Share

Bab 5

Penulis: Merry Raharja
Saat Nadira sampai di lantai satu perusahaan, Liane masih menunggunya.

Begitu melihat Nadira keluar, dia melangkah maju dan menanyainya.

"Bagaimana hasilnya?"

"Nggak berhasil. Seperti rumor yang beredar, dia sangat keras kepala dan nggak tersentuh."

Bukan hanya itu saja, dia hampir mengekspos dirinya sendiri.

Saat membuka pintu ruangan dan berniat melangkah keluar, Nadira mendengar suara pelan Sharga.

"Setahuku Bu Nadira menjadi tuli karena menyelamatkan Pak Adelio. Tapi, sepertinya pendengaranmu sudah kembali."

Nadira tidak yakin apakah pria itu akan membantunya menjaga rahasia itu. Namun, Nadira yakin bahwa pria itu tidak akan setuju meskipun dia memohon agar dia merahasiakannya.

Liane terlihat bersalah. "Maaf karena aku nggak bisa membantumu."

"Nggak apa-apa, akulah yang membuatmu mendapat masalah."

Nadira bergidik saat teringat apa yang dikatakan Sharga kepada bawahannya.

Nadira melihat Liane terpaku di tempat tanpa reaksi sedikit pun, pandangannya kosong.

Nadira menggoyangkan tangannya di depan mata Liane.

"Kenapa kamu melamun?"

Liane menegang, lalu menoleh ke arahnya, menatapnya dengan tidak percaya.

"Aku ... nggak kasih isyarat apa pun, kenapa kamu bisa dengar suaraku?"

Nadira menutup mulut Liane. "Diam, sini dulu."

Dia menceritakan kejadiannya secara kasar kepada Liane, membuat Liane bersorak kegirangan.

"Syukurlah. Kenapa nggak bilang dari tadi? Kamu bikin aku gerak-gerak sendiri seperti orang bodoh."

Meskipun Liane tidak menguasai bahasa isyarat dengan baik, untung saja Nadira pintar. Kalaupun dia tidak melakukan gerakan isyarat dengan benar, Nadira masih bisa memahami apa yang dia katakan dari gerakan mulutnya.

"Rahasiakan dulu, Adelio saja belum tahu. Oh ya, kamu mungkin harus memberi tahu teman yang membantumu, mungkin dia akan dipecat."

Suara Nadira makin pelan, secara tidak sengaja menyampaikan kata-kata Sharga kepada Liane.

Liane menundukkan kepalanya. "Gawat! Sharga benar-benar sangat tegas dan nggak kenal ampun. Sepertinya rencanamu akan gagal."

...

Begitu kembali, Nadira langsung menjual gaun pengantin mahal yang dibuatkan Adelio untuknya.

Dia sadar bahwa terlepas dari apakah dia bisa bertanggung jawab atas Proyek Obari atau tidak, dia akan membutuhkan uang untuk kehidupannya di masa depan.

Dia yang sekarang bukan lagi nona muda Keluarga Kusumajana. Dia hanya orang biasa dan membutuhkan uang untuk bertahan hidup.

Awalnya, dia mengira bahwa butuh beberapa waktu agar gaun itu terjual setelah masuk laman penjualan. Namun, baru dicantumkan selama tiga puluh menit, seseorang langsung membelinya dengan harga tinggi.

Uang pun langsung masuk ke rekening, sepuluh miliar.

Nadira memandangi uang itu dengan mata berbinar, hatinya sudah mulai memperhitungkan apa yang harus dilakukan dengan uang ini.

Tiba-tiba, pintu kamar didorong terbuka dengan tergesa-gesa.

Adelio masuk, dahinya berkeringat dingin. Dia setengah berjongkok di depan Nadira, memberi isyarat dengan cemas.

"Aku lihat kamu menjual gaun pengantinmu di internet. Aku mendesainnya untukmu dengan tanganku sendiri, apa aku melakukan kesalahan sampai membuatmu marah?"

