Ada yang bilang luka yang menganga lebih baik dari luka yang tak terlihat. Namun bagaimana jika kedua luka itu datang di saat bersamaan? Itu adalah hal yang mengerikan bagi Alesha yang terus mengalaminya sampai saat ini.
Dirinya sudah berbicara panjang kali lebar plus tinggi, tapi sang pendengar seperti tidak mendengar apapun. Membuat Mila menjadi geregetan dengan tingkahnya yang sok cool, padahal dalam hati ia mengakui jika Alesha yang sekarang memang sangatlah dingin.
Alesha pun menghela nafas lelah kemudian di tatapnya sang sahabat yang berdiri tepat di depan meja kerjanya.
"Iya gue dengar, Mila" Jawabnya pelan.
"Astaga Ale, kalau denger ya jawab dong pertanyaan gue!"
"Jangan diem-diem aja" Kesal Mila, biarlah kata orang ia bawahan kurang ajar karena posisi mereka sekarang saat berada di ButiQ adalah atasan dan bawahan, tapi yang paling lama kan posisinya sebagai sahabatnya Alesha.
Alesha pun bersandar ke kursinya sembari mengetuk-ketukkan pensilnya di atas buku sketsanya, seolah sedang memikirkan sesuatu dengan sangat serius.
"Hm" Jawab Alesha kemudian.
Sontak jawaban Alesha yang ambigu itu membuat Mila memicingkan matanya.
"Lo tahu gak jawaban lo ambigu banget?" Ucap Mila mengutarakan pikirannya.
Alesha menyentuh tengkuknya lelah, ia yakin sebentar lagi sahabatnya ini pasti akan mengeluarkan kata-kata puitis, bijak dan mutiara juga skill acting yang tidak main-main.
"Bahkan lo sama sekali gak ada usaha untuk mencari jawabannya" Mila menggeleng-gelengkan kepalanya dengan penuh drama.
"Gue gak nyangka sahabat gue yang pintar ini bakal menyerah dan lebih memilih buat gak jawab pertanyaan gue, seorang sahabat dari orok" Tambahnya di dramatisir.
Alesha menyangga tangannya di meja. Menyaksikan seni drama di hadapannya dengan serius.
"Gue gak nyangka sahabat gue hiks... Sahabat terbaik gue..." Ucapnya dengan penuh penghayatan layaknya seorang aktris sinetron.
Lagi-lagi yang dilakukan Alesha hanya menghela nafasnya karena ia tidak tahu harus bereaksi seperti apa jika Mila sudah menyajikan drama panggungnya itu.
"Dan sekarang, jawab pertanyaan gue yang tadi, dan jangan bilang gak mau. Titik" Ucap Mila tiba-tiba serius dan juga menyangga tangannya di meja kerja Alesha agar pandangannya langsung ke mata sang sahabat.
"Gue gak bilang gak mau jawab. Seperti yang lo bilang..." Ucap Alesha kemudian terdiam seolah sedang memikirkan sesuatu.
"Karena gue pintar jadi jawabannya harus dipikirkan dulu, bahkan jawaban yang salah sekalipun" Tambahan nya
Mila speechless kemudian tertawa lebih ke tertawa kekalahan, inilah sebabnya kenapa ia selalu kalah dengan Alesha. Karena gadis itu sudah pintar ralat jenius sejak lahir.
"Sabar Mila sabar... Orang sabar di sayang pacar" Ucapnya seraya mengelus dadanya sendiri.
Sedangkan Alesha dengan tenang meneruskan pekerjaannya, yaitu menggambar sketsa.
Mila pun mulai menenangkan diri sekali lagi, sahabat nya ini benar-benar menguji kesabaran nya. Lalu ia menghembuskan nafasnya kasar dan mencoba tersenyum. Dan mulai merangkai kata agar perkataannya kali ini bisa membuat Alesha mengerti.
