahin uang jajanmu."

Dengan hati-hati Vela meletakkan roti bakarnya di atas piring lalu berbisik padaku, "Aku berangkat dulu sama Papa ya, Kak. Nggak jadi nebeng Kak Lily."

Vela segera menyambar tas kuliahnya lalu berjalan cepat mengikuti Papa. Namun Papa kembali berseru sebelum keluar dari pintu rumah.

"Papa kasih kamu waktu sampai besok untuk meninggalkan rumah ini, Ly. Malu sama tetangga karena udah ada yang tahu kelakuan bejatmu itu! Dasar anak nggak tahu diri!"

Mendengar ucapan Papa, aku merinding membayangkan tubuhku diseret tetangga lalu digiring berjamaah keluar kompleks perumahan. Dengan tabungan yang belum seberapa, aku tidak yakin bisa hidup mandiri di luar sana.

Kini, kejutan apa lagi yang kuterima? Dan mengapa tetangga pun sampai tahu hal ini? Siapa musuhku yang sebenarnya?

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Srie Wibowo
aq rasa vel deh pelakunya. krn iri
goodnovel comment avatar
Rahma Wati
pati adik nya sendiri. .pasti
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status