MasukEthan bertanya sambil mendekat ke arah Ivy, lalu meletakkan tangannya di pinggang sang istri, menarik lembut ke dalam pelukan.Ivy mengangguk, menyandarkan kepalanya di bahu Ethan. “Dia hanya ingin bicara. Sepertinya dia merasa kesulitan karena kau terus mendiamkannya.”Ethan terdiam sejenak, menatap lurus ke arah jendela yang menampilkan pemandangan mansion yang nyaris beberapa waktu belakangan tidak ia lihat. “Aku tidak membenci Ibu sampai ingin mengusirnya dari hidupku, Ivy. Dia tetap ibuku. Tapi setiap kali aku melihatnya, aku diingatkan pada betapa sering kali aku hampir kehilanganmu karena ambisinya. Sulit bagiku untuk bersikap seolah tidak terjadi apa-apa.”Sangat jarang bagi seorang Ethan bicara panjang lebar, apalagi mengungkapkan perasaannya. Namun apa pun yang bersangkutan langsung dengan Ivy, akan menjadikan pria yang satu ini berubah. Ia mengecup kening Ivy, tangannya mengusap perut istrinya dengan lembut. “Apa Ibu mengatakan sesuatu yang membuatmu tidak nyaman? Jika
Ketika Ivy membuka pintu, sosok sang ibu mertua tampak anggun dengan gaun sutranya, namun tatapannya tidak seangkuh dulu.Tubuhnya sedikit lebih kurus, tapi sorot tajam matanya dan ekspresinya masih sama—dingin sekaligus datar saat menatapnya.“Biarkan aku masuk,” pintanya pelan, tidak bernada memaksa, namun tidak pula memohon.Ivy menghela napas. Belum apa-apa, ia sudah lelah dengan wanita satu ini. Kalau bukan karena Anastasia adalah perempuan yang telah melahirkan suaminya, mungkin ia sudah mengusir bahkan sebelum Anastasia membuka mulut. Melebarkan pintu, Ivy menyingkir dari sana dan membiarkan mertuanya masuk. Anastasia melangkah masuk dengan cepat. Ia tidak ingin ketahuan oleh siapa pun saat mengunjungi sang menantu. Karena ia tidak mau disalahpahami, apalagi oleh Ethan yang kini begitu membentengi sang istri.Ia berhenti di tengah ruangan, matanya tertuju pada perut buncit Ivy. Keheningan itu terasa berat baginya.Dari dulu, ia selalu terobsesi mencarikan pasangan yang sepad
Ethan tertawa rendah. Suaranya selalu terdengar seksi di telinga Ivy. “Permintaanmu adalah perintah bagiku, Nyonya Winchester.”Ivy pun ikut tergelak singkat.Lalu Ethan melanjutkan, “Tapi simpan dulu tenagamu, Istriku Sayang. Sepertinya kita hampir sampai.”“Oh, benarkah?” Ivy spontan terduduk tegak, sekaligus tegang.Refleks Ethan merasakan kegelisahan sang istri. “Ada apa, Sayang? Ada yang membuatmu tidak nyaman?”Menghela napas pelan, Ivy berusaha agar apa yang akan ia ungkapkan sekarang, tidak menambah beban pikiran suaminya. “Aku ... aku hanya mengkhawatirkan Isla, Ethan.”Langsung paham maksudnya, Ethan mengangguk, lalu mendekap istrinya erat-erat—cara yang ia tahu paling ampuh untuk menularkan ketenangan. “Tentang kebenaran kau dan Isla yang adalah saudara kembar dan hal lain yang berkaitan dengan itu semua, sudah diurus oleh Julian. Bahkan tanpa diminta, kakekku juga ikut turun tangan menyelesaikannya lewat berbagai media.”“Sudah sejauh itu?” Ivy terpekik tidak percaya. Buka
Isla.Namun, pemandangan kali ini berbeda. Isla tidak lagi terlihat seperti gadis yang rendah diri dan bingung.Isla mengenakan setelan bepergian yang sangat elegan, rambutnya tertata rapi, dan ia berjalan kepercayaan diri yang tampak sedikit tumbuh dalam dirinya. Seperti sebuah citra yang jelas-jelas dibentuk oleh Kairos selama seminggu terakhir.Kairos berjalan di samping Isla, menggandeng lengan wanita itu dengan protektif.“Kami datang untuk berangkat bersama,” ucap Kairos dengan suara baritonnya yang tenang saat memasuki ruang tamu utama.Ivy, yang baru saja turun dari lantai atas bersama Ethan, langsung menghambur memeluk adiknya. “Isla! Kau terlihat sangat cantik!”Isla tersenyum manis, “Terima kasih, Ivy. Kau juga. Bahkan kau selalu cantik dan elegan.” Meski menanggapi ucapan Ivy, namun tatapannya sempat beradu dengan Adrian yang berdiri hanya beberapa meter darinya.Tidak ada sapaan. Hanya tatapan dingin dan asing yang saling melempar, sebelum Adrian segera mengalihkan pa
Ethan tidak langsung menjawab. Ia mengambil sabun dan mulai mengusap lengan Ivy perlahan. “Kau masih memikirkan pembicaraan di ruang tamu tadi?”“Ya. Kau lihat mata Adrian, ‘kan? Dia bilang dia lega, tapi dia terlihat seperti pria yang baru saja kehilangan separuh jiwanya,” gumam Ivy sedih. “Dan Isla ... dia memilih pergi dengan Kairos begitu cepat. Aku tahu adikku, Ethan—walau kami sangat lama tidak bertemu dan hidup bersama. Setidaknya aku tahu Isla tidak serasional itu. Dia pergi seolah sedang melarikan diri dari sesuatu yang sangat menyakitkan.”Ethan menghentikan gerakannya, ia menatap mata Ivy dengan penuh wibawa. “Ivy, dengarkan aku. Terkadang, orang perlu menjauh untuk menyadari apa yang sebenarnya mereka inginkan. Menurutku, Adrian adalah pria yang terlalu terikat pada kehormatan dan tugas. Dan Isla ... dia merasa tidak cukup layak untuk berada di sini.”“Tapi mereka terlihat saling mencintai, Ethan! Aku bisa merasakannya!” seru Ivy pelan, nyaris terisak.Ethan meraih dag
Kairos menatap Isla dengan ekspresi serius, tanpa senyum, tapi tidak dingin. Seakan menunjukkan kesungguhan dalam tiap katanya.“Kau akan mendapatkan udara nyaman dan segar di kediamanku. Di sana, akan kau temui suasana yang berbeda,” jelasnya, lalu akhirnya tersenyum tipis saat melihat kening Isla yang mengernyit.“Saat kau bersamaku, kau tidak perlu menjadi siapa-siapa. Tetaplah menjadi dirimu sendiri, Isla.”Isla mengerjapkan matanya. Jantungnya berdebar sedikit lebih kencang, tapi hanya sebentar. Mulutnya terbuka, namun tidak ada satu pun kata yang keluar.Tidak ada tatapan Kairos yang mengartikan bahwa Isla harus membalas ucapannya. Bahkan pria itu kini sudah tidak lagi menatap Isla. Pandangannya lurus ke depan dan tubuhnya duduk dengan santai.Perlahan, Isla merasakan kenyamanan. Sehingga akhirnya ia menikmati keheningan di antara mereka selama perjalanan. Tanpa sekalipun merasa sesak.Ia bertekad untuk menjadi dirinya sendiri mulai sekarang.***Langit sudah berubah jingga keme