"Bunda lo nelpon Bang Bayu, dan karena beberapa hari ini.... Bukan... Bukan beberapa hari... karena setelah kepulangan lo dari Bali lo langsung mengurung diri didalam kamar selama seminggu full, fix kita semua khawatir" Jeda Mila lalu menarik nafas.
"Jadi wahai sahabatku Ale, karena lo udah satu tahun lebih menghindar buat ketemu sama Bang Bayu, tak bisakah gue saranin untuk sekali aja ketemuan di Café mungkin, biar suasananya nyaman gitu... Baikan sama Bang Bayu gih" Tambahnya.
"Tapi kok jadi aneh ya... Seolah sama aja gue nyaranin lo buat ketemuan sama Bang Bayu yang notabennya cowok gue, tapi statusnya juga sebagai dokter keluarga lo jadi gak papa lah" Gumam Mila yang masih bisa di dengar oleh Alesha.
Astaga desah Alesha, sahabat nya satu ini sangat lah cerewet. Juga perkataannya yang tadi dan yang sekarang sama saja tidak ada bedanya. Bisa di katakan Mila hanya mengulangi kata-katanya, perbedaannya hanya pada intonasi cewek itu saat mengucapkannya.
Dan juga, dokter macam apa yang setiap berjumpa selalu saja membuatnya berakhir di rumah sakit?
"Bang Bayu? Hah... Oke gue bakal ketemu sama dia. Asalakan..." Ucapan Alesha awalanya di hadiahi senyuman oleh Mila namun mendengar sebuah kata 'Alaskan' senyuman itu langsung luntur.
"Jangan ngajak berantem" Tambahnya dan senyum yang tadi sempat hilang kini muncul lagi dari bibir Mila.
"Siap itu sih mudah banget. Tapi... ngomong-ngomong nih yah, lo seminggu kemaren ngapain sih ngurung diri di kamar" Tambahan pertanyaan ini adalah dari Bunda Anika yang di teruskn oleh Mila.
"Menyelesaikan pekerjaan" Uacapanya namun entah karena reflek atau apa tiba-tiba Alesha memandangi lengannya yang tertutup bajunya, dan gerak gerik Alesha pun tak luput dari perhatian Mila.
Mila tahu mengungkit hal itu malah akan memperparah keadaan yang ada dan untuk itu ia memilih diam dan menahan diri untuk tak mengeluarkan isi pikirannya sekarang.
"Jadi... Kapan nih rencana nya lo mau ketemu sama bang Bayu?" Tanya Mila ingin mengalihkan perhatian Alesha.
Alesha langsung mengalihkan perhatiannya dari lengannya sendiri dan berkata "Nanti"
Mila tertawa putus asa.
Definisi Alesha tentang nanti itu adalah tidak akan pernah. Jadi lebih baik jika cewek di depannya ini mengatakan akan kupikirkan daripada bilang Nanti.
"Astaga Ale...Gak ada gunanya tadi pembicaraan kita kalau jawaban akhir lo adalah nanti" ucap Mila mengutarkan segala pikirannya kepada Alesha.
Sedangkan Alesha tanpa mempedulikan Mila dengan santai menggambar di buku sketsanya.
Mila tidak akan menyerah, ia akan menggempur Alesha dengan pertanyaan kapan itu nanti. Tapi sebelum itu terjadi siaran Televisi yang sedari tadi menayangkan Film kartun Monster inc kesukaan Alesha telah selesai hingga acara gossip menggantikan slot tayang berikutnya.
"Kabar bahagia datang dari seorang aktris sekaligus putri konglomerat Nayla Alexandria dengan seorang pengusaha muda, Ryan Dermawan Bramastya. Akhirnya mereka memberikan jawaban pasti prihal status hubungan diantara keduanya. Dari salah seorang narasumber berkata jika keduanya kini sedang menyiapkan pertunangan mereka yang akan....."