Nadira melihat mata Adelio dipenuhi dengan kekhawatiran. Dulu, dia berpikir bahwa dia mengenal Adelio dengan sangat baik, bahwa dia bisa melihat semua yang ada di matanya.

Namun, kenapa saat melihat mata itu sekarang, dia merasa bahwa tidak ada apa-apa selain kemunafikan?

Dia mengaitkan sudut bibirnya dengan paksa. "Nggak kok. Aku cuma merasa kalau gaun pengantin hanya sesuatu yang bisa dipakai di badan saja. Apa kamu ingat apa yang pernah aku katakan sebelumnya? Ada panti asuhan yang kondisinya sangat memprihatinkan dan aku ingin menyumbangkan uangnya untuk mereka."

Adelio menatapnya, setengah percaya dan setengah ragu.

"Benarkah? Bukan karena Proyek Obari jatuh ke tangan Jenita, kamu jadi marah dan menjual gaun pengantin itu?"

Nadira menepuk punggung tangan Adelio, berpura-pura tidak keberatan dan menjawab dengan murah hati.

"Mana mungkin? Dulu kami juga satu sekolah, jadi sesama alumni, sudah sepantasnya kita saling membantu. Jangan berpikir aneh-aneh."

Mendengar itu, kekhawatiran di wajah Adelio langsung menghilang.

"Baiklah. Aku tahu kamu bukan orang yang mudah merajuk. Jangan khawatir, aku akan mengawasi proyek ini dengan baik dan nggak akan membiarkan kesalahan sekecil apa pun terjadi."

Nadira hampir tertawa mendengarnya.

Ternyata di mata Adelio, bermurah hati dan memberikan hal yang paling penting adalah sesuatu yang sangat wajar.

Nadira tahu bahwa dia tidak mungkin bisa mendapatkan proyek ini dari tangan Adelio, jadi dia hanya mengharapkannya dari Sharga.

Tiba-tiba, ponsel Adelio berdering dan dia meliriknya dengan tergesa-gesa. Dia berniat untuk menutup panggilan itu, tanpa menyadari bahwa Nadira sudah meliriknya.

Ternyata Jenita yang menelepon.

Senyum cerah tersungging di wajahnya yang putih bening.

"Siapa yang menelepon? Kenapa nggak diangkat?"

Adelio memasukkan ponselnya ke dalam saku jas dan tersenyum kaku.

"Telepon dari perusahaan. Sekarang, aku sedang membujukmu, kamu jauh lebih penting dari urusan perusahaan."

Saat mengatakan itu, kasih sayang terpancar dari wajahnya. Dia mengulurkan tangan, mencubit wajah Nadira.

Namun, Nadira berkata, "Jawab saja, siapa tahu ada hal penting."

Adelio tidak berniat mengangkatnya, tetapi Jenita terus menelepon.

Dia mengusap kepala Nadira dan menunjuk ke pintu, menandakan bahwa dia akan keluar untuk menerima telepon.

Nadira mengangguk dengan tenang.

Dia melihat kepergian Adelio dalam diam, cahaya di bawah matanya sedikit meredup. Yang dia anggap sangat penting, ternyata hanya sebuah pernyataan saja di mulut Adelio.

Apa pria itu lupa bahwa dia pernah mengatakan bahwa selama ada dia, proyek itu akan diberikan kepadanya, apa pun konsekuensinya!

Namun, sekarang dia dengan mudahnya mengatakan bahwa ini adalah keputusan jajaran direksi perusahaan dan memberikan proyek paling penting baginya kepada Jenita.

Getaran ponsel membawa pikiran Nadira kembali.

Ternyata Liane yang menelepon.

[Aku dengar kalau Sharga akan diundang ke lelang amal FL. Masih belum dipastikan apakah dia akan datang sendiri atau diwakilkan.]

