Share

Malam Pertama...?

Author: Mirielle
last update Last Updated: 2024-03-09 16:23:08

Merasa bahaya, Ruby mencoba menolak.

Didorongnya tubuh Louis yang menghimpitnya.

Namun, kedua tangan Louis langsung meraih dan menyatukan kedua tangannya ke atas kepala gadis itu.

“Emmph….” Louis kembali mencecap bibir Ruby dengan penuh hasrat.

Sentuhan Louis membuat Ruby hilang kendali.

Mungkin juga karena alkohol yang diteguknya di klub sebelumnya?

Di sisi lain, Louis--yang merasa Ruby tak lagi menolak--melepaskan tangan Ruby hingga kedua tangan wanita itu bergerak ke pinggangnya.

Telapak tangannya menyentuh wajah Ruby, membelainya sebelum kemudian bergerak menyugar rambut Ruby yang masih lembab.

“Ruby, bolehkah aku...?”

Bola mata Louis menjelajahi tubuh Ruby yang akhirnya mengangguk pelan.

Dalam hitungan detik, Ruby sudah berada dalam pelukan Louis yang membawanya ke luar dari kamar mandi dan meletakkannya di atas ranjang.

Tangan Ruby menahan tubuh Louis yang menjulang di atasnya.

Tubuh gadis itu bergetar gugup.

Dia tidak pernah melakukan hal ini sebelumnya dengan laki-laki mana pun.

Dia pikir akan melakukannya dengan Arden, tapi pria itu….

“Ruby..”

Suara bariton Louis menyadarkannya dari lamunan.

“Louis, a-aku belum pernah melakukannya dengan siapa pun. Jadi aku..”

“Benarkah?” Mata Louis mengerjap. "Kekasihmu benar-benar tidak menyentuhmu?"

Ruby menggeleng. "Jadi, jika aku agak kaku, aku minta maaf dan..”

Louis langsung mencium kembali bibir Ruby tanpa menunggu dia menyelesaikan kalimatnya. Dia menatap Ruby dengan lembut, mengelus wajahnya seraya berucap, “Biar aku yang mengurusnya.”

Ruby hanya diam terpaku saat Luois melepaskan bathrobenya dan menunjukkan tubuh atletisnya pada Ruby.

Gadis itu menelan ludah kala melihat otot yang membingkai di perut Louis.

Dan saat Louis menarik tali pengikat bathrobenya…. Ruby hanya bisa memasrahkan dirinya di bawah pria itu yang mulai bergerak lembut di atas tubuhnya.

Sentuhan-sentuhan yang baru pertama kali dirasakannya membuat Ruby menggila!

Dan yang dapat dia lakukan hanyalah menggenggam sprei putih di bawahnya.

“Ahhh….” Tanpa sadar, Ruby mendesah.

Gadis itu malu, tetapi tidak bisa menahannya kala merasa Louis memenuhi dirinya.

Padahal, Ruby sempat mengatakan tidak akan mencari laki-laki lain dengan dalih menyembuhkan luka hatinya. Namun belum 24 jam berlalu, dia sudah menyerahkan dirinya seutuhnya pada laki-laki bernama Luois yang baru dikenalnya selama kurang lebih 2 jam.

Sepertinya setelah malam panjang ini, dia harus kabur!

Dia yakin dirinya tak mampu melihat muka Louis esok hari.

Dan Ruby sepenuhnya sadar, saat dia bangun keesokan harinya dia berada di atas ranjang yang bukan miliknya.

Di sebelahnya, Louis masih tidur dengan lelap. Tangan Louis masih menggenggam tangannya hingga Ruby bangun.

Dengan hati-hati, Ruby melepaskan genggaman tangan Louis lalu meletakkan tangan kekar itu ke atas bantal. Dia menatap Luois.

“Astaga, dia bahkan sangat tampan saat tertidur,” gumam Ruby pelan.

Jemari telunjuk Ruby bergerak membelai alis Louis yang tumbuh lebat lalu turun ke hidungnya yang tinggi. Kulit Luois tidak terlalu putih, terlihat sangat pas dengan tubuh atletis dan maskulinnya.