Piiiiippppp
Mila langsung mematikan Televisi tersebut tanpa persetujuan Alesha. Ia kini menatap Alesha cemas.
Di sisi lain, Alesha yang mendengar berita itu tanpa sadar tangannya berhenti menggambar. Dan tanpa melihat kearah Televisi, gadis itu seolah berkonsentrasi melihat sketsa di bukunya.
Kemudian ia tersadar, Alesha pun langsung melanjutkan menggambarnya, seolah tidak peduli dengan apa yang di beritakan.
"Ale, are you okay?" Tanya Mila khawatir, karena dapat merasakan perubahan suasana dari raut wajah Alesha, walau tidak begitu ditampakkan sahabatnya ini.
"Gak usah parno gitu" Balasnya tanpa memandang Mila sedikitpun.
"Bukan gitu gue cuman..." Jujur Mila tidak tahu harus mengatakan apa.
Kini keheningan menyelimuti mereka. Mila tidak tahu harus menjawab apa. Gadis itu hanya diam berdiri di hadapan Alesha.
"Sudah waktunya istirahat makan siang. Lo makan duluan aja sama yang lain. Gue mau menyelesaikan ini dulu"
Mila hanya mengangguk-anggukkan kepalanya paham tanpa banyak tanya, lalu berjalan keluar dari ruangan Alesha. Sebelum itu diam-diam ia mengambil gunting, jarum dan benda-benda tajam lainnya yang selalu Alesha letak kan didalam kotak khusus di atas meja.
Sebelum keluar ruangan boss nya ini Mila menatap Alesha sekali lagi memastikan, namun sama seperti tadi Alesha masih terlihat sibuk menggambar.
Saat keluar ruangan Mila menyuruh pegawai lain untuk istirahat duluan, sedangkan dirinya akan menunggu Alesha.
Karena dari pengalaman-pengalaman sebelumnya mengenai Alesha, jika sahabatnya itu berbicara panjang dan seolah mengusir jangan pernah tinggalkan cewek itu sendiri. Dan jauhkan dirinya dari benda-benda tajam terutama pisau, karena itu benda terlarang bagi Alesha.
Mila kemudian berdiri di depan pintu ruangan Alesha. Menyentuh pelan ganggang pintu ruangan sahabatnya itu. Ia sedikit cemas jika teringat masa itu, masa yang tidak akan pernah ia lupakan, yang melibatkan Alesha dan sebuah pisau.
"Astaga Ale!!!" Teriak Mila.
"Lo jangan main-main itu pisau!" Tambahnya mencoba merebut pisau yang ada di tangan Alesha. Namun Alesha dengan mudahnya semakin mencengkram pisau itu hingga bau anyir langsung masuk ke indra penciuman Mila.
Mila seketika merinding dan takut jika mengingat kembali kenangan itu, sahabatnya terkadang bisa tidak sadar dengan apa yang ia lakukan.
"Mudahan aja gak papa, semua yang tajam udah gue keluarin" Pikirnya.
Tapi Mila lupa satu hal mengenai benda tajam lainnya. Karena sesaat setelah Mila keluar dari ruangannya, Alesha benar-benar menghentikan aktivitasnya.
Di cengkeramnya kuat pensil di tangan kanannya. Ujung pensil yang lancip tanpa sadar telah menebus permukaan kulit telapak tangannya.
Jangan salah, ia bukan merasa sedih karena berita pertunangan Ryan, perasaannya pada lelaki itu bisa dikatakan tidak ada lagi. Ia hanya sedikit teringat dengan Berita pernikahan Ayahnya dulu.
Berita pernikahan Ayahnya yang secara tidak langsung menjadi penyesalannya di kemudian hari.
"Akhirnya Daniel Hatmaja melepas masa lajangnya setelah..." Suara di televisi membuat Alesha berlari keluar rumahnya.
"ALESHA" Tak dihiraukannya teriakan seseorang yang terus memanggil namanya.
