Apa jadinya ketika si Bos yang biasanya bikin ngebatin setiap hari malah jadi suami? Biru terpaksa menikah dengan Benua, bosnya yang tiba-tiba ngebet ingin mempunyai istri. Si Bos Gila bilang, dia menikah hanya untuk mempertahankan posisinya di perusahaan dan tidak akan menyentuh Biru. Namun, setelah menikah dengan Biru, Benua langsung meminta Biru untuk melayaninya!
Lihat lebih banyak“Dengerin gue baik-baik, Biru. Gue minta lo datang ke taman malam ini untuk bilang kalau gue mau putus dari lo. Hubungan kita selesai malam ini!” Handika, pria yang sudah menjadi kekasih Biru selama 4 tahun menegaskan dengan suara lantang kata putusnya di depan Biru.
Biru masih mengatur napasnya yang ngos-ngosan setelah tadi berlari dari parkiran menuju taman tempat kekasihnya menunggunya. Dia pikir Handika memintanya bertemu malam ini karena kangen, dia dan pria itu sudah tidak bertemu selama dua bulan. Nyatanya pria itu melontarkan kata putus. “Aku nggak mau putus dari kamu. Aku—“ “Gue udah benar-benar muak sama lo yang selalu mentingin bos lo, mentingin adik-adik lo, dan satu lagi, lo perempuan yang ngebosenin!” Handika menegaskan tajam di depan wajah Biru. “Sok-sokan selalu nolak setiap gue ajak ci*man padahal lo pasti udah tidur sama bos lo. Makanya lo nurut terus sama dia. Cih!” Handika menyeringai sinis memandang Biru yang kini tampak akan menangis di depannya. Biru yang mulanya akan memohon untuk mempertahankan hubungannya dengan Handika, kini terdiam menahan tangisan dan amarah mendengar kata-kata merendahkan yang pria itu lontarkan. Handika kini pergi dari taman, Biru menatap sengit punggung pria itu dan gereget ingin sekali melempari punggung Handika dengan bebatuan yang berada di dekatnya. Air mata yang semula Biru tahan susah payah agar tak tumpah kini jebol juga dari matanya. Dia menangis sambil melangkah pergi dari taman. “Jahat!” teriak Biru sambil terisak karena tadi Handika memutuskannya sambil merendahkannya habis-habisan. “Gue nggak menyangka dia sejahat itu sama gue. Padahal kan gue nurut sama bos gue karena gue takut dipecat. Kalau gue dipecat dari kerjaan, gimana sama ketiga adik gue yang masih sekolah? Tadi dia malah nuduh gue udah tidur sama bos gue, sialan!” Biru menendang kasar ban motornya kemudian merapatkan helm ke kepalanya. Biru terburu-buru pergi dari taman, dia malu karena beberapa orang mulai memperhatikannya yang sedang menangis sambil marah-marah. Di jalan yang sepi menuju rumahnya, Biru yang semula banyak melamun membuatnya tak fokus mengendarai motor hingga hampir menabrak pengendara motor di depannya. Biru yang tadi berusaha menghindar membuatnya terjatuh di pinggir jalan. “Nasib-nasib, habis diputusin sambil dimaki-maki sekarang gue malah jatuh di pinggir jalan. Nggak usah hidup aja lah gue!” Biru merutukki kesialannya malam ini. Tidak ada yang membantu Biru berdiri, Biru harus susah payah membangunkan motornya yang menindih kakinya lalu mencoba berdiri menahan sakit di kakinya. “Aduh … siapa sih yang nelfon gue, argh!” Biru mengamuk tak jelas di pinggir jalan. Hampir dia menjatuhkan motornya yang baru dia bangunkan. Setelah duduk lagi di atas kendaraan roda dua itu Biru mengecek ponselnya yang sampai sekarang masih berdering. “Bos gila gue mau apa sih hubungin gue? Belum puas apa tadi bahas masalah kunjungan di luar kota!” gerutu Biru melihat nama “Bos Gila” yang tertera di layar ponselnya. Dia berniat mengabaikan panggilan masuk dari bosnya, tapi Biru yakin nasib pekerjaannya sebagai