Saat Ruby bangun, angka di jarum jamnya menunjukkan pukul enam pagi. Ruby bangkit pelan-pelan, menatap Louis sekali lagi lalu meraih bathrobe yang tercampak di lantai.

[ Louis, jika kamu sadar dengan apa yang kamu lakukan tadi malam, hubungi aku segera.

-Ruby-]

Ruby menatap secarik kertas di tangannya saat dia berniat meninggalkan pesan untuk Louis.

“Tidak! Ini tidak benar. Kami tidak boleh bertemu lagi,” gumam Ruby kemudian.

Tadi malam semuanya agak liar dan tidak bisa dikontrol. Sebagian karena pengaruh pesona Louis, sebagian lagi karena Ruby merasa dia harus melampiaskan rasa sakitnya.

Tapi sekarang semuanya berbeda. Dia sudah sadar dan Louis seharusnya tidak ada dalam daftar nama laki-laki yang mendekatinya saat ini.

Urusan Arden belum selesai dan dia tidak ingin menambahnya lagi.

Jadi, Ruby lantas meremas kertas di tangannya lalu memasukkannya ke dalam tas.

Dia mendekati Louis, mengelus rambutnya dengan lembut dan hati-hati supaya Louis tidak terbangun.

Setelah itu dia benar-benar pergi meninggalkan Louis.

“Ruby, kamu bahkan cukup gila semalam hingga kamu tidak tahu dimana barang-barangmu berada,” sungutnya kesal pada dirinya sendiri.

Barang yang dia maksud adalah stiletto hitamnya yang entah di mana dia letakkan!

Setelah beberapa menit mencari, akhirnya Ruby menemukan sepasang sepatunya tak jauh dari sebuah mobil yang terparkir bebas.

Dugaan Ruby itu adalah mobil Louis.

Sekali lagi Ruby menatap villa mewah dihadapannya, lalu bergumam pelan, “Selamat tinggal Louis.”

***

Drtt!

Mau tak mau, Louis harus membuka matanya dan menggerakkan tangan mencari suara yang berasal dari ponselnya. Benda pintar itu bergetar terus menerus sehingga Louis takut Ruby mungkin akan terganggu.

Tanpa menyadari jika Ruby sudah tidak ada lagi di sebelahnya, Louis meraih celananya yang tercampak di lantai lalu mengeluarkan benda pintar itu dari sana.

Setidaknya ada sembilan panggilan yang berasal dari sahabatnya Eddsen William. Louis menolak panggilan Edd lalu menonaktifkan ponselnya.

“Good morning, Ruby.”

Saat Louis berbalik untuk menyapa dan memberikan kecupan selamat pagi pada Ruby, wanita itu sudah tidak ada di sana.

“Ruby?” panggil Louis.

Tidak ada jawaban.

“Ruby?”

Kembali Louis memanggil, namun lagi-lagi tak ada jawaban. Louis berdiri, mengarahkan pandangannya ke penjuru kamar.

Tidak ada Ruby di sana. Pintu kamar mandi juga terbuka mengisyaratkan jika Ruby tidak ada di dalam.

Louis melihat bathrobe di lantai tersisa satu sementara dia ingat tadi malam, dia sendiri yang membuka bathrobe Ruby untuk melihat dengan jelas bagaimana lekuk tubuhnya yang membuat Louis panas dingin.

“Apa Ruby sedang berjalan-jalan di pantai?”

Louis masih menumbuhkan keyakinan jika Ruby mungkin sekedar mencari angin pagi ke luar. Dia membuka pintu kamar, mengedarkan pandangannya ke sudut villa namun tidak ada Ruby di sana.

Dia menuruni anak tangga villa, mengamati sekelilingnya.

Namun, hanya ada burung-burung bangau putih yang terbang rendah di garis pantai.

Mobilnya masih di sana, namun sosok wanita yang ditemuinya tadi malam sudah tidak ada.

