Share

BAB 4- We Have To Deal

Leo dan Marta Menelusuri kembali jalan yang telah mereka lalui sebelumnya, Leo mengamati Marta dengan kayu bakar di kepalanya merasa sangat kagum dengan gadis di hadapanya. Meskipun dengan beban berat di kepalanya dia masih terlihat cantik sangat alami.

Yang Leo tahu gadis remaja seusianya di kota-kota besar bahkan sudah mulai mengolekksi alat make-up. Melirik-lirik fashion terbaru. Terutama jika mereka lahir dengan sendok emas mereka telah dimanjakan dengan mobil mewah.Pesta mengundang DJ. Bahkan jika ulang tahun mereka mampu mengundang sekelas bintang Artis K-pop papan atas dengan mudah dengan uang orang tua yang mereka miliki.

"Bolehkah aku mengambilnya?" Tanya Leo pada Marta Tiba-tiba menunjuk pada kayu bakar di junjungan Marta.

“Ini ringan" jawab Marta dingin enggan untuk berbagi cerita dengan orang yang membuntutinya sadari tadi.

"Biar aku coba!" Kata Leo seraya menahan lengan gadis itu yang terpaksa menghentikan langkahnya.

“Anak-anak disini sudah terbiasa, jadi tidak perlu khawatir!” tukas Marta tidak ingin Leo terlibat.

“Justru aku ragu jika Abang yang membawa kayu bakar ini, kayu bakar ini tidak akan sampai ke rumah karena abang tidak terbiasa dengan pekerjaan ini.” Tambah Marta setengah mengerjainya dengan penekanan yang sedkit menyindir.

"Kalau begitu mari kita buktikan dan bertaruh!" tantang Leo seraya menatap Marta dengan sangat lekat. Tapi Marta hanya menanggapi tatapan itu datar.

"Ayo singkirkan itu dari kepalamu!" Kata Leo sambil menariknya dari kepala Marta membuat mereka begitu dekat dan sejajar. Dan fantasi liarnya hampir merenggut kesadarannya. Melihat wajah Marta yang begitu dekat dengannya. Sementara Marta hanya menyilangkan tangan di depan wajahnya seolah ingin membuat jarak. Leo hanya menanggapi tindakan Marta dengan tersenyum dan memindahkan ikatan kayu ke tentetenganya.

"Aku akan membawa ini sampe ke rumahmu. Jika ini berhasil sampai dirumahmu, aku ingin kamu menjawab semua pertanyaanku, setiap kali aku menanyakan apa pun yang aku inginkan!" Cetus Leo tegas. Marta hanya terpaku menyesali pernyataan yang dia ucapkannya kepada Leo.

"Deal?” tanya Leo seraya menunjukkan jari kelinkingnya kepada Marta.

"Tapi aku belum setuju, itu pemaksaan namanya," kata Marta.

"Makanya mari kita deal dulu" ucap Leo memastikan. Berharap ini adalah kesempatan baginya. agar bisa mendekati bunga desa berseragam SMP itu. Kemudian Leo meraih tangan kiri gadis itu. Meraih jari kelingking gadis itu dengan paksa dari pemiliknya.

"Sekarang kita sudah deal" tambah Leo lagi, sebalikanya Marta merasa buntu dengan kata-katanya sendiri. Yang meragukan pria kota itu tidak terbiasa dengan beban berat serta tidak memiliki energi seperti anak-anak yang dibesarkan di desa.

“Kalau ternyata pernyataanku benar, bagaimana?” Tanya Marta untuk memastikan keuntungan yang didapatnya.

"Come on, Marta, kita tadi tidak sedang bertaruh tapi kamu yang mengujiku dari tadi!" jawab Leo mengerjai Marta seraya menyungingkan sepotong senyun di bibirnya, pertanda ia melihat kemenangan akan berpihak padanya.

“Kita sudah deal barusan!" tambah Leo lagi, berharap Marta tidak memberikan alasan. Walau sebenarnya Leo tahu dia sedang memanipulasi gadis remaja itu. berharap dia mendapatkan keuntungan dan menjadi awal kedekatan mereka.

***

Suasana sekertariat  begitu riuh, sejak jam lima sore, tempat itu sudah penuh dengan anak-anak yang begitu antusias untuk mengikuti kelas belajar bahasa Inggris dan Mandarin yang menjadi salah satu proyek Leo dan teman-temannya. Bukan hanya itu saja para orang tua juga ikut menyaksikan  proses pembelajaran yang sedang berlangsung.

