Ayahnya pergi mengkhianati kepercayaan. Dan dia, cinta pertama nya pergi meninggalkan dirinya. Kejadian yang lebih buruk bahkan mengikutinya. Saat Alesha berjuang untuk kesembuhannya demi orang-orang disekitarnya. Mereka kembali meminta kesempatan kedua. Dengan sebuah alasan yaitu Penyesalan. "Haruskah aku mati agar kamu dapat memaafkan ku?" Ucap nya putus asa. "Cobalah. Bukankah kau harus mencoba setiap kemungkinan yang ada" Bahkan Alesha tak perlu menatap matanya saat mengatakan itu.
View More"Kak... Ayah Kak..." Ucap seorang gadis kecil menangis sesenggukan.
Alesha yang baru pulang dari sekolah langsung memeluk Adiknya untuk menenangkan, batinya penuh tanya apa yang membuat Adiknya ini menangis.
"Kamu kenapa Ara?" Tanyanya lembut.
"Hiks... Ayah kak hiks... Ayah mau pergi... Pergi kak... Ninggalin kita hiks" Tangisnya membuat Ara terbata-bata menjawab pertanyaan sang Kakak.
BRAK
PRANG
BRAK
Suara benda yang jatuh lalu diikuti suara piring pecah membuat Alesha terkejut, Ara pun semakin menangis kencang di pelukannya. Kini kedua matanya menatap ke arah dapur dengan hati yang gelisah.
Alesha mendesis lirih dalam tidurnya karena sebuah mimpi. Ia terlihat gelisah, hingga membuatnya tidak bisa berhenti bergerak di atas ranjangnya sendiri.
"Kenapa?" Teriak Alesha dengan penuh rasa tidak terima, lalu menggenggam erat tangan Ayahnya agar jangan pergi.
Kini air mata Alesha tumpah membasahi wajah cantinya. Namun bukannya memberikan sebuah jawaban, sang Ayah hanya tersenyum sendu lalu perlahan mencoba melepaskan cengkraman Putrinya dari tangannya.
Alesha yang melihat itu menggelengkan kepalanya berkali-kali, berharap agar jangan melepaskan genggaman nya, ia butuh penjelasan apa yang terjadi. Dan di tengah keputusasaan itu Alesha menatap mata sang Ayah, memohon... Itulah yang saat ini ia lakukan.
Karena Alesha tahu selama ini Ayahnya tak pernah tega melihat tatapan sedihnya apalagi dengan air mata yang sedari tadi tidak kering membasuh wajahnya.
Namun, justru dirinya lah yang menemu kan sesuatu dari tatapan sang Ayah. Tatapan itu, mengatakan kan segalanya. Hingga dengan berat hati, Alesha lah yang melepaskan genggaman tangannya sendiri dan membiarkan kan Ayahnya untuk pergi.
Alesha pun semakin mengeratkan cengkraman nya pada selimut yang menyelimuti setengah tubuhnya, seolah-olah ia tidak ingin melepaskan apa pun yang ada digenggamnya.
PLAK
Sebuah tamparan hinggap di pipi mulus Alesha menghempaskan semua kemarahannya. Dengan gemetar tak percaya ia tatap sang pelaku yang sudah menamparnya.
"Semua karena mu, Alesha. Bahkan... Ayahmu pergi, itu juga karena ulah kamu sendiri!"
"KAMULAH PENYEBABNYA... Karena kamu lah gadis murahan itu. Jadi jangan melampiaskan nya kepada orang lain!!"
"DAN JANGAN PERNAH MUNCUL DI HADAPANKU LAGI!" Teriak Ryan, mata pemuda itu menatap tajam dan penuh kemarahan pada Alesha.
Alesha yang masih terpejam secara repleks menyentuh pipinya dan mulai terisak didalam tidurnya.
"Akhirnya Daniel Hatmaja melepas masa lajangnya setelah..." Suara di televisi membuat Alesha berlari keluar rumahnya.