asisten pribadi bosnya akan terancam. “Ada apa Pak?” tanya Biru berusaha kalem. “Cepat ke rumah saya, sekarang!” tegas suara pria di seberang sana. “Memangnya ada perlu apa Pak?” “Ada tugas penting yang harus saya sampaikan secara langsung ke kamu!” “Besok saja bagaimana, Pak? Soalnya sekarang kaki saya lagi sakit banget habis kecelakaan motor dan kepala saya juga lagi pening banget Pak.” “Tapi kamu masih bisa bernapas kan Biru?” Deg! Biru ingin memaki bosnya sejadi-jadinya. Bisa-bisanya pertanyaan semacam itu yang keluar dari mulut bosnya. Dia terlalu berharap lebih bosnya itu akan mengasihaninya setelah mendengar kemalangannya malam ini. Akh, Biru lupa bosnya itu memang selalu seenaknya, selama Biru masih bernapas, maka Biru tidak diizinkan menolak perintah pria itu. “Hei Biru!” bentak bos Biru. Biru terkesiap mendengar suara pria itu. “Ya Pak, saya masih bernapas. Kalau saya nggak bernapas mati dong saya.” “Nah karena kamu masih bernapas maka tidak ada alasan untuk kamu menolak perintah saya. Sekarang juga kamu ke rumah saya!” Setelah mengakhiri obrolan dengan bosnya, Biru berteriak di pinggir jalan meluapkan kemarahannya agar tidak menumpuk di dalam dadanya. “Gini amat sih hidup gue!!” * Pria yang memerintah Biru tadi sudah menyambut kedatangan Biru. Pria itu berdiri tegak di teras rumah minimalis miliknya. Meski minimalis rumah bergaya kontemporer yang lekat dengan warna abu dan hitam itu tetap terlihat mewah. Biru mengumpulkan ketenangannya dahulu sebelum mendekati bosnya, Benua Finn Ediz, pria berusia 35 tahun yang merupakan CEO Sejagat Gemilang, perusahaan yang bergerak di bidang industri pariwisata. “Kenapa jalanmu pincang begitu?” tanya Benua seolah peduli saat memperhatikan cara berjalan Biru yang kini sedang mendekat ke arahnya. “Saya habis kecelakaan motor, Pak. Perasaan saya sudah bilang ke Pak Benua,” sahut Biru menahan kesal. “Oh!” Benua menunjukkan tampang datar itu, tak peduli lagi dengan penyebab Biru berjalan pincang, dia kemudian berbalik masuk ke rumah. Biru mengernyit sinis menatap langkah pria itu, dia pikir bosnya akan mengasihaninya setelah melihat langsung kondisi kakinya. "Cepat masuk Biru! Saya akan memberitahu tugas penting yang harus kamu lakukan,” seru Benua lantang dari dalam rumah, dia sudah duduk di sofa dengan posisi kaki kanan naik ke atas paha kirinya. “Kira-kira dia mau ngasih tugas apaan ya? Please jangan yang aneh-aneh, suasana hati gue lagi buruk banget nih!” gerutu Biru pelan sambil melangkah masuk ke rumah Benua. “Duduk dan dengarkan baik-baik tugas penting dan darurat yang akan saya berikan!” Benua menegaskan dari tempat duduknya. Biru baru mendaratkan dirinya di sofa, dia tersentak mendengar ucapan bosnya tadi. “Kenapa tiba-tiba ngomongin hal darurat? Ini bos gue mau ngasih tugas apaan sih? Apa berhubungan sama tugas pertahanan dan keamanan negara?” gumam Biru menebak-nebak membuat kepalanya semakin cenat-cenut. “Saya sudah didesak kakek saya untuk segera menikah sebelum akhir tahun ini. Sekarang sudah bulan Oktober, itu artinya saya hanya punya waktu kurang dari tiga bulan untuk mencari istri.” “Lalu?” Biru melongo bingung, dia tak paham arah pembicaraan Benua itu sebenarnya ke mana? “Dengarkan saya, ini poin pentingnya! Kamu harus mencarikan perempuan secepatnya untuk saya jadikan istri. Kalau bisa minggu ini juga sudah dapat!” “HAH?” Biru yang sudah melongo sejak tadi tampak semakin bodoh di depan bosnya. “Sa—saya harus nyariin perempuan buat dijadiin istrinya Pak Benua?” Biru ingin memastikan, yah siapa tahu tadi dia salah menangkap tugas penting dan darurat dari bosnya. “Ya, itu tugas penting dan darurat saya buat kamu!” Benua menegaskan. Biru merosot dari tempat duduknya, mencarikan istri untuk Benua itu sama saja akan menambah beban hidup Biru! “Kenapa Pak Benua tidak cari sendiri saja Pak? Tugas cari perempuan buat dijadikan istri Pak Benua bukan termasuk ke dalam pekerjaan saya. Apalagi hal itu tidak ada hubungannya sama perusahaan.” Benua menggebrak keras meja di depannya, mata pria itu pun seketika melotot tajam menatap Biru. “Jelas ada hubungannya dengan perusahaan, Biru! Kalau saya tidak memenuhi keinginan kakek saya, posisi saya di perusahaan bisa terancam dan posisi saya bisa digantikan oleh cucu angkat kakek saya. Tentu saja saya tidak akan membiarkan hal itu terjadi!” Mulut Biru baru akan terbuka lagi hendak memberikan saran untuk Benua, tapi bosnya itu lebih dulu menggebrak meja lagi membuat Biru melonjak di tempat duduknya. “Kamu jangan lancang membantah perintah saya, Biru! Lakukan saja tugas yang saya berikan tadi.” “Masalahnya Pak, saya nggak tahu perempuan macam apa yang Pak Benua mau. Padahal ya kalau Bapak cari sendiri pun pasti banyak yang mau jadi istri Pak Benua. Makanya Pak Benua jangan terkesan alergi begitu sama perempuan.” Benua bangkit dari tempat duduknya, sorot matanya yang tajam itu terus menyoroti Biru yang tadi sudah lancang menasihatinya. Sementara di tempat duduknya, Biru menunduk takut saat pria itu terus memandangnya setajam itu. Oh sungguh tatapan pria itu seperti ingin menghabisi Biru saat ini juga. “Kamu ingat bukan apa yang kamu lakukan sampai akhirnya saya memilih kamu menjadi asisten pribadi saya? Kamu saat itu memohon di depan saya sambil menangis dan bilang akan bekerja sebaik mungkin untuk saya. Tapi sekarang kenapa saat saya memberikan tugas ke kamu untuk mencarikan saya istri, kamu banyak protes dan lancang menasihati saya!” Benua berhenti di depan Biru, dia sedikit membungkuk untuk melihat wajah asisten pribadinya yang sedang menunduk. Sementara jemari Biru saling meremas kesal, dia hanya sanggup diam di depan Benua. Pria itu berhasil menyudutkan Biru dengan momen saat Biru memohon ke pria itu tiga tahun yang lalu saat Biru sudah putus asa ingin segera mendapatkan pekerjaan. “Saya bisa kapan saja memecat kamu kalau kamu kebanyakan protes. Jadi lakukan sebaik mungkin tugas yang saya berikan!” Benua menuding tegas ke arah Biru. Biru pada akhirnya mengangguk meski tak yakin bisa melakukan tugas penting dan darurat yang barusan bosnya berikan. “Iya siap Pak Benua. Jadi Pak Benua mau perempuan yang seperti apa?” Nada suara Biru sudah lebih tenang, dia membuang semua kekesalannya ke Benua demi mempertahankan pekerjaannya dan tentunya demi ketiga adiknya. “Ya kamu lihat dong bentukan saya baik-baik Biru. Saya ini pria yang terhormat dan tentunya kamu harus mencarikan perempuan yang sepadan dengan saya!” Benua berdiri tegak sekaligus mendongak menyombongkan dirinya, sedang pamer dirinya yang katanya terhormat. Biru mengangguk kaku setelah melihat baik-baik wujud Benua dari atas sampai bawah. Postur badan Benua yang tinggi tegap, kulit pria itu yang tergolong kuning langsat, rahangnya tegas, dan setiap bagian wajah pria itu hampir tidak ada cela akan mudah membuat perempuan terpesona. Pria itu memang tampan, bahkan sangat, tapi karena Biru sudah tahu pria itu sangat menyebalkan dan tak punya hati, ketampanan Benua di mata Biru sudah luntur. “Kalau kamu sudah paham tugas dari saya tadi, sekarang kamu boleh pergi. Tubuh terhormat saya juga sudah lelah dan butuh istirahat.” Benua menggerakkan kedua tangan dan kepalanya ke kanan dan ke kiri seperti sedang melakukan peregangan. “Saya sudah paham Pak. Saya akan melakukan tugas itu secepatnya dan sebaik mungkin. Sampai bertemu besok, selamat malam.” Biru bangkit dari sofa, dia menunduk memberikan hormat ke Benua lalu melangkah cepat keluar dari rumah itu. Biru menendang-nendang ban motornya, meluapkan kekesalan karena perintah dari Benua tadi. Dia melirik ke arah teras rumah itu memastikan Benua tidak sedang memperhatikannya. Biru lanjut menendang-nendang ban motornya lagi. Sakit di kakinya tidak seberapa dibandingkan rasa kesalnya yang sedang memuncak. “Dasar bos gila! Dia yang tiba-tiba ngebet pengin punya bini, eh malah gue yang jadinya puyeng harus nyariin perempuan buat dijadiin bininya!”“Apa Mas Benua pernah jatuh cinta?” tanya Biru iseng ke Benua untuk mencairkan suasana agar tak begitu hening.Biru melirik Benua, terdengar helaan napas berat dari pria itu, sepertinya pertanyaannya tadi cukup berat untuk Benua jawab.“Mas Benua belum pernah jatuh cinta ya?” tebak Biru melihat Benua hanya diam setelah mendengar pertanyaannya tadi.“Pernah, dulu.” Benua menjawab.“Sama siapa Mas? Apa teman sekolah Mas Benua?” Biru antusias ingin tahu, walaupun sedikit aneh dengan respons hatinya, seolah dia tak rela ada wanita yang sudah pernah membuat Benua jatuh cinta.“Kasih tahu aku dong Mas.” Biru tampak memohon agar Benua membongkar tentang sosok yang berhasil membuat pria itu jatuh cinta.“Sudahlah lupakan lagian sudah masa lalu ini.”“Mantannya Mas Benua ya?”“Bukan mantan, hanya perempuan yang membuatku jatuh cinta, tapi aku sudah tidak terlalu memikirkannya lagi.”“Hmm ... aku tahu, jangan-jangan Mbak Darla ya, hayo ngaku. Dia dulu di sekolahnya pasti jadi idaman banyak lela
Benua membawa mamanya untuk duduk di bangku taman yang menghadap langsung ke pemandangan gunung, bukit, dan sawah.“Mama senang nggak?” tanya Benua ingin memastikan suasana hati mamanya saat ini. Dia lalu duduk di samping kanan mamanya diikuti Biru yang duduk di samping kiri Anetta.Satu jam yang lalu, dia bersama mamanya dan Biru baru sampai di villa milik Pak Jagat. Benua sengaja membawa mamanya liburan singkat agar mamanya tidak bosan, dia harap liburan singkatnya ke villa yang berada di puncak Bogor bisa sedikit menghibur mamanya.“Senang sekali. Sudah lama juga mama tidak ke villa milik kakekmu ini. Dulu kita kalau ke sini seringnya berdua, tapi sekarang selain ditemani kamu, mama juga ditemani menantu mama yang cantik dan baik ini.” Anetta memandang Biru yang duduk di samping kirinya dan menyentuh pelan pipi Biru.Biru tersipu dipuji mama Benua. “Mama bikin aku malu aja,” kata Biru.“Mama beneran lho bilang hal tadi. Kamu memang cantik, baik ....” Anetta yang tadi tampak hangat
Ketiga adik Biru memandang Biru dari seberang jalan depan gang rumah mereka, menunggu Biru dan Benua sampai keduanya pergi.Dari dalam mobil, Biru memandang sedih mereka. Padahal dia dan ketiga adiknya itu hanya berpisah dalam waktu yang tidak lama dan tidak juga berpisah dalam jarak yang jauh, rumah Benua dan rumah orang tua Biru masih sama-sama berada di Jakarta Selatan.“Kita harus kembali ke kantor, Biru,” kata Benua melihat Biru yang tampaknya belum ingin berpisah dari ketiga adiknya.“Iya Mas, ayo!” balas Biru. Dia baru ingat, ada meeting yang akan dilakukan sebelum jam pulang nanti.“Jangan sedih, kamu masih bisa sering bertemu sama mereka,” kata Benua setelah melirik Biru, melihat jelas ada kesedihan yang wanita itu tunjukkan.***“Saya mau mengecek lagi persiapan untuk meeting setengah jam lagi Pak,” kata Biru setelah keluar dari Lift dengan Benua.“Ya silakan, tapi nanti jangan lupa ya kasih saya yang manis-manis dulu.” Benua menahan tangan kanan Biru sebelum wanita itu berj
Biru sedang berbunga-bunga setelah semalam berhasil meluluhkan Benua dan berhasil bicara dari hati ke hati saat menceritakan kejadian saat di desa wisata.Saat Biru menceritakan kejadian itu, Benua diam menyimak penuh sambil tiduran. Senyum Biru melebar, melegakan mengingat usahanya semalam tidak berakhir dengan sia-sia.Wanita itu mencium dalam aroma sedap dari nasi goreng yang sedang dia buat untuk sarapannya bersama Benua. Saking asyik dan fokusnya Biru memasak, wanita itu tidak menyadari ada Benua yang dari belakang mendekat lalu memeluk Biru.“Apa-apaan ini?” Biru gemetar tiba-tiba saat merasakan pelukan itu, dia lalu menunduk melihat kedua tangan yang melingkar erat di pinggangnya.Biru terdiam beberapa saat lalu mematikan kompor yang masih menyala. “Sekali lagi maafkan saya karena sempat tidak mempercayai penjelasanmu. Saya sangat merasa bersalah sama kamu, Biru.”Kalimat yang Benua katakan itu meluncur begitu manis dan lembut dari mulutnya, Biru tidak begitu fokus dengan yan
Biru hampir menabrak pintu kamar di depannya, dia pikir Benua akan mempersilakannya masuk ke kamar pria itu, tapi nyatanya Benua menutup cepat pintu itu dan hanya sedikit menyisakan ruang untuk Biru.Sedikit celah itu tidak bisa untuk Biru masuki, dia hanya bisa mengintip Benua. “Mas saya mau masuk.”“Mau apa? Masuk sana ke kamarmu sendiri!” galak Benua.“Kok gitu sih Mas?” Biru menekuk wajahnya kecewa mendengar Benua galak seperti tadi.“Memangnya kamu berharap apa? Kamu berharap setelah saya mengajakmu pulang ke rumah lalu setelahnya saya menyentuh kamu?”Biru menggaruk tengkuknya, malu mengakui jika memang itu yang sebenarnya dia bayangkan saat Benua tadi mengajaknya pulang ke rumah.“Dengarkan saya Biru, saya tidak mau lagi menyentuh perempuan yang bahkan sudah disentuh adik angkat saya!” Benua menegaskan dari sedikit celah pintu kamar kemudian menutup pintu itu rapat.Biru tertegun memandang pintu di depannya, air matanya meluncur membasahi pipi, kata-kata Benua tadi menyakitkan,
“Ketempelan makhluk halus jenis apa sih tuh perempuan?” Benua mengelus dadanya pelan setelah berhasil pergi dari Biru yang tadi menunjukkan tingkah tidak biasa di depannya. Membuatnya waswas saat tadi berhadapan dengan Biru.Dari dalam mobil Benua melirik wanita itu lagi, Biru masih berada di taman, wanita itu sedang mengentak-entakkan kaki sambil meremas sisi rambutnya.Benua mengernyit dalam saat memperhatikan tingkah Biru di luar sana, tapi Benua memilih tidak peduli, dia melajukan mobil pergi dari taman.“Malu-maluin banget!” Biru mengentak-entakkan kakinya ke aspal merutukki kegilaannya tadi.“Mana tadi mulut gue dibekap sama telapak tangan Pak Benua, kesannya dia kayak ogah gitu mau gue cium. Lagian Ru, Ru, wanita macam apa yang nekat nyosor laki-laki di taman.”Biru mengetuk sisi kepalanya, melampiaskan kekesalan karena tingkah bodohnya tadi.Biru menoleh ke kanan dan ke kirinya dengan malu-malu, ada beberapa orang yang memperhatikan Biru, yah mungkin mereka memperhatikan sejak
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen