Carla menyentuh dada bidang Neil, lalu mengusapnya, tidak bisa dia percaya tubuh seorang pemuda berusia 19 tahun bisa begitu sempurna, otot-otot tercetak sempurna. Neil sendiri membiarkan Carla menyentuhnya, mempersilakan jari-jari lentik menari dari dada menuju ke bagian bawah perut.
"Apa kamu yakin bisa memuaskanku, Neil?" tanya Carla dengan nada menantang.
"Nona ...."
"Carla Stanford, itu namaku."
"Ya, jika kamu tidak merasa puas, maka kamu bisa mendapatkan uangmu kembali. Usiaku memang jauh lebih muda darimu, Nona Carla. Tetapi tidak dengan pengalamanku," kata Neil dengan bangganya, lalu ia meminta ijin pada Carla untuk pergi berpakaian lebih dulu.
Pemuda tampan pujaan para gadis dan wanita kesepian itu pun melangkah meninggalkan Carla yang terus menatap dirinya tanpa berkedip sama sekali. Marion sendiri mengasuh Neil sudah sejak tiga tahun lalu semenjak pemuda itu terlihat menyedihkan duduk di depan klub malam.
Marion tidak pernah menyangkan saat itu Neil baru berusia 16 tahun, dan ... dia membawanya masuk ke dalam klub malam, memberikan pekerjaan sebagai seorang waiter, rupanya Neil tidak merasa puas, ia mencintai uang sama seperti Marion.
"Kamu ... tahu berapa tarifnya satu malam?" Anak emas milik Marion memiliki harga yang berbeda dengan yang lain.
"Aku tidak peduli berapa tarifnya, aku menyukai Neil, dia sesuai dengan kriteriaku, jadi berapa pun harga yang kamu berikan ... aku akan membayarnya, ok?"
Wow ... wanita di hadapan Marion bukan hanya banyak uang, tetapi juga sedikit angkuh.
"Ok, satu hal ... tidak akan ada pengulangan, satu kali pembayaran, satu kali transaksi. Jadi jangan memberikan lebih dengan iming-iming untuk transaksi berikutnya, karena pemuda itu bukan pemuda biasa yang mau menerima tamu sama seperti anak-anakku yang lain," kata Marion pada Carla.
Oh, Carla tidak terlalu memusingkan masalah itu, dia memiliki caranya sendiri untuk bisa membuat seseorang menuruti keinginannya.
Marion meninggalkan Carla seorang diri di meja, lalu ia pun menyusul Neil ke ruang ganti pakaian. Sebetulnya Marion kurang menyukai Carla, hanya saja pelanggan tetaplah pelanggan, mereka adalah raja bagi penjual, dan dalam hal ini Neil ada lah seorang penjual jasa kenikmatan!
Pintu ruang ganti terbuka lebar, dia tidak peduli beberapa pasang menatapnya, karena sudah terbiasa melihat tubuh-tubuh telanjang para host dancer di klub malam, lagi pula Marion sama sekali tidak bernafsu untuk bercinta dengan mereka, kekasihnya jauh lebih hot dibandingkan penari-penari muda berwajah tampan bertubuh atletis, menurut Marion sendiri.
"Neil, kamu akan melayaninya, kan? Sebaiknya siapkan pengaman, aku yakin dia bukan tipe wanita yang ingin repot-repot menelan pil pencegah kehamilan, dari caranya berbicara, Carla adalah wanita yang dominan, hati-hati kamu terjerat oleh pesonanya," kata Marion.
Neil hanya tertawa, membuat Marion menjadi bingung kenapa pemuda itu malah menertawakan dirinya? Apa barusan dia salah bicara?
"Ma'am, perlu kamu tahu, aku seorang pelacur, itu benar. Tapi ... aku tidak tertarik dengan wanita seperti Carla," lalu Neil memainkan bola matanya, "tipeku ... wanita keibuan, seperti dirimu. Sayangnya, kamu tidak pernah mau aku ajak bercinta, Ma'am."
Marion dengan cepat memukul belakang kepala Neil, ada yang rusak dengan otak pemuda labil itu. "Gila, aku tidak pernah berniat bercinta dengan anak-anak asuhku, mau setampan apa pun wajahmu, bercinta denganmu membuat ku seperti seorang pedofil!"
"Tipeku seperti ...." Teringat oleh Neil perawat cantik berwajah keibuan yang ditemuinya di rumah sakit, "seperti wanita berprofesi dokter yang aku temui di rumah sakit kemarin."
Wajahnya yang cantik, dengan tatapan yang begitu teduh, jujur saja ... Neil jatuh cinta pada pandangan pertama, meski ia tahu usia wanita berprofesi dokter itu jauh lebih tua darinya, tapi dia sama sekali tidak peduli!
"Bermimpi saja sampai besok pagi, Neil. Yang harus kamu lakukan saat ini melayani keinginan Clara, CEO dari Stanford Company, sekarang bersiaplah, puaskan dia di atas ranjang," ucap Marion, lalu ia pun berlalu dari hadapan Neil.
Neil hanya bisa menghela napas panjang, wanita mana pun jika sudah berhadapan dengan uang, pasti mereka akan menjadi sangat manis, Marion pun sama, setelah tahu Carla membayarnya dengan jumlah yang sangat besar, ia langsung meminta Neil melayani wanita itu sebaik-baik mungkin!
Pemuda tampan dengan pesonanya yang tidak biasa mendekati Carla yang sedang duduk seorang diri di sebuah meja. Penampilannya ... memang membuat pria mana pun tidak bisa menahan diri untuk tidak mencoba untuk menyentuhnya.
Carla sangat cantik, tubuhnya proporsional, tetapi sorot mata dan juga wajahnya terlihat sangat dingin. Entah apa Neil bisa memuaskan wanita dingin sepertinya?
"Hai, kita bisa pergi sekarang?" tanya Neil.
"Mengapa harus terburu-buru, Neil?" balas Carla, acuh tak acuh.
"Bukankah kamu tipe wanita yang tidak sabar? Buktinya ... kamu langsung mengirimkan pembayaran kepada Marion untuk mendapatkanku, jadi aku sudah bisa memastikan, kamu bukan tipe wanita yang bisa sabar menunggu untuk dilayani," tebak Neil. Usianya memang masih sangat muda, tetapi bisa dipastikan, Neil mampu menghangatkan ranjang dan juga memberikan kepuasan, bahkan jauh lebih memuaskan dari pria yang usianya di atas dirinya.
Carla suka dengan cara bicara Neil yang frontal tetapi terdengar seksi di telinganya, laki-laki seperti ini mampu memancing gairahnya. Satu tangan Carla bergerak mengusap wajah Neil, jari-jarinya bermain nakal di wajah Neil, lalu dengan cepat Neil menangkap jari telunjuk Carla, menggigitnya pelan, lalu mengisapnya.
"Jangan terlalu lama menggoda, aku lebih suka kita langsung pada inti permainan saja," bisik Neil nakal!
...
Shania sedang memanjakan dirinya di dalam bathtub, malam ini adalah perayaan hari jadi pernikahan mereka yang ke-12 tahun, Thomas mengatakan jika ia akan mengajak Shania merayakan di sebuah restoran mewah tidak jauh dari rumah.
"Shania, segeralah berpakaian, kita harus segera ke restoran. Aku takut restoran akan tutup, padahal aku sudah mereservasi tempat dan meminta mereka menghiasnya dengan indah," kata Thomas dari luar pintu kamar mandi.
Ucapan itu membuat Shania segera membersihkan sisa sabun yang menempel pada tubuhnya. Meskipun keduanya sama-sama dipenuhi kesibukan, Shania selalu berpikir bahwa pernikahan mereka baik-baik saja. Di mata wanita itu, Thomas adalah sosok pria sempurna karena selama ini, Thomas selalu memberikan bukti nyata atas kasih sayang dan cinta yang begitu besar.
Cukup lama Shania merapikan diri. Setelahnya ia turun dari lantai dua menuju ke ruang tengah, namun, tanpa sengaja ia berhenti di depan pintu ketika mendengar Thomas sedang berbicara dengan Stefany, ibunya.
"Bu, bisakah Ibu tidak perlu mengulang-ulang mengenai memiliki anak? Aku sudah benar-benar lelah mendengarnya!" seru Thomas.
"Oh Tuhan, wanita itu mandul dan kamu masih saja mempertahankannya? Entah apa yang ada di dalam otakmu, Thomas! Apa kamu tahu, setiap kali aku ditanyakan oleh teman-temanku, lalu di acara keluarga, aku selalu harus mengelak dengan mengatakan ... kalian belum merencanakan ingin memiliki anak, karena kalian masih ingin selalu berdua!"
"Sudah, Ibu gak perlu khawatir!" Thomas meraih jas yang ia sempat letakkan di atas sofa, "aku punya rencana sendiri mengenai masalah ini. Jadi Ibu hanya terima beres saja, paham?"
"Kau kenapa?" tanya Neil, wajahnya seketika bingung saat melihat Shania terdiam, apakah ada yang salah dengan ucapannya barusan?Deg!Raut wajah Shania seketika berubah saat Neil menyebutkan siapa nama wanita yang tadi disebut di hadapan mereka berdua. "Oh, pasti dia mencarimu karena dia menginginkan pelayanan darimu, kan?"Terdengar sekali dari nada bicara Shania, wanita itu saat itu seperti sedang cemburu.Ehm, cemburu?Neil mengulum senyumnya, dia tidak ingin percaya diri berlebih terlebih dahulu meski dia yakin sekali saat ini memang Shania merasa cemburu pada Catherine, biar saja untuk sementara Neil tidak akan menampik apa pun. Ia ingin tahu, apa reaksi Shania selanjutnya.Tidak, dia tidak bermaksud mengerjai Shania, tapi dicemburui seperti ini sangat menyenangkan bagi pemuda tengil satu ini."Marcus, apa saja yang dia katakan padamu kemarin? Aku memang sudah lama tidak bertemu Catherine, pasti dia ingin berbincang-bincang denganku. Secara keseluruhan, dia itu wanita yang baik,"
Cukup lama Neil terdiam, berusaha mencerna ucapan Shania. Ia percaya pada Shania tidak akan mungkin menyakiti dirinya. Wanita itu terlalu lembut, apa mungkin tega melakukannya?"Aku yakin, kau tidak akan pernah menyakitiku, Shan." Kata-kata Neil itu sebetulnya hanya sebuah penghiburan terhadap dirinya sendiri, takut menerima kenyataan jika suatu saat Shania benar-benar melakukannya.Shania tidak tahu apakah dia harus tertawa atau menangis mendengar ucapan Neil barusan. Bisa seperti itu ya? Neil mempercayai dirinya, padahal dia dan Neil belum lama mengenal satu sama lain, apakah pemuda itu terlalu naif?Neil tidak tahu apa yang sedang dipikirkan oleh Shania dan apa yang wanita itu rencanakan. "Aku hanya ingin tahu, bagaimana jika sewaktu-waktu aku menyakiti, lalu membohongimu, apakah kau juga akan membenciku?" Shania ingin memastikan seperti apa perasaan Neil jika suatu hari semua terjadi seperti yang baru saja diucapkan Shania padanya.Untuk sejenak pemnuda itu merenung, kedua matany
Shania baru saja keluar dari dalam ruangannya, satu orang pasien terakhir sudah berlalu sejak beberapa menit yang lalu, Shania terlihat menawan di mata Neil, dengan rambut yang dikuncir kuda dan riasan tipis di wajahnya."Apakah sudah tidak ada pasien lain, Shan?" tanya Neil, karena dia tidak tahu apakah saat ini Shania menemuinya karena mengambil jeda sebentar, atau memang jam kerjanya benar-benar telah berakhir."Kau tidak perlu khawatir, jam kerjaku sudah selesai, lalu sekarang kau bisa mengatakan ke mana kau akan mengajakku? Aku tidak bisa pergi terlalu lama karena aku harus mengambil pakaianku di rumah mertuaku," kata Shania."Bagaimana kalau aku ajak kau pergi ke kafe milikku? Hm ... aku akan membuatkan secangkir kopi spesial untukmu, ok?" Neil menjawab pertanyaan Shania. "Kafe milikmu? Memangnya kau memiliki kafe?" Shania terkejut dengan apa yang baru saja diucapkan Neil, apa pemuda ini sedang membohonginya? "Ya, aku memiliki kafe tidak jauh dari pusat kota. Kau pikir, aku ak
Shania memutuskan untuk mengambil setengah dari pakaian yang ia miliki dan memindahkan ke rumah Misa, masalahnya, ia merasa dirinya sudah tidak lagi dibutuhkan di rumah milik Thomas, lagi pula, pria itu sudah tidak lagi menghubungi dirinya seperti yang biasa dilakukan oleh Thomas dulu."Misa, nanti sepulang bekerja aku tidak akan langsung kembali ke rumahku, aku harus mengambil pakaian dan juga perhiasan milikku, setidaknya aku bisa menjual perhiasan jika aku membutuhkan uang untuk membekali hidupku," kata Shania. Sejujurnya Shania tidak sampai kekurangan seperti ini, ia hanya mengantisipasi saja, tidak selamanya seseorang berada di atas, bisa saja tiba-tiba ia ditimpa kemalangan. 'kan?"Kau berhati-hati lah, Shan, apa perlu aku temani?" tanya Misa. Sejujurnya, dengan situasi Shania, Misa benar-benar mengkhawatirkan wanita cantik itu."Tidak perlu, aku bisa melakukannya sendiri, Misa. Kau langsung saja kembali ke rumah, aku akan ke sana, tidak memakan waktu, aku hanya akan membawa be
"Bagus, kalau kau mengabulkannya, maka aku tidak akan berbuat macam-macam pada dirimu, kau paham?" Donna pun tertawa. Berbuat macam-macam? Thomas lebih baik berpikir 1000 kali daripada dia terkena masalah nantinya. Dia tidak ingin menambah masalah yang sudah ada dengan masalah baru. "Kau tenang saja, aku tidak akan berbuat macam-macam yang bisa membuatmu kesal. Beberapa hari lagi kau bisa pindah ke rumahku, tentu saja aku akan mengenalkanmu pada ibuku, Donna." Thomas ingin membuat kemarahan Donna reda, agar dia tidak perlu mendengarkan celotehan-celotehan wanita itu lagi. Sudah cukup pusing dibuatnya hari ini oleh Donna. "Sekarang apa lagi yang ingin kau katakan, Donna, apakah ada hal lain?" Thomas dibuatnya tidak bisa fokus dengan apa yang dikerjakan olehnya. Donna seperti sedang memantau pekerjaannya, dan ini benar-benar menjengkelkan bagi Thomas. "Tidak ada, aku ingin pulang bersamamu, apakah kau merasa keberatan jika aku pulang dengan calon suamiku sendiri? Aku tidak mau ka
Donna baru saja turun dari mobil mewahnya, dia membuka kacamata hitam yang menutupi wajahnya. Lalu dia pun masuk ke dalam rumah sakit, wanita itu akan mendatangi Thomas untuk menanyakan masalah pernikahan mereka berdua, sekaligus memberitahukan sebuah kejutan yang pasti bisa membuat Thomas mati berdiri. "Hm, kau harus melakukan sesuatu, Thomas. Menceraikan Shania dan segera menikahiku," ucap Donna seraya melangkah dengan mantap ke arah lift. Bayangan-bayangan indah mengenai pernikahan mewah dan lainnnya sudah ada di dalam pikiran Donna. Dia tidak mau tahu, pernikahan itu harus segera terjadi, jadi dia ingin memastikan kapan mereka bisa menentukan tanggal dan bulan. Beberapa orang memerhatikan Donna saat wanita itu melintas masuk ke dalam rumah sakit. Misa kebetulan baru saja hendak keluar, dan dia pun tidak lupu memerhatikan Donna, terlebih ketika wanita itu masuk ke dalam ruangan Thomas. "Siapa wanita itu?" Misa secara diam-diam saat Donna berdiri dan mengetuk pintu Thomas dia s