"ALESHA" Tak dihiraukannya teriakan seseorang yang terus memanggil namanya.
Alesha menggelengkan kepalanya berkali-kali, seolah ia akan tahu jika hal buruk akan terjadi.
"Mau kemana gadis manis" Ucap Orang itu lalu menarik lengan Alesha dengan sangat kasar.
"Tolong... Tolong..." Teriaknya seraya terus memberontak dari Orang itu. Namun semua itu percuma.
Keringat mulai membasahi wajah cantik Alesha, bahkan AC dan suasana dingin selepas hujan pun tidak mampu untuk menghentikan peluhnya.
"Jangan... Kumohon... Jangan... Aku mohon jangan" Mohon nya dengan terisak.
Alesha tidak pernah setakut ini selama hidupnya.
Raut wajah Alesha menunjukkan jika ia sangat ketakutan, walaupun kedua matanya masih terpejam dengan erat.
"Buka matamu atau dia akan ku bunuh!!"
Alesha tidak bisa bernafas dengan tenang mendengar itu, namun perkataan Orang itu selanjutnya membuat Alesha merasa tidak bisa bernafas lagi.
"Aaaaa... Aku tahu, kamu pasti juga menginginkannya kan... Alesha? Hahaha sabarlah waktumu juga akan tiba" Ucapannya bagaikan sebuah janji dan langsung membangkitkan ketakutan luar biasa pada Alesha.
Nafas Alesha mulai tidak teratur, hingga terasa sesak di dada.
Ditangannya ia mengacungkan sebuah pisau dan nampak tangan Alesha gemetar ketakutan.
Kini Alesha menggigil ketakutan karena mimpi buruknya.
Mata Alesha menatap darah yang menempel di pisau. Lalu beralih pada tangannya yang masih gemetar, juga bersimbah darah.
"Kak... Kakak..." Alesha mengigau, memanggil seseorang dalam tidurnya dengan pilu.
"Bahkan jika kau mati pun, kau tak akan tenang. Karena aku akan... Terus membayangi hidupmu, Alesha Hatmja" Suara Orang itu terus mengusiknya.
Setetes air mata mulai mengalir dari ujung pelupuk matanya yang masih terpejam.
"Aku menyerah Alesha, maafkan aku... Karena tidak sanggup bertahan... Maaf"
"Kak..." Tangis Alesha sekali lagi memanggil seseorang di dalam tidurnya.
"Maaf... Semoga kamu bisa bahagia disana..." Ucapnya kalut lalu dengan ragu terlihat dari tangannya yang gemetar menarik selang oksigen Alesha.
Di kenyataan, Alesha menangis dalam tidurnya dan tangisnya juga lah yang membuatnya terbangun dari tidurnya. Dan saat Alesha membuka kedua matanya, ia langsung terduduk dengan nafas yang terengah-engah.
Satu menit dan dua menit berlalu, dirinya masih memegangi dadanya yang terasa sangat sesak.
Hingga tarikan nafas selanjutnya ia lakukan dengan perlahan lalu menutup kedua matanya.
Kemudian Alesha merebahkan kembali tubuhnya dan memejamkan kedua matanya sekali lagi, untuk berusaha menenangkan diri bahwa itu hanyalah sebuah mimpi.
Namun kenyataan menghampirinya, itu bukan sekedar mimpi. Bahkan itu lebih buruk dari sekedar mimpi terburuknya yaitu sebuah kenangan masa lalu, yang terus mengusiknya tanpa henti.
Alesha kembali menangis, menggigit bibirnya sendiri agar isak nya tak terdengar.
Demi Tuhan, ia sungguh tidak kuat lagi! Alesha mulai memukul dadanya yang terasa sesak hingga rasanya sulit sekali untuk bernafas.
Alesha terus memukul dadanya dengan tangis yang semakin menjadi.
Apakah ia harus mati agar semuanya usai? Pikiran itu membuat Alesha kembali bangun dari tempat tidurnya. Terlihat ia keluar dari kamarnya lalu berlari menuruni anak tangga menuju kelantai bawah.