"Ayah... Kenapa yah?" Tangis Alesha dengan masih berlari hingga ia pun terduduk jatuh di jalan.
Alesha masih menangis meraung tidak terima dengan apa yang terjadi. Hingga Bunda Anika, Ari dan Ara datang langsung memeluknya. Kini ia harus sadar, Ayahnya benar-benar memilih untuk meninggalkan mereka. Dan Alesha, tidak bisa menerima itu semua.
Kini setetes darah sudah mewarnai telapak tangannya. Alesha kemudian berjalan kearah jendela. Dan dari lantai dua ruangannya, ia menatap langit lalu memejamkan matanya. Merasakan hangatnya sinar mentari.
Entah kenapa, Alesha selalu mengikuti saran Dokter tua itu. Atau tanpa sadar saat melihat langit biru di atas sana ia mengingat perasaan itu.
Dan perlahan Alesha menjatuhkan pensilnya. Darah masih mengalir dari telapak tangan nya. Lalu ia mendengus kasar, lagi-lagi ia melakukannya.
Ada yang bilang luka yang menganga lebih baik dari luka yang tak terlihat. Namun bagaimana jika kedua luka itu datang di saat bersamaan? Itu adalah hal yang mengerikan bagi Alesha yang terus mengalaminya sampai saat ini.
~~~
Ada ruang hatiku yang kau temukan... Kok gue malah nyanyi ? Hehehe Oh iia makasih sudah menyempatkan diri untuk membaca cerita ini
Katakanlah Ara lemah, tapi jika pada dasarnya ia adalah seorang yang mudah memaafkan seperti Bundanya, maka semarah apapun Ara pada akhirnya hatinya akan mudah luluh juga. Tanpa sepengetahuan Bunda dan Ari, Ara pun nekat datang sendirian untuk menghadiri acara pernikahan kakaknya Siska. Ara tidak ingin keluarganya tahu jika dirinya datang untuk menemui Ayahnya. Ara takut mereka akan melarangnya, padahal ia hanya ingin memastikan keadaan Ayahnya saja. Ara masih ingat kemarin Kak Siska mengiriminya pesan jika Ayahnya jatuh sakit dan berharap bisa bertemu dengannya lagi. Ara sempat ragu, tapi kerinduannya pada sosok sang Ayah mengalahkan segala keraguannya itu. Apalagi jika teringat kata-kata kasar nya waktu itu, pasti sangat menyakiti hati Ayahnya. Katakanlah Ara lemah, tapi jika pada dasarnya ia adalah seorang yang mudah memaafkan seperti Bun
"Gak, jangan berterima kasih saat gue merasa jika sedang mengkhianati janji gue pada Ale" "Gue udah bilang kan, selain alamat ButiQ dan nomor hp nya Ale. Gue gak tau lagi hal lainnya mengenai Ale" Ucap Siska lelah karena terus di tanyai prihal Alesha dan keluarganya. Ia kesal bercampur marah karena ini sudah yang ke lima kalinya ia di teror oleh seorang Ryan hari ini. "Hp nya gak aktif dan ButiQ nya tutup" Beber Ryan seolah itu adalah salahnya. Hari ini sudah berkali-kali Ryan mengunjungi ButiQ Alesha namun tutup. Sedangkan nomor hp gadis itu tidak aktif sampai sekarang. "Ya mana gue tahu kenapa nomornya gak aktif sama ButiQ nya tutup" Jawab Siska seadanya. "Lo gak ada info lain? Apapun itu gue mohon... Please" Setelah mendapat kabar jika om Daniel bertemu dengan tante Anika dan Ara, Ryan pun langsung bergerak cepat mencari