"Itu artinya dia benar-benar pergi?" Louis bergumam tanpa sadar. "Apa tadi malam sungguh tak berkesan?"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pria Pertamaku Ternyata Seorang Penguasa   THE END

    Pengadilan memutuskan untuk menyita semua aset milik Brenda dan mengembalikan perusahaan milik almarhum Frans pada Ashley. Perusahaan milik Frans terbukti tidak terlibat dalam usaha pencucian uang dan juga pertambangan liar yang selama ini dilakukan Brenda. Dan karena Ashley tidak memiliki kemampuan bisnis sama sekali, akhirnya untuk sementara waktu Louis dan James akan berada di belakangnya untuk mengendalikan laju perusahaan hingga Ashley benar-benar siap. Liv kembali pada kehidupannya, menyibukkan diri dengan segala kegiatannya dalam mengurus perusahaan milik keluarganya. Levin juga akhirnya memutuskan pensiun dini dari satuannya dan memilih membantu Liv untuk sama-sama mengembangkan perusahaan yang sudah didirikan oleh orang tuanya dengan susah payah. Mark kembali ke luar negeri, dengan cepat menyelesaikan sisa kontrak yang sudah dia tanda tangani sebelumnya. Sembari melakukan pekerjaannya, pria itu setiap hari dibayang-bayangi oleh ciuman tak sengaja antara dia dan Liv. Walau s

  • Pria Pertamaku Ternyata Seorang Penguasa   Terimakasih Banyak

    “Terimakasih banyak, kalian sudah menyiapkan kejutan ini walau kami tidak terlalu terkejut.”Louis dan Ruby berdiri dan masing-masing mereka mengangkat gelasnya. Selorohnya itu disambut tawa kecil dari sahabat-sahabatnya, tidak terkecuali Mary. Gadis kecil itu ikut tertawa dan mengangkat gelas berisi jus jeruk, mengikuti orang dewasa di sampingnya.“Sudah ku bilang dia akan protes,” gumam James pelan, namun suaranya masih terdengar oleh mereka.“Memang kami tidak terlalu terkejut,” kata Louis tak mau kalah. “Aku pikir ketika kalian mengatakan menyiapkan makan malam bersama, mejanya sudah kalian tata dan semua makanan sudah disediakan. Tapi apa? Aku dan Ruby yang belanja kebutuhan untuk memanggang malam ini dan aku juga masih ikut mengangkat meja ke luar sini,” protesnya.“Kamu hanya menggeret sebuah kursi,” sangkal Mark. “Itu pun langsung diambil alih oleh Mary.”Mary mengangguk. “Ya, Dad. Aku mengantikanmu tadi.”Louis berdecak, menatap satu-satu wajah semua orang di sana dengan pera

  • Pria Pertamaku Ternyata Seorang Penguasa   Kehadiran Sahabat

    Matahari sore mengantarkan sinarnya yang hangat menyusup diantara celah-celah pepohonan. Suara burung riuh rendah, terdengar ramai ketika mereka kembali ke sarangnya. Bunga-bunga liar tumbuh dengan subur karena disiram hujan selama beberapa hari, namun menjelang sore, kelopak bunga berwarna biru dan ungu itu perlahan menguncup.Ruby menyapukan pandangannya ke seluruh halaman belakang rumahnya. Di sana, pada sebuah meja panjang dan kursi yang berderet, Louis, Mark, James, Ashley, dan Mary sedang sibuk menata makanan di atas meja.Dia baru saja kembali dari bulan madunya bersama Louis, dan tahu-tahu sahabatnya sudah menunggu dan menyiapkan kejutan lain untuknya, yaitu makan malam bersama. Ashley berjalan dengan langkah yang ringan, tersenyum menyapa Ruby ketika dia mengambil anggur ke dalam rumah.Suasana itu terasa amat hangat, walau seandainya Edd ada di sana, akan semakin sempurna.Liv, terlihat duduk menyendiri di teras rumah. Sepertinya dia masih enggan bergabung dengan sahabatnya

  • Pria Pertamaku Ternyata Seorang Penguasa   Jangan Lakukan Itu

    Rasanya seperti menunggu bertahun-tahun! Itulah yang dirasakan Ruby saat kendaraan mereka malah terjebak macet. Mobil-mobil mengular di sepanjang jalan, membuat mereka terjebak dan tidak bisa kembali atau mengambil jalan lain.Posisi alamat yang diberikan James adalah jalanan di pinggir jurang. Dan hanya dengan membacanya saja Ruby tahu apa yang dilakukan sahabatnya itu di sana. Dia melipat kedua tangannya, terus berdoa dan menyebut nama Liv di bibirnya.