"Allahuakbar ..." ucap Sisy dan Meliana melihat tingkah Diandra.
Sisy dan Meliana saling pandang, kemudian membuang nafas kasar."Dek. Perhatikan Kakak, ya," perintah Meliana.Gadis itu berbicara dengan nada pelan namun, suara gemeratak gigi terdengar jelas.
Meliana mencontohkan cara berjalan yang benar dan bagaimana membawa tas. Sepuluh menit kemudian, dia meminta Diandra mempraktekkan yang sudah diperagakannya tadi.Diandra mulai berjalan anggun. Sisy dan Meliana senang, namun ada hal yang membuat mereka kembali mengelus dada.Gadis tomboy itu berjalan sangat lambat, mirip pengantin tetapi sambil sedikit mengayunkan tubuhnya."Sudah bagus, Diandra. Ayo kita pulang," ajak Sisy karena merasa sudah putus asa.Sisy keluar ruangan. Diandra mengganti pakaiannya, melepas sepatu yang di pakai. Lalu di masukkan ke dalam kantong belanja. Kemudian menyusul ibu dan kakaknya. Meliana kemudian berpesan kepada karyawan, agar menutup butik.Waktu sudah menunjukkan pukul enam. Sisy meminta mereka untuk bersiap-siap. Diandra tampak bersemangat. Di dalam pikirannya, lelaki yang akan di jodohkan adalah sosok yang sangat tampan, bersikap dingin, namun romantis.Gadis itu selesai membersihkan tubuhnya, menyemprotkan wewangian dan mengenakan pakaian yang di bawa dari butik tadi. Mematut diri di cermin namun, merasa ada yang kurang."Ah riasan. Aku belum make up," gumamnya.Diandra menuju ke kamar Meliana namun, orang yang di carinya tidak tampak. Dia mengambil beberapa peralatan make up, perona pipi dan mata serta dua pasang bulu mata palsu. Lalu ke luar dari kamar kakaknya."Diandra kemana sih? Kok belum turun? Papa cek dulu deh, ke kamarnya," pinta Sisy kepada Darwin.Lelaki itu pun melangkah menuju lantai dua ke kamar putri bungsunya. Setelah sampai Darwin mengetuk pintu kamar sambil memanggil nama Diandra. Tak lama pintu terbuka. Darwin terkejut bukan main melihat penampilan putrinya."Allahu laa ilaaha illaa huwal hayyul qoyyuum, laa ta’khudzuhuu sinatuw walaa naum. Lahuu maa fissamaawaati wa maa fil ardli man dzal ladzii yasyfa’u ‘indahuu illaa biidznih, ya’lamu maa baina aidiihim wamaa kholfahum wa laa yuhiithuuna bisyai’im min ‘ilmihii illaa bimaa syaa’ wasi’a kursiyyuhus samaawaati wal ardlo walaa ya’uuduhuu hifdhuhumaa wahuwal ‘aliyyul ‘adhiim," teriak Darwin.Sisy, Aris dan Meliana terkejut. Mereka berlari menuju sumber suara."Astaghfirullah ... " ucap Sisy dan kedua anaknya."Papa! Apaan sih sampe baca ayat kursi begitu? Mama juga," sungut Diandra.Aris dan Darwin saling pandang lalu mereka turun. Sementara Sisy dan Meliana menutup mata mereka, menarik nafas dalam-dalam lalu menghembuskan dengan perlahan."Gimana Papa ga baca ayat kursi kalau penampilan kamu begini," keluh Meliana."Loh keren kan. Pasti kalian terpukau karena aku makin cantik," sahut Diandra.Gadis itu tersenyum. Nampak lipstik di antara gigi depan bagian atas.
"Cantik dari alam gaib. Coba kamu liat penampilan kamu dengan Mama dan Kakak, beda, kan." cibir Sisy sambil mendudukkan putri bungsunya di kursi meja rias.Sisy meminta Meliana untuk menghapus riasan wajah adiknya yang tampak menakutkan.Bagaimana tidak, alisnya diukir mirip seperti kumis ikan Lele. Lalu perona pipi atau blush on antara yang kiri dengan kanan berbeda warna yang di bentuk miring, mulai dari dekat cuping hidung, hingga ke batas ekor mata. Lalu membubuhkan perona mata atau eye shadow dari kelopak mata hingga menyentuh alis, dengan model setengah lingkaran dan dengan dua warna.Kemudian bulu mata yang dipasang terbalik, yang di bawah di letak di atas dan sebaliknya. Sementara bibir di beri lipstik yang melebihi ukuran sehingga tampak bibirnya membesar dan tebal, lipstik juga menempel di beberapa gigi depan, lalu membuat tahi lalat di dekat ujung bibir.Meliana sudah selesai membersihkan wajah adiknya itu. Kini, giliran Sisy yang merias Diandra.Sisy memoles riasan tipis pada wajah putrinya. Membuat bingkai alis dengan baik, lalu memberi arsiran pada bagian yang sudah di gambarnya.Selesai alis, Sisy memberikan lipstik berwarna merah muda."Masya Allah ... Cantik sekali putri bungsu Mama," puji Sisy setelah selesai.Sisy mematut hasil riasan ibunya. Gadis itu merasa asing dengan wajahnya yang tampak cantik.Sisy mengajak kedua anaknya itu untuk turun, agar tidak terlambat ke acara pertemuan keluarga.Diandra turun dengan langkah yang anggun. Sisy dan Meliana merasa sangat bahagia senyum terkembang menghiasi bibir keduanya. Darwin dan Aris terpaku menatap penampilan Diandra yang nampak sangat cantik malam ini.Suasana tenang itu buyar seketika. Diandra melompat di anak tangga terakhir lalu bergelayut di leher Darwin. Hilang sudah senyum di wajah Sisy dan Meliana."Aduh ... Dek. Papa sama Kakakmu udah seneng liat penampilan sama riasan kamu, kok malah balik lagi ke setelan pabrik," tukas Darwin,Darwin mengelus rambut putri kesayangannya. Diandra hanya tertawa lalu mengatakan bahwa cara berjalan seperti perempuan itu sangat menyiksa.
Sisy yang kesal segera mengajak mereka untuk berangkat menuju rumah keluarga Hutomo.Dua puluh menit kemudian mereka akhirnya sampai di kediaman Hutomo. Tampak Julia sudah menunggu mereka di teras depan."Om, Tante, Mel, dan yang lainnya. Mari masuk," sapa Julia.Darwin dan Aris berjalan di depan Julia. Sementara Sisy, Meliana mengapit Diandra di belakang. Sisy berulang kali meminta putri bungsunya itu agar bersikap anggun.Mereka tiba di ruang keluarga, tampak Hari Hutomo dan Willa Sartika sudah menunggu mereka."Selamat datang, Pak Darwin beserta keluarga. Perkenalkan, saya Hari Hutomo dan ini istri tercinta saya Willa Sartika. Silahkan duduk, sebentar lagi Handoko turun," sambut Hari ramah.Darwin sekeluarga pun duduk di seberang Hari Hutomo dan keluarganya. Tak lama tampak seorang lelaki turun dari lantai dua. Lalu duduk berjejer dengan keluarga."Ini putra kami, Handoko Hutomo. Han, kenalkan mereka adalah keluarga Darwin," ucap Willa lembut.Handoko pun sedikit menundukkan kepalanya, sebagai bentuk penghormatan. Lelaki itu memandangi satu persatu keluarga Darwin.Diandra terkejut bahkan hampir berdiri namun, Meliana segera menahannya dan mengulas senyum serta menepuk punggung tangan adiknya itu tetapi, tatapan galak menyertai senyum itu."Baiklah biarkan anak-anak berkenalan. Pak Darwin, Bu Sisy, Nak Aris, mari kita ke kebun belakang supaya lebih santai. Ladies, tinggalkan mereka berdua," ujar Hari."Iya, Pa. Kami nyusul sebentar lagi," sahut Julia.Tentu saja itu adalah alasan.
Mereka berlima pun menuju taman belakang. Di sana tampak sebuah meja bulat yang penuh dengan makanan dan minuman.Tinggallah kini Julia, Meliana, Handoko dan Diandra. Handoko duduk dengan menyandarkan bahu di sofa, menyilangkan kakinya lalu menatap sinis kepada Diandra. Di pandangi seperti itu, kesabaran Diandra pun habis."Heh, bulu ketek biawak. Kamu ngapain ngeliatin aku begitu? Kalah cantik kamu? Hah!" sergah Diandra marah.Bagaimana reaksi Handoko?"Cih, bukannya harusnya aku yang tanya? Kamu ini siapa? Marah-marah ga jelas di rumahku. kamu jangan geer kalau aku menyukaimu, yang tadi aku lakukan adalah menghormati orang tua dan berbakti kepada kedua orang tua," ejek Handoko.Julia meminta Handoko untuk tenang. Sementara Meliana melakukan hal yang sama kepada adiknya. Diandra kesal lalu berjalan keluar. Gadis itu kini duduk di teras menenangkan diri."Perjodohan apa-apaan ini? Aku ngebayangin cowok cool, keren. Kok malah si Domo sih? Ga sudi aku," gerutu Diandra.Julia dan Meliana menyusul Diandra ke teras. Sementara Handoko kembali ke kamarnya."Dek, kamu ga papa?" tanya Meliana."Aku kesal, Kak. Berusaha biar mempesona, eh malah ketemunya sama si Domo," jawab Diandra."Sebentar. Kamu sudah kenal Adikku? Dimana? Kapan?" tanya Julia penasaran.Diandra pun menceritakan bahwa setahun belakangan ini, mereka sering bertemu di taman. Biasanya saat bermain sepeda dua kali seminggu. Gadis itu menuturkan, bahwa dia tidak tahu sama sekali
"Kak, kenapa sedih?" tanya Handoko. Dia melihat kakaknya masuk kamar dengan wajah sedih."Tidak ada apa-apa, Dek. Kakak hanya lelah," jawab Julia. Gadis itu menghempaskan tubuh di kasur empuk milik adiknya.Handoko merasa ada yang salah dengan sikap kakaknya terasa ganjil. Hal ini karena Julia jarang sekali berwajah muram karena sedih.Lelaki itu kini berusaha berusaha berpikir, apakah yang menjadi penyebab kakaknya bersedih. Lalu mengingat kejadian hari ini."Kakak sedih karena si gadis tomboy itu ya? Sudahlah, tidak perlu di pikirkan. Aku selalu saja sial jika bertemu dengannya," urai Handoko.Hati lelaki itu kesal mengingat beberapa hari yang lalu dan berakhir di tendang teman si gadis tomboy."Dek, katanya kamu sama gadis itu sering ketemu di taman ya? Apa itu benar?" tanya Julia.Handoko pun mengangguk. Lalu menceritakan awal mula mereka bertemu senada dengan Diandra, Handoko tidak menceritakan pertemuan di diskotik."Jadi gitu Kak. Setiap ketemu ga pernah aman, sial terus padah
Awal pertemuan gadis yang bernama Maya dengan Handoko adalah ketika di undang Sinta sahabatnya untuk menghadiri sebuah acara amal untuk pembangunan sekolah dan menyediakan air minum di daerah terpencil . Maya memiliki mata cokelat dengan bulu mata yang lentik, senyum manis yang mampu mencairkan hati siapa pun di balik kecantikan dan keceriaannya, tersimpan obsesi yang mendalam terhadap seorang pria bernama Handoko, seorang pria kaya yang dingin menjadi idola semua anak gadis keluarga kaya. Handoko, dengan pesona yang memikat dan harta kekayaan yang melimpah, telah menyita perhatian Maya dan teman-temannya sejak pertama kali mereka bertemu di sebuah acara amal. Sejak saat itu, Maya merasa seperti terhipnotis oleh aura kekayaan dan ketampanan Handoko. Namun, teman-temannya, Lia dan Rani, menyadari bahwa Maya telah terperangkap dalam impiannya yang menurut mereka mustahil dan berulang kali menasehatinya. "Lia, Rani, aku yakin aku bisa membuat Handoko jatuh cinta padaku," cetus Maya b
"Kenapa harus Darwin yang jadi pemenang tender? Sial!" berang Mahendra. Lelaki itu nampak kesal sekali. Setelah beberapa hari yang lalu, mendapat kabar bahwa Darwin lah pemenang tender.Amarahnya mulai dari hari itu, sampai kini tidak juga kunjung reda. Lelaki itu merasa sudah sempurna dalam menyusun perencanaan namun malah Darwin yang menang. Padahal konsep dari pesaingnya itu sederhana."Sudahlah Pa. Masih banyak celah untuk membalas. Lagipula, jika kita menang, kita pasti sedikit repot karena sediaan bahan produksi kita tidak cukup untuk itu," papar Leofrand.Mahendra diam saja. Ada benarnya juga ucapan anaknya itu."Pa, kalau boleh tahu. Apa alasan papa membencinya? Bukankah dulu kalian bersahabat?'" tanya Leofrand.Mahendra menutup matanya, lalu mengatur nafasnya sebelum menjawab pertanyaan anaknya itu.Darwin pun menceritakan awal mula kisahnya dulu. Sebenarnya Dirinya, Darwin dan Sisy adalah sahabat. Mereka sepakat untuk tidak saling jatuh cinta mengingat hanya Sisy satu-satuny