Hujan kembali membasahi ibukota disertai suara petir dan kilat yang terus menyambar sedari tadi.
Dalam remangnya ruangan yang sedang Alesha masuki, ia mencari sesuatu hingga menjatuhkan beberapa benda dan menimbulkan kebisingan yang cukup untuk mengkagetkan semua orang di dalam rumah.
Namun sebelum semua itu terjadi, ia menemukannya. Benda itu! Sebuah pisau.
Bunda Anika yang memang sedari tadi tidak bisa tidur karena teringat dengan masa lalu.
Daniel, Ayahnya yang berada di ruang kerjanya untuk menyelesaikan pekerjaannya sebagai dalih untuk menghentikan dirinya sendiri yang terus berada di depan kamar putri sulungnya tadi.
Ari yang sedang bermain game untuk menahan amarahnya yang sudah membelundak.
Ara yang sedang belajar untuk mengalihkan pikirannya.
Dan semua orang di rumah yang memang tidak bisa tidur akan kejadian yang terjadi hari ini langsung berjalan kearah dapur setelah mendengar suara bising dari sana.
Sedangkan Alesha menggemgam erat pisau itu seakan-akan benda yang sangat berharga, kemudian mengarahkan pisau tersebut langsung ke urat nadinya di tangan. Air mata masih membasahi wajahnya, kini Alesha menutup kedua matanya bersiap untuk berhenti dari segala kenangan menyakitkan selamanya.
Dan tidak ada keraguan sedikitpun saat dengan mudahnya pisau itu mulai menebus permukaan kulitnya hingga darah mulai mengalir keluar dari tangannya.
~~~
Katakanlah Ara lemah, tapi jika pada dasarnya ia adalah seorang yang mudah memaafkan seperti Bundanya, maka semarah apapun Ara pada akhirnya hatinya akan mudah luluh juga. Tanpa sepengetahuan Bunda dan Ari, Ara pun nekat datang sendirian untuk menghadiri acara pernikahan kakaknya Siska. Ara tidak ingin keluarganya tahu jika dirinya datang untuk menemui Ayahnya. Ara takut mereka akan melarangnya, padahal ia hanya ingin memastikan keadaan Ayahnya saja. Ara masih ingat kemarin Kak Siska mengiriminya pesan jika Ayahnya jatuh sakit dan berharap bisa bertemu dengannya lagi. Ara sempat ragu, tapi kerinduannya pada sosok sang Ayah mengalahkan segala keraguannya itu. Apalagi jika teringat kata-kata kasar nya waktu itu, pasti sangat menyakiti hati Ayahnya. Katakanlah Ara lemah, tapi jika pada dasarnya ia adalah seorang yang mudah memaafkan seperti Bun
"Gak, jangan berterima kasih saat gue merasa jika sedang mengkhianati janji gue pada Ale" "Gue udah bilang kan, selain alamat ButiQ dan nomor hp nya Ale. Gue gak tau lagi hal lainnya mengenai Ale" Ucap Siska lelah karena terus di tanyai prihal Alesha dan keluarganya. Ia kesal bercampur marah karena ini sudah yang ke lima kalinya ia di teror oleh seorang Ryan hari ini. "Hp nya gak aktif dan ButiQ nya tutup" Beber Ryan seolah itu adalah salahnya. Hari ini sudah berkali-kali Ryan mengunjungi ButiQ Alesha namun tutup. Sedangkan nomor hp gadis itu tidak aktif sampai sekarang. "Ya mana gue tahu kenapa nomornya gak aktif sama ButiQ nya tutup" Jawab Siska seadanya. "Lo gak ada info lain? Apapun itu gue mohon... Please" Setelah mendapat kabar jika om Daniel bertemu dengan tante Anika dan Ara, Ryan pun langsung bergerak cepat mencari