"Semakin hari aku semakin sulit mengenali yang mana sebuah kenyataan dan yang mana sebuah hayalan" Alesha memarkirkan mobilnya di depan toko CakeBakery yang terlihat sudah tutup begitupula dengan toko Florist padahal biasanya toko akan tutup sekitar jam 9 malam. Banyaknya mobil di depan rumahnya pun seakan menjawab semua pertanyannya saat ini. Alesha hanya berharap mereka semua tidak mencercanya dengan berbagai pertanyaan dan nasehat karena ia sudah sangat kelelahan dan tak ingin memikirkan apapun lagi. Memejamkan mata adalah hal yang sangat Alesha butuhkan sekarang, sebenarnya bisa saja dirinya tidur di dalam mobil tapi ia memilih menahannya sejenak agar dapat bertemu dengan ranjangnya dan bisa terlelap di sana. Sekarang waktu sudah menunjukan jam 18.17 di dasbor mobilnya. Kepalanya berdenyut sangat sakit dan matanya terasa perih setelah tidak tidur selama l
Alesha terpaku, ia telah kehilangan ayahnya. Kini ia juga kehilangan cinta pertamanya. Delapan jam lebih sudah Alesha mengendarai mobilnya di jalanan, matanya masih fokus menyetir dengan kecepatan rata-rata. Yang berarti sudah delapan jam jugalah ia menghilang tanpa memberi kabar kepada siapapun. Padahal waktu sudah menunjukan jam sembilan malam. Baterai Hpnya pun menunjukkan angka 1% akibat banyaknya mendapat panggilan telepon dan Chat dari banyak orang. Hingga sebuah panggilan yang diberi nama Bunda menjadi panggilan terakhir yang terhubung sebelum Hpnya mati total akibat kehabisan daya. Dan Alesha masih terus melajukan mobilnya,, matanya tidak lelah dan pikirannya sangat terjaga bahkan sanggup untuk menyetir tanpa istirahat hingga sampai ketempat tujuan nya. Flashback Alesha yang tampak kusut berjalan kearah rumah seseorang y
"Aku memaafkan mu mas. Jadi sekarang mas harus mendapatkan maaf dari anak-anak. Aku tidak ingin seumur hidup mereka mendendam pada ayahnya sendiri" Seusai acara, saat semua orang sudah pergi dan hanya menyisakan beberapa staf serta Daniel sekeluarga yang sedari tadi kukuh untuk bertemu dengan salah seorang model. Bahkan sebelum acara itu berakhir Daniel sudah berada dibelakang panggung agar bisa bertemu dengan model tersebut, siapa lagi jika bukan putrinya, Ara. Anika pun sudah menghilang dari tempat duduknya saat matanya tadi terfokus pada Ara. Sepertinya Anika enggan untuk bertemu dengan Daniel, sedangkan sedari tadi putrinya menolak dengan keras walaupun beberapa staf terus membujuknya agar mau bertemu dengan sang Ayah. "Gimana yah Om, Ara nya gak mau" Siska buka suara, bagaimanapun dirinya tidak bisa memaksa karena Ara adalah adik temannya.
Suara itu... Orang itu... Ketakutan itu... Masih menghantuinya, dan jujur ia belum siap menghadapinya. "Astaga Ale. Kenapa pintu lo kunci segala sih?" Marah Mila, namun kekhawatir lebih mendominasi dirinya. Alesha hanya menatap sahabatnya dengan santai kemudian kembali ke tempat duduknya. Sedangkan Mila ingin menangis sekarang, ia takut terjadi apa-apa dengan sahabatnya. Bayangkan saja, karena sejak sejam yang lalu Alesha mengurung diri di ruangannya tanpa sedikitpun merespon panggilan nya. Mata Mila menatap Televisi yang menayangkan kartun Spongebob dalam hati ia bertanya apakah tadi Alesha menonton Berita tentang Ayahnya yang mencari anak-anaknya dan juga mantan isrinya. Melihat Mila yang termenung seraya menatap televisi, sudah cukup untuk membuat Alesha tahu apa isi pikiran sahabatnya saat ini. "Gue nonton tadi beritany