Pekerjaan pertama Leo dan sembilan temannya selama berada di desa ini adalah membuat persediaan toilet dan supply air bersih. Para gadis remaja lalu-lalang menebar pesonanya masing-masing kepada Leo dan teman-temannya terkecuali Marta.
Leo melihatnya melewati area project ketika gadis itu pulang dari sekolah. Tetapi Marta hanya berlalu tanpa melempar pandangan sedikitpun ke arah Leo dan teman-temannya. Sepertinya gadis itu cukup cuek dan dingin dengan orang baru.
Leo ingin berbicara dengan gadis itu walau hanya sekedar menyapanya. Tapi Leo tidak berani melakukannya. Dia hanya bisa menatap gadis itu lekat dari jauh. Lagi pula ini adalah perkampungan, tidak mungkin untuknya berlaku se aggresif itu. Orang sekampung bisa menggebukinya dan Leo tidak ingin membayangkan itu terjadi.
Jika di kota besar mungkin siswi SMP seusianya, sudah mempunyai pacar walau hanya sekedar cinta monyet. Apalagi usianya sebentar lagi sudah memasuki SMA. Bahkan jika itu di negara maju tempat Leo tinggal sekarang, orang tua mereka sudah membekali mereka dengan alat kontrasepsi dari rumah.
“Hffffh …" Leo menarik nafas dalam-dalam, sulit baginya untuk mendekati gadis ABG itu dan bingung bagaimana caranya. Karena jelas gadis itu tidak bisa diperlakukan seperti gadis yang tumbuh dan dibesarkan di kota besar atau negara dimana tempat Leo tinggal.
"Hi what happened?" tanya Mark yang sadari tadi mengamati Leo yang menghentikan aktivitasnya dan begitu lekat menatap gadis remaja yang baru saja akan hilang dari pandangan netranya hingga Leo tidak menyadari bahwa, Mark sudah sejak tadi berdiri di sampingnya.
"Kamu lihat gadis itu? Tanya Leo seraya menujuk ke arah Marta yang hampir menghilang ditelan kejauhan.
"Ya, aku memperhatikanmu, dan aku melihat matamu tertuju padanya!” jawab Mark menggoda.
“She is to sweet for you Bro, dia masih terlalu muda dan naif bagimu untuk bersenang-senang” jawab Mark.
"Hei, what fuck you talking about?" Leo mencoba melepaskan rangkulan Mark dari lehernya dan menyingkirkannya yanag entah sudah berapa lama nangkring di antara bahunya.
"Seriously she doesnt want to see us. Even yesterday I met her, she is not impress at all like another girl's in this village" Leo mencoba memberi pembelaan.
"Hei seriously, you want her?”
“She still fourteen or maybe fifteen years old Bro!" sahut Khiel menimpali pembicaraan Leo dan Mark.
“Hei don't say if you pedhofil?” canda Kim turut menimpali lagi seraya mengerutkan dahinya.
“I bet you, she is almost sixteen years old I think cos yesterday I met her, I saw her books she is grade nine now, its mean this March if I count. So, she almost sixteen years old," sahut Leo membela diri tak mau di cap pedhofil oleh teman- temannya hanya karena dia tertarik dengan Marta. Gadis ABG yang berhasil mengacaukan Mata dan hatinya.
“What’s going on here?” kata Leo menyadari aktifitas mereka berhenti dari tadi.
“Come on Dude, Back to our mission the show has over.” Kata Leo lagi seraya mendorong tiga teman-temannya itu.
Leo melihat lagi, Marta berlalu dari pandanganya saat ia melewati melalui area proyek yang Leo dan timnya sedang mereka kerjakan, Leo mengamati lingkungan sekitarnya. Masih begitu lengang, karena jam seperti itu orang-orang di desa masih sibuk dengan sawah dan ladang mereka masing-masing
" ini kesempatanku bicara padanya" gumam Leo dalam hati dan ia bergegas setengah berlari mengejar Marta yang sudah beberapa puluh meter di hadapanya.
"Hai ...," sapa Leo dengan napas berat dan terengah-engah karena mengejar Marta.
"Aku Leo, yang datang ke rumahmu beberapa hari yang lalu." Desisnya seraya memegangi tengkuknya dan leher yang tiba- tiba ingin di garuk walau tak terasa gatal.
“Ya saya tahu," jawab Marta merespon singkat tapi tidak menatap lawan bicara yang berada di sampingnya dan hanya fokus pada perjalananya.
"Bolehkah aku ikut? tanya Leo berharap mendapat persetujuan dari Marta.
"Dari tadi kan sudah ngikutin" jawab Marta dengan datar, mematahkan basa-basi Leo.
“Oh shit, ngomong ama anak SMP gini bangat ya? pikirnya.
"Kok bisa mati kutu aku dan kehabisan kata-kata" gumam Leo lagi.
Sementara Marta hanya menunduk berjalan tepat di sampingnya dan Leo hanya mengikutinya. Mempercayakan perjalanan mereka kepada Marta. Marta tidak mengeluarkan sepatah kata pun.