Di dalam mobil Dara menanyakan apa maksud dari kalimat sahabatnya itu. Diandra pun menceritakan tujuan perjodohan antara dirinya dengan lelaki itu dan juga kejadian di kolam renang tempo hari. "Jadi begitu ceritanya. Kejadian di kolam renang itu yang bikin emosi. Waktu dia gendong aku ke kursi, aku ngerasa loh kalo ada sesuatu yang mengeras di bagian tengah badannya. Mesum banget kan?" ujar gadis itu kesal. Dara terdiam, memikirkan cerita sahabatnya itu. Ada hal yang ganjil dengan perilaku Domo itu. Lelaki yang mereka berdua kenal. Dara hanya dua kali melihat Domo berpakaian wanita, saat di mall lalu di butik terkenal dan mahal. "Tapi Di. Dari cerita kamu barusan, berarti si Domo normal dong tapi, kenapa perilakunya begitu ya?" ujar Dara. "Nah bener juga. Apa karena itu mereka bersikeras untuk menjodohkan kami? Alasannya karena sifat dan sikap kami yang bertolak belakang?" jawab Diandra. Dara pun mengusulkan agar sahabat nya itu mem
Handoko masuk ke dalam kamarnya. Hatinya kesal sekali karena tidak bertemu dengan gadis tomboy itu. Lelaki itu memilih tidur setelah membersihkan tubuhnya dan melewatkan makan malamnya. Suasana hatinya sedang buruk sekarang. Pagi-pagi sekali usai salat subuh, di bawah terdengar sibuk sekali. Handoko merasa tidurnya terganggu lalu berjalan menuruni tangga dan melihat apa yang sedang terjadi. "Loh, kok ada koper besar? Mama sama Papa mau kemana? Keluar negeri lagi?" tanya Handoko heran. Willa dan Hari saling pandang lalu menatap putranya itu dengan bingung. "Kami mau ke kota sebelah, Diandra besok ada event di sana. Sudah dari beberapa hari yang lalu dia ada di sana, masa kamu ga tau sih?" ujar Willa. Handoko diam mematung. Pantas saja gadis itu tidak bisa di temukan di manapun ternyata di luar kota. "Kami berangkat dulu ya. Takut ketinggalan pesawat. Biar calon mantu senang kalau kami datang," ujar Willa
"Halo ... Apa kabar Diandra?" sapa Willa sambil memeluk gadis itu. Sementara Hari menyalami Darwin. Lalu Willa dan Sisy pun saling bertukar kabar. Sementara Diandra sendiri sibuk mengurus model, pakaian juga memberi pengarahan kepada perias modelnya. Handoko memandangi gadis itu dari kejauhan. Debar jantungnya seperti ombak saja rasanya. Ah ternyata merindu itu sakit dan menyiksa. 'Ngapain laki-laki itu ada di sini juga? Ada keperluan apa?' batin Handoko. Handoko melihat Leofrand berada di sana juga dan memperhatikan gadis itu dari kejauhan seperti dirinya. Lelaki yang di lihatnya itu tidak menyadari jika sedang di perhatikan oleh seseorang. Lelaki itu pun kembali ke kamarnya. Sesampainya di kamar Handoko mulai berpikir keras tentang kehadiran lelaki yang di kenal namun tak tahu namanya itu. "Hmmm ... Gadis itu cantik juga meski tomboy," ujar Leofrand Tak terasa malam pun tiba
"Selamat atas keberhasilan kamu cantik," ujar Leofrand kepada gadis itu dengan membawa sebuah buket bunga yang sangat besar dan indah. "Terimakasih Leo. Kamu kok bisa tau kalau aku ikut event ini?" tanya Diandra sambil menerima buket bunga besar itu.Handoko membawa buket yang sangat besar yang berisi uang pecahan seratus ribu. Lelaki itu nampak kepayahan membawanya. Sesaat akan tiba di depan Diandra, hatinya kesal sekali melihat ada lelaki lain sudah mendahuluinya. Belum sempat Handoko menjawab, Handoko memarahi lelaki itu. "Hei, apa yang kau lakukan di sini? Pergi sana," usir Handoko. Diandra dan Leofrand menatap Handoko heran. "Kamu ngapain di sini juga?" tanya Diandra. "Memangnya apa yang salah jika aku menghadiri event tunanganku sendiri? Tidak ada larangan untuk itu kan Sayang? Ini buket untukmu, selamat ya! wanita ku memang luar biasa," ujar Handoko. "Apa maksud perkataanmu itu? Siapa yang tunanganmu?" tanya Leofrand kesal. Handoko merasa pertanyaan lelaki itu adalah