[Aku pernah dengar kalau dia jarang menghadiri acara-acara seperti itu, jadi kamu hanya bisa mengandalkan keberuntungan kalau pergi ke sana.]

Meskipun tidak tahu apakah Sharga akan datang atau tidak, Nadira harus mengambil risiko, berjaga-jaga jika seandainya dia bertemu pria itu di sana.

Dia segera membalas pesan Liane.

[Terima kasih.]

Begitu pesan terkirim, Adelio membuka pintu, kembali setelah menyelesaikan panggilan teleponnya.

Dia setengah berjongkok di hadapan Nadira, berkata dengan cemas, "Nanti aku harus bertemu klien, jadi nggak bisa menemanimu makan malam. Begini saja, setelah selesai nanti, aku akan langsung pulang ...."

"Nggak usah, selesaikan saja urusanmu. Kita bisa makan bareng di lain waktu."

Ada sesuatu yang harus Nadira lakukan malam ini. Dia sempat khawatir Adelio mengajaknya makan malam dan tidak tahu harus menggunakan alasan apa untuk menolaknya.

Adelio bergerak maju, mencium keningnya.

"Baiklah. Nanti, aku akan membelikan kalung yang kamu sukai itu di pelelangan."

"Ya, pergilah."

Nadira menjawab dengan penuh pengertian, menoleh ke samping untuk menghindari kedekatannya.

Membayangkan tangan dan mulut Adelio yang menyentuh Jenita saja sudah membuatnya mual.

Namun, Adelio tidak menyadari ada yang salah dengan Nadira. Nadira yang melihatnya seakan membuat jantungnya hampir melompat keluar.

Sesuatu yang dipaksakan tidak akan berbuah manis, Nadira juga tidak peduli dengan benda busuk ini.

Setelah Adelio pergi, Nadira beranjak, mengambil pakaian dari lemari dan merias wajahnya dengan riasan tipis. Dia pergi dengan terburu-buru.

Ketika tiba di acara lelang amal, Nadira mengeluarkan undangannya. Untung saja pihak penyelenggara mengundang WR Group. Jika tidak, dia tidak akan bisa masuk ke dalam.

Setelah masuk, dia melihat sekeliling dan tidak melihat Sharga. Namun, dia melihat dua sosok yang tidak asing lagi, Adelio dan Jenita.

Jenita sedang merapikan dasi Adelio dan menatapnya dengan penuh kasih sayang.

Melihat itu, Nadira tersenyum mengejek. Inikah yang dia sebut bertemu klien?

Namun, itu belum seberapa. Yang lebih mengejutkan Nadira adalah apa yang terjadi selanjutnya.

Pelayan datang dan memberikan sebuah kotak beludru merah yang indah kepada Adelio.

Pria itu perlahan membuka kotak itu, mengeluarkan isinya dan memakaikannya di pergelangan tangan Jenita.

Pupil mata Nadira bergetar ringan dan pijakan kakinya melemah.

Gelang ini sangat berarti baginya, ini adalah desain pertamanya. Saat itu, dia menjualnya untuk biaya pengobatan ibunya. Adelio berjanji akan mendapatkannya kembali saat gelang itu dilelang.

Meskipun mulut selalu membisikkan kata cinta, ternyata bagi pria, ucapan hanyalah angin lalu dan tidak berarti apa pun.

Begitu berlalu, dia bisa bersikap mesra dengan wanita lain.

Nadira menggigit bibirnya erat-erat, mencoba mengendalikan napasnya. Dia tidak menyadari adanya noda darah di bibirnya.

Dia melihat senyum cerah Jenita yang langsung berhambur ke dalam pelukan Adelio.

"Lio, kamu baik sekali kepadaku."

Matanya yang basah menyiratkan sedikit kekhawatiran.