Kim dan Patrick, menangani sesi pertama kelas SD satu sampai tiga lalu Khiel dan Laura menangani siswa kelas empat dan lima di sesi kedua. Di sesi ketiga ada kelas enam, tujuh dan delapan ditangani oleh Harley juga David. Kelas sembilan dan sepuluhh ditangani oleh Leo dan Crensaw. 

Malam itu kelas sembilan dan sepuluh sengaja ditangani oleh Leo. Agar Leo bisa melihat Marta berada di kelas yang akan ditanganinya. Namun Leo tidak menemukan Marta di antara peserta yang hadir. Meskipun dia tahu Marta kelas sembilan. tapi pertanda gadis itu hadir tidak jua dilihatnya.

“Mengapa dia tidak hadir?” Pikinya. Padahal Leo sengaja mengatur jadwal agar dia bisa mengajar di kelas sembilan. Khiel, Kim dan Mark tau betul mengapa Leo ingin mengajar di kelas sembilan. Tidak lain karena Leo berharap Marta akan hadir lalu bisa melihat bunga desa yang belum mekar itu. 

Gadis-gadis seusianya dan anak-anak SMA disekitar desa ini  berusaha menyebarkan pesona mereka untuk menarik perhatian leo dan teman-teman bulenya. Tetapi Leo merasa kesepian di keramaian. Leo hanya tertarik pada Marta saja. Leo jelas tidak bersemangat karena alam semesta sepertinya tidak berpihak padanya malam ini. 

**** 

Embun pagi bertengger di antara dedaunan hijau.  Harum pagi masih terasa di desa ini. Kabut pagi bias di antara pepohonan, Marta masih enggan bergabung dengan pagi yang telah menyapa bumi. karena Alam Mimpi masih memeluknya. Menawarkannya mimpi yang indah sehingga dia setuju bahwa dia tidak ingin itu berakhir dengan cepat.

Karena jika dia terbangun, malam berikutnya dia tidak mendapati mimpi yang sama,bermimpi bertemu ayahnya adalah hal yang istimewa dari semua mimpi yang diinginkannya.

Sejak ayahnya meninggal karena kanker tiga tahun yang lalu. Marta merasa setengah dari dunianya runtuh. Kecerianya pergi. Kepercayaan dirinya hilang seiring ibunya yang pergi tanpa berita sejaka tiga tahun lalu.

 Ya, tiga tahun lalu ibunya bilang akan mencari pekerjan atau berdagang untuk memulai hidup baru, setelah semuanya yang mereka miliki habis untuk biaya pengobatan ayahnya. Sehingga Marta dan ayahnya dititipkan kepada kakek dan neneknya. Sudah hampir tiga tahun itu berlalu sampai ayahnya meninggal, ibunya tidak pernah pulang juga tidak pernah berkabar.

Ibunya membiarkan Marta mengurusi ayahnya. Hingga ketik ayahnya itu kembali dengan para malaikat di surga. Ibunya bahkan tak menampakkan diri. Sejak itu Marta kehilangan harapan, belajar ke jenjang yang lebih tinggi seperti impiannya selama ini hanyalah angan-angan belaka. 

Karena kakek dan neneknya telah sepu. Baginya di usahakan masuk SMA saja sudah cukup untuknya dan rasanya sudah melebihi harapannya.

Karena itu, tidak sekalipun dia membantah terpikir pun tidak. Bagi Marta   menyenangkan keduanya adalah prioritas utamanya. 

"Marta, Marta, Bangun!" suara khas neneknya itu berhasil mengusir sang mimpi itu kembali ke alamnya. Memaksa Marta kembali ke alam sadar kemudian ekor matanya mencari jam dinding di kamarnya. Meski netranya kurang ramah dan enggan untuk berkompromi. Diantara setengah sadar dia kemudian tersentak. Karena jam dinding telah menunjukkan pukul enam pagi.

Dia terlambat satu jam dari jam biasanya dia bangun, Sementara Marta harus menyiapkan sarapan untuk kedua orang tua yang sudah sepuh itu. Marta akan merasa bersalah jika ia terlambat meyediakan sarapan dari jam biasanya karena banyak hal yang telaahh dikorbankkan keduanya untuknya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status