"Semakin hari aku semakin sulit mengenali yang mana sebuah kenyataan dan yang mana sebuah hayalan" Alesha memarkirkan mobilnya di depan toko CakeBakery yang terlihat sudah tutup begitupula dengan toko Florist padahal biasanya toko akan tutup sekitar jam 9 malam. Banyaknya mobil di depan rumahnya pun seakan menjawab semua pertanyannya saat ini. Alesha hanya berharap mereka semua tidak mencercanya dengan berbagai pertanyaan dan nasehat karena ia sudah sangat kelelahan dan tak ingin memikirkan apapun lagi. Memejamkan mata adalah hal yang sangat Alesha butuhkan sekarang, sebenarnya bisa saja dirinya tidur di dalam mobil tapi ia memilih menahannya sejenak agar dapat bertemu dengan ranjangnya dan bisa terlelap di sana. Sekarang waktu sudah menunjukan jam 18.17 di dasbor mobilnya. Kepalanya berdenyut sangat sakit dan matanya terasa perih setelah tidak tidur selama l
Alesha terpaku, ia telah kehilangan ayahnya. Kini ia juga kehilangan cinta pertamanya. Delapan jam lebih sudah Alesha mengendarai mobilnya di jalanan, matanya masih fokus menyetir dengan kecepatan rata-rata. Yang berarti sudah delapan jam jugalah ia menghilang tanpa memberi kabar kepada siapapun. Padahal waktu sudah menunjukan jam sembilan malam. Baterai Hpnya pun menunjukkan angka 1% akibat banyaknya mendapat panggilan telepon dan Chat dari banyak orang. Hingga sebuah panggilan yang diberi nama Bunda menjadi panggilan terakhir yang terhubung sebelum Hpnya mati total akibat kehabisan daya. Dan Alesha masih terus melajukan mobilnya,, matanya tidak lelah dan pikirannya sangat terjaga bahkan sanggup untuk menyetir tanpa istirahat hingga sampai ketempat tujuan nya. Flashback Alesha yang tampak kusut berjalan kearah rumah seseorang y
"Aku memaafkan mu mas. Jadi sekarang mas harus mendapatkan maaf dari anak-anak. Aku tidak ingin seumur hidup mereka mendendam pada ayahnya sendiri" Seusai acara, saat semua orang sudah pergi dan hanya menyisakan beberapa staf serta Daniel sekeluarga yang sedari tadi kukuh untuk bertemu dengan salah seorang model. Bahkan sebelum acara itu berakhir Daniel sudah berada dibelakang panggung agar bisa bertemu dengan model tersebut, siapa lagi jika bukan putrinya, Ara. Anika pun sudah menghilang dari tempat duduknya saat matanya tadi terfokus pada Ara. Sepertinya Anika enggan untuk bertemu dengan Daniel, sedangkan sedari tadi putrinya menolak dengan keras walaupun beberapa staf terus membujuknya agar mau bertemu dengan sang Ayah. "Gimana yah Om, Ara nya gak mau" Siska buka suara, bagaimanapun dirinya tidak bisa memaksa karena Ara adalah adik temannya.
Suara itu... Orang itu... Ketakutan itu... Masih menghantuinya, dan jujur ia belum siap menghadapinya. "Astaga Ale. Kenapa pintu lo kunci segala sih?" Marah Mila, namun kekhawatir lebih mendominasi dirinya. Alesha hanya menatap sahabatnya dengan santai kemudian kembali ke tempat duduknya. Sedangkan Mila ingin menangis sekarang, ia takut terjadi apa-apa dengan sahabatnya. Bayangkan saja, karena sejak sejam yang lalu Alesha mengurung diri di ruangannya tanpa sedikitpun merespon panggilan nya. Mata Mila menatap Televisi yang menayangkan kartun Spongebob dalam hati ia bertanya apakah tadi Alesha menonton Berita tentang Ayahnya yang mencari anak-anaknya dan juga mantan isrinya. Melihat Mila yang termenung seraya menatap televisi, sudah cukup untuk membuat Alesha tahu apa isi pikiran sahabatnya saat ini. "Gue nonton tadi beritany
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments