Share

Menjadi Sekertaris

"Mm-maaf."

Saras yang sudah sadar dari rasa syok-nya kini berniat menarik pintu kembali agar tertutup.

Namun suara Kavindra menghentikannya.

"Jangan pergi. Urusan saya sudah selesai."

Dilihatnya laki-laki itu menjauh dari seorang perempuan berbaju minum yang kini duduk di sisi kiri dengan wajah bete. Mungkin karena permainannya dengan si Bos harus berhenti karena kedatangan Saras.

"Kamu bisa pergi sekarang," ucap Kavindra pada perempuan tadi yang kiranya masih tidak ikhlas untuk pergi secepat ini padahal belum sampai tahap lebih panas adegan di antara mereka.

Tapi pada akhirnya perempuan yang entah siapa itu keluar dari ruangan dan menyisakan Saras yang kini berdiri kaku di hadapan Kavindra dengan menundukkan pandangan.

"Perempuan itu ... bukan pacar saya."

Keterangan tiba-tiba yang disampaikan Kavindra itu membuat kening Saras mengerut tak paham.

"Ya terus kenapa aku harus? Peduli amat," batin Saras.

"Ekhmm, saya kasih tau biar kamu gak salah paham dan menjadikan alasan itu untuk menolak pernyataan cinta saya tadi malam. Tipe saya tetap kamu, Saras."

Kali ini Saras berani mengangkat pandangan dengan ekspresi speechless ia balas menatap Kavindra yang tersenyum puas.

Batin perempuan itu terus berkata dan bertanya-tanya dengan sosok Kavindra di depannya ini.

"Apaan banget ini si Bos? Setelah dia enak-enakan sama perempuan lain, dia masih bilang kalau aku tipenya? Dih, udah jelas-jelas itu bikin aku makin yakin untuk nolak laki-laki playboy kaya dia!!"

Tapi yang benar-benar keluar dari mulut Saras hanya sebuah pertanyaan singkat.

"Bapak memanggil saya ke sini untuk apa, ya?"

"Kamu tau siapa CEO sebelum saya?"

Pertanyaan yang mudah sekali untuk Saras jawab karena ... siapa sih yang kerja di kantor tapi gak tau petingginya?

Tapi yang membuat Saras kembali mengernyit bingung adalah .... untuk apa bertanya demikian? Apa Kavindra sedang mengetesnya?

"Pak Bagas."

"Ya, dan siapa sekretarisnya?"

Saras kembali melihat wajah Kavindra untuk memastikan kalau laki-laki itu serius bertanya, bukan hanya sedang iseng mengetes pengetahuannya saja tentang orang-orang di kantor ini.

"Pak Ares," jawab Saras yakin.

"Betul!! Dan sekarang ketika saya sudah menggantikan Papa menjadi petinggi perusahaan, saya butuh sekertaris dan gak mau laki-laki seperti Pak Ares itu."

Isi kepala Saras terus menebak-nebak ke mana arah pembicaraan dirinya dengan si Bos. 

Apa mungkin Saras dipanggil ke sini untuk dimintai tolong mencarikan sekertaris untuk Kavindra?

"Bapak ... ingin saya mencarikan sekertaris baru untuk bapak?"

Kavindra menggeleng dengan tatapan kedua matanya yang terus menatap Saras tanpa berpaling. Ada senyum khas di wajah laki-laki itu yang membuat Saras langsung bisa menilai kalau Kavindra memang benar tipe cowok playboy!!

"Tidak, saya tidak butuh untuk dicarikan sekertaris karena saya sudah menemukannya."

"Syukurlah."

"Sekertaris saya .... kamu Saras."

Jantung di dalam tubuh Saras seolah ikut berjengit kaget mendengar ucapan santai Kavindra barusan.

Posisinya, ia masih jadi karyawan biasa yang punya jabatan gak tinggi-tinggi amat di kantor ini. Lalu tiba-tiba Kavindra menginginkannya jadi sekertaris.

Apa Saras senang?

Jawabannya tidak!! Karena ia merasa belum pantas untuk mendapatkan posisi itu di saat dirinya baru kerja di kantor selama dua tahun.

"Tapi mohon maaf, Pak. Sepertinya saya kurang cocok untuk---"

"Cocok, kamu sangat cocok jadi sekertaris saya sekaligus istri saya di masa depan."

(***)

"Sa, ayo cerita!! Kenapa lemes banget sih?"

Tubuh Saras yang sedang rebahan di sofa ruang tengah, kini diguncang keras oleh Alita yang rela datang ke apartemennya untuk mendengarkan Saras bercerita tentang kencan buta malam itu.

"Gue lemes .... habis naik jabatan," jawab Saras apa adanya.

"Dih!! Gak nyambung banget orang naik jabatan kok lemes. Eh btw, gimana Kavindra menurut lo?"

Dengan mata malas yang menandakan kalau Saras sebetulnya malas untuk menceritakan laki-laki itu, ia menoleh pada Alita yang terlihat antusias menunggu ceritanya.

"Dia ... asli playboy. Itu yang pertama kali gue tangkap pas kencan malam itu. Dan ternyata emang bener, gue liat buktinya tadi pagi di kantor."

Dalam bayangan isi kepala Saras, ia menebak sudah banyak perempuan yang sering diajak bercumbu mesra oleh si Bos di ruangan kerjanya.

Dan ... Saras akan jadi sekretarisnya?! Gimana gak ketar-ketir tuh.

"Eh? Kavindra udah gantiin Om Bagas berarti? Duh, gue jadi nyesel gak datang aja pas malam kemarin."

Saras menghela nafas malas dan tubuhnya kini bergerak dari posisi rebahan.

"Sama, gue juga nyesel sih gantiin lo malam itu. Tapi janji harus ditepati loh!! Bayarin sewa apartemen gue."

Alita ikut bangkit dari posisi duduknya dan menghampiri Saras.

"Tenang aja kalau masalah itu. Tapi ... lo gak sampe suka sama Kavindra kan?"

Pertanyaan Alita tersebut ditanggapi Saras dengan memasang wajah seolah Alita mempertanyakan sesuatu yang jelas-jelas tidak akan terjadi padanya.

"Ya nggak lah!! Selera gue bukan cowok kaya dia."

Alita tersenyum senang mendengar jawaban itu.

"Syukur deh. Gue cuma jaga-jaga aja. Misal gue udah putus sama Evan, mungkin gue mau menerima perjodohan gue sama Kavindra. Lumayan doi ganteng dan udah jadi pimpinan perusahaan lagi."

Saras hanya menanggapinya dengan anggukan kepala langsung melengos pergi menuju kamarnya karena Alita akan segera pulang dijemput Evan, kekasihnya yang tak mendapat restu.

Ketika melihat ponselnya di atas bantal terus menyala dan berkedip-kedip, Saras langsung mengambilnya dan menemukan kontak 'Si Bos' tertera di sana.

Buru-buru Saras mengangkatnya karena takut itu menyangkut pekerjaan yang penting.

"Halo?"

["Ngapain aja sampe telponku baru diangkat?"]

Kernyitan di kening Saras mengartikan kalau perempuan itu merasa aneh dengan nada jengkel Kavindra di seberang sana dan pertanyaan laki-laki itu barusan sudah seperti pacar yang ngambek karena telpon tidak segera diangkat.

"Saya ... baru saja ada tamu dan ponsel saya tinggalkan di kamar. Maaf, Pak. Ada yang bisa saya bantu?"

Semoga pertanyaan terakhir itu tidak dijawab Kavindra dengan 'iya' , karena Saras ingin segera pergi tidur saat jam di dinding menunjukkan pukul 22.14.

["Banyak. Ke rumah saya sekarang!"]

"Hah?!" Saras membeo tak percaya dengan perintah dari Kavindra itu.

"Pak, ini sudah malam. Apa bisa pekerjaan tersebut dikirim saja dan akan saya kerjakan besok."

["Gak bisa! Aku butuh kamu ada di sini sekarang. Bersiap-siap karena supir pribadiku sedang on the way ke tempat kamu."]

Tut.

Panggilan diputus dari pihak Kavindra dan Saras masih berdiri melongo dengan nasibnya malam ini.

"Astaga!! Emang sekertaris kerjanya gak ada berhenti ya? Udah malam begini masih ada disuruh datang kerja. Ck!!"

Saras bersungut-sungut sebal namun tetap bergerak ke arah lemari pakaian untuk mengganti baju yang lebih pantas.

Di tengah-tengah kegiatannya itu, kembali ponselnya berdering nyaring dan Saras yang masih kesal langsung mengangkat telepon tersebut tanpa melihat nama kontaknya.

"Iya, Pak. Bisa sabar sebentar? Ini saya sedang bersiap-siap dan----"

["Saras? Akhirnya kamu angkat teleponku."]

Tubuh Saras menegang seketika.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status