Pandangan gadis itu hanya tertuju pada arah perjalanannya yang entah kemana tujuanya. Terkadang berbelok dan berlahan turun menuruni perbukitan dengan anak tangga dibentuk di atas tanah. Ini pertama kalinya Leo berpetualang ke alam yang tujuannya dan ujungnya tidak tau di titik mana berhenti. Tapi percaya pada pemandu wisatanya yang pelit bicara tapi mengikuti saja.
“Maaf kalau boleh saya tahu berapa usiamu sekarang? cetus Leo meskipun Leo tahu negaranya tinggal menayakan usia adalah hal yang tidak sopan, tapi di negerinya sendiri itu adalah hal lazim.
“Pertengahan Agustus nati enam belas tahun” jawab Marta dingin.
"Februari lalu aku dua puluh dua tahun" balas Leo menimpali tapi Marta masih dingin tidak menanggapi Leo. Hanya melirik Leo sekilas.
"Bang,” desis Marta
"Shirr,"Apakah dia baru saja memanggilku Abang " gumam Leo dalam hati dan itu membuat jantungnya semakin berdebar kencang.
"Kita sudah sampai," tambah Marta mematahkan debaran jantungnya yang baru saja bergelora.
“Oppung! Oppung!” panggil Marta mencari kakek dan neneknya.
“Oung … "suara sahutan terdengar dari dari balik pohon mangga yang tumbuh besar di dekat pinggir persawahan.
“Ada orang yang mencari Oppung ini" kata Marta menyambut keduanya keluar dari balik pohon kueni. Membuat Leo kehabisan kata-kata merasa Marta mengerjainya.
"Siapa?" Tanya Oppung semakin mendekat ke arah Marta dan Leo.
"Bang Leo Oppung" ucap Marta membuat Leo kehilangan kosa kata. Seingatnya tak sepatah kata pun dia mengatakan ingin bertemu dengan Pak tua itu.
“Masih ada lagi yang kurang dari diskusi kita kemarin anak muda? Sehinggah engkau menyusulku ke sawah ini? ” tanya Oppung.
Sementara Marta tampak sumringah, puas mengerjai Leo dan berhasil Menikmati ekspresi Leo yang terlihat kikuk dan merasa berada di tengah-tengah terkaman singa.
"Ini tidak ada hubungannya dengan yang kemarin Oppung, aku hanya ingin melihat hamparan sawah lebih dekat," Leo menjawab, memberikan alasan terlalu mengada-ada dan kakek tua itu menangkap alasan yang tak loogis itu.
"Jauh sekali kalau begitu, bukankah didekat Campmu itu di depanya hamparan sawah?" tanya oppung seolah menyelidik tapi dengan nada meledek. Marta hanya mengamati Leo karena berhasil membuat Leo terlihat kikuk dan tak mampu lagi menjawab dengan benar kakek tua itu.
"Baiklah, ayo kita pulang ini sudah sore" kata kakek itu untuk membuyarkan rasa kalut pada Leo.
"Ambil ini kayu bakarnya" kata neneknya kepada Marta sambil menunjukkan ikatan kayu itu. Lalu Marta bergegas menggulung sarung yang dibawanya dari rumah. Membentuknya menjadi lingkaran meletakkannya di atas kepalanya. Lalu Nenek mengangkat Ikatan kayu itu untuk di letakkan di junjungan Marta.
“Leo pulanglah dulu dengan Marta kami menyusul nanti, karena kami akan ganti baju dulu” kata lelaki tua itu menunjukkan bajunya yang berbekas lumpur.
“Iya Oppung" Sahut Leo, mengikuti langkah Marta dari belakang.