"Tapi, apa Kak Nadira nggak marah kalau sampai tahu?"
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Prahara Cinta Nadira   Bab 50

    Sharga mengacungkan jempol ke arah Nadira dan berpura-pura serius."Bagus sekali, jangan mau mengemis kepadanya."Nadira tertawa getir saat melihat keseriusan Sharga. Namun, tawa yang terdengar begitu pelan dan tertahan.Dia tidak bisa memastikan apakah Sharga sedang memujinya atau hanya meremehkannya.Dia melambaikan tangan ke arahnya dengan perasaan lega."Sudah waktunya pulang."Nadira baru akan mengangkat kakinya dan melangkah pergi, tiba-tiba ada sesuatu yang menariknya dari belakang. Dia terdiam, lalu mencoba menariknya beberapa kali lagi, tetapi kakinya masih ditarik ke belakang.Ketika dia menunduk dan melihat ke belakang, ternyata anjing Sharga tengah menggigit ujung roknya.Nadira menoleh ke arah Sharga dengan bingung. "Apa maksudnya?""Mungkin ... dia nggak mau kamu pergi?"Sudut bibir Sharga sedikit terangkat, anjing ini benar-benar sangat peka.Nadira melihat mata anjing itu tidak segarang sebelumnya. Saat ini, matanya berbinar dan terlihat sangat lembut.Namun, Nadira tid

  • Prahara Cinta Nadira   Bab 49

    Adelio mengepalkan tangannya dengan erat, tetapi tubuhnya yang tinggi tidak bergerak. Wajahnya terlihat acuh dan dingin."Pak Sharga, kamu harusnya tahu seperti apa hubungan di antara kita. Kamu nggak boleh menyentuhnya.""Katakan itu padaku setelah kamu memberi pelajaran pada Nando. Oh ya, selesaikan skandalmu sendiri, jangan sampai aku mengatakannya di depan kakek."Asap putih jernih yang bercampur dengan napas yang dihembuskan Sharga saat berbicara memadat dan mengepul ke atas, sedikit ketidaksabaran mengintai di antara kedua alisnya.Adelio mengetahui temperamen Sharga. Dia tidak akan berakhir baik-baik saja jika sampai memprovokasinya.Apalagi, dia sudah mengatakan apa yang harus dia katakan.Dia berbalik dan bersiap untuk pergi.Namun, suara rendah Sharga terdengar lagi."Adelio, jangan berpikir bahwa semua orang sama menjijikkannya sepertimu. Aku nggak akan menyentuh wanita yang sudah berkeluarga, ini batasan yang tak pernah kulanggar."Bahu Adelio yang tegang berangsur-angsur

  • Prahara Cinta Nadira   Bab 48

    "Bukannya takut, aku nggak mau cari masalah saja. Pak Sharga nggak takut disalahpahami?"Nadira bersembunyi ke samping, tatapannya melirik ke arah tangga."Aku mau sembunyi di atas."Tanpa menunggu persetujuan Sharga, dia langsung lari ke atas.Sharga juga tidak menghentikannya, hanya mengaitkan bibirnya dan tertawa."Sikapmu malah menunjukkan kalau kita sedang berselingkuh."Langkah kaki Nadira terhenti sejenak, yang dikatakannya memang benar.Namun, Nadira tidak punya pilihan lain. Adelio sudah mencurigai hubungannya dengan Sharga, jika sekarang dia tahu bahwa Nadira juga datang ke rumah Sharga, dia akan makin curiga.Saat sampai di ruang tamu, Adelio sempat melihat bayangan berkelebat, serta pintu yang tertutup di lantai dua. Namun, itu hanya bayangan sekilas, jadi dia tidak bisa melihat sosok itu dengan jelas. Namun, dia bisa memastikan bahwa itu pasti seorang wanita.Sharga sudah punya pasangan?Jika memang begitu, kenapa Sharga menyembunyikan wanitanya?Sharga tidak senang dengan

  • Prahara Cinta Nadira   Bab 47

    Sharga duduk di sofa, menyeruput kopinya sambil membicarakan masalah proposal dengan Nadira.Jari-jari kurus pria itu menunjuk data yang tertulis. "Kalau kamu menuliskan sesuai dengan data ini, mereka akan berpikir bahwa biayanya terlalu tinggi. Kalau kamu ingin mendapatkan hak untuk menjalankan proyeknya, kamu harus memberikan harga yang lebih murah dari WR Group. Satu-satunya yang dilihat oleh pebisnis adalah keuntungan."Nadira mengernyitkan dahinya. "Tapi, aku sudah menghitung angka ini berkali-kali, nggak mungkin bisa lebih rendah lagi.""Bagaimana kamu akan berterima kasih padaku kalau aku masih bisa menurunkan angka ini lebih rendah lagi?"Ujung-ujung jari Sharga memutar-mutar pulpen. Nadira merasa pulpen itu pun jadi tampak menawan di genggamannya."Aku akan mentraktirmu makan." Dia tidak mampu memberikan apa pun selain mentraktirnya makan.Namun, pria ini adalah seorang pengusaha yang licik. Nadira memberikan proposal ini secara cuma-cuma, bahkan permintaannya pun sederhana, y

  • Prahara Cinta Nadira   Bab 46

    Hah?Mulut Nadira hampir ternganga, untuk pertama kalinya dalam hidupnya dia mendengar permintaan untuk mencuri dari seseorang.Tidak, penjelasan itu terdengar terlalu aneh.Nadira tahu dia tidak bisa menang berdebat dengan Sharga. Keberadaan pria itu masih sangat baru di otaknya. Tidak ada kata yang tidak bisa dijawab oleh Sharga."Aku akan naik dan mengambilnya."Sharga melihat punggung kurus Nadira, anjingnya pun mengikuti tatapannya....Grup WR.Adelio baru selesai mendiskusikan masalah Liane dengan Jenita, lalu keluar untuk bertemu klien. Tiba-tiba, dia bertemu dengan Nando secara tidak sengaja, yang tidak terlihat sombong seperti biasanya. Sepertinya auranya sedikit melemah.Dia ingat bahwa terakhir kali Nando meneleponnya, memberitahunya bahwa Nadira sedang bersama Sharga, saat itu, dia tidak punya waktu untuk memberi Nando pelajaran.Adelio membuka pintu mobil dan melangkah keluar, berjalan lurus ke arah Nando. Dia langsung mencengkeram kerah bajunya, wajahnya sangat tidak ber

  • Prahara Cinta Nadira   Bab 45

    Sentuhan berbulu itu sangat mengejutkan Nadira hingga bulu kuduknya berdiri. Dia langsung melompat ke sofa ketakutan, tanpa sadar hendak menarik ujung pakaian Sharga."Pak Sharga ...."Tolong kondisikan anjingmu itu!Sharga hanya mengangkat pandangannya dengan malas. "Dia cuma mau kamu mengelusnya."Nadira terkejut. "Apa kamu yakin dia nggak sedang menginginkan dagingku?"Dia selalu merasa bahwa anjing itu akan menerkamnya kapan saja.Sharga meminum setengah kopinya dan bersandar di sofa dengan santai. "Dia memang minta daging."Cara dia berbicara membuat Nadira takut dan meringkukkan tubuhnya di sofa.Pria itu meliriknya, lalu menambahkan."Dia nggak makan daging manusia, jadi kenapa harus takut?"Meskipun Nadira tahu bahwa Sharga suka mempermainkannya, tidak dapat dipungkiri bahwa anjing sebesar itu masih membuatnya takut.Dia hanya ingin cepat-cepat menyelesaikan pembicaraan dengan Sharga, lalu pergi dari tempat ini."Pak Sharga, bagaimana kalau kita bicarakan Proyek Obari dulu? Apa

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status