Setelah menempuh hampir 18 jam perjalanan. Yang sangat membuat tubuh Marta penat. Akhirnya terbayar dengan ke tibaan Marta di Bandara FlughafenMünchen Franz Josef Strauß Munich. Marta melayangkan pandangannya pada setiap sudut gedung bandara tua itu. Pohon cemara yang dihiasi lalmpu-lampu kecil dan miniature sinterklause pertanda negara ini sedang menayambut natal. Marta merenggangkan otot-ototnya dengan hati-hati mengingat ada sesuatu dalam rahimnya kini.Munchen adalah ibu kotanegara bagian.Sekaligus kota terbesar di negara bagianBayerndiJerman yang menjadi tempat pelarian yang tepat untuk Marta. Kota yang sudah lama di incar olehnya untuk di kunjunginya dan tidak pernah menyangka akan berada dii tempat ini jauh lebih cepat dari yang di impikanya.Saat Marta tiba entah kenapa negara ini menyambutnya dengan musim dingin. Seolah mengerti jika Marta merasakan hal yang sama di hatinya kini. Di
Huru-hara pernikkahan Leo akhirnya selesai juga yang tersisa kini hanya sebuah gelar baru yang akan dia sandang seumur hidup yaitu kata “Suami”yang artinya ada tangggung jawab baru yang harus di embanya.“Aku mau" kata Cindy seraya memeluk Leo dari belakang saat ia membuka tuxedo berwarna dongker jas pengantinnya.“Tapi kamu perlu istirahat setelah tiga hari ini Kita bergelut dengan acara yang sangat melelahkan" kata Leo mengingat kondisi Cindy yang sebenarnya tidak sedang sehat-sehat saja.“Ini adalah malam pengantin kita aku masih bersemangat dan moment ini sudalah lama aku nantikan "kata Cindy“Ditangkupnya bibir Cindy itu meski dalam kepalanya Marta masih menari- menari di kepalanya.lalu melucuti baju pengantin yang Masih melekat di tubuh Cindy dan begitupun Cindy dibukanya satu persatu kancing kemeja yang masih melekat di tubuh Leo.meski ia berharap Marta yang melakukan ya namun ditenangkannya piki
Sudah hampir seminggu ini Leo dilanda gelisah. Pada akhirnya dia harus tegas pada dirinya sendiri. Leo melajukan mobil porsche di jalanan dia melaju ke rumah sakit dimana Marta Koas dan Setelah dilihatnya Marta lengkap dengan jas kebesarannya yang berwarana putih tanda ia telah mencapai sebagian titik impiannya. Ia bersama-bersama temannya sedang menuruni anak tangga pertanda itu adalah pergatian shiftnya. “Marta" katanya memangil Marta yang berjarak hiitungan meter darinya “Dan Merasa ada yang memangilnya dia mencari asal muasal suara yang sangat dikenalinya itu mengingat kata-kata Laura dan Tante Diana ingin rasanya Marta menghilang tiba-tiba agar dia bisa menghindari Leo dengan cara yang magic tapi belum sempat Marta menghindari. Leo sudah tepat di hadapan Marta dan teman - teman koasnya. “Duluan, Ta” kata teman-temannya mengetahui Marta di hampiri Leo, karena yang mereka tau Leo adalah wali bagi Marta. “Bisa
Marta menghela nafasnya dalam dan sesekali membuangnya ke udara. Untuk saa ini dia memang membutuhkan udara dalam rongga dadanya yang kian sesak.Marta sudah menerima visanya satu minggu lalu itu artinya dia akan meninggalkan Indonesia ke negara yang dia tidak pernah tau. Dihari sebelumnya dia sudah mulai searching- searching Universitas di negara itu yang mungkin menyediakan Scholarship. Untuka Marta bisa melanjutkan dokter specialistnya sehabis Koas yang tinggal satu bulan lagi Itu.Saat dia membuka mesin pencarian muncul judul berita “pernikahan para anak konglemerat menyatukan bisnis dalam pernikahan para anak Taipan” muncul pada bar goodle.Dan trending pencarian ke tiga, Antonius Leo dan Cindy O dalam pernikahan yang mewah dan glamour. Entah mengapa Marta ingin melihat portal itu meski tujuanya bukanlah ingin mencari tau soal berita itu. Dilihatnya Leo dan Cindy bahagia dan sumringah didal
“Kamu darimana saja, semalaman Handphone kamu nggak diangkat "Cerca Diana kepada Leo, ketika Leo sudah sampai di rumah sakit yang juga didirikan ayahnya itu dan Laura Juga ternyata sudah di sana juga.“Cindy kena leukimia stadium dua” kata Diana kepada Leo“Apa?” kata Leo memastikan seraya melihat Laura yang berdiri disampingnya dan Laura hanya mengiyakan dengan menganggukan kepalanya.“Sebelum semakin parah sebaiknya pernikahan kalian harusnya di percepat” Kata Diana menanggapi tatapan Leo kepada Laura.“Supaya Cindy setelahnya bisa lebih fokus untuk kemoteraphy” kata Mamanya lagi kepada Leo.Leo hanya bisa mengusap wajahnya yang sedang bingung. Dia merasa bersalah kepada Marta tapi juga ia merasa bersalah kepada Cindy yang sedang sakit sekarang.Leo tidak ingin membiarkannya begitu saja setelah dia dan Cindy bertunangan. Namun bagaimana dengan Marta yang sudah menerima
Leo meneliti setiap titik lemah di tubuh Marta. Agar Leo bisa membawanya ke alam di mana Marta tidak pernah merasakannya sebelumnya. Leo menarik atasan piyama Marta dengan cepat. Lalu membuang piyama itu ke sembarang arah. Lalu Leo mengecupi leher Marta dengan lembut. Membuat tubuh Marta menggeliat seolah ingin mengharapkan lebih dari yang dia rasakan di antara kecupan-kecupan dari bibir Leo.Kemudian Leo turun menggunakan kelihaian bibirnya menjelajahi leher jenjang Marta itu dan meletupkan inchi demi inchi di tubuh mungil itu.. Leo memberi jilatan di antara belahan gundukan Marta. Memberi gigitan-gigitan kecil tapi juga lembut. Kemudain memberi tanda merah disana. Membuat Marta mengeluarkan suara erangan dari bibirnya, sehingga kadang-kadang rasa malu menghampirnya saat Marta tesedar dengan erangannya sendiri.Namun kecupan itu membuat seluruh darahnya semakin cepat memompa dan semakin menggeliat pertandaa ia membari respon di bawah kecupan-kecupan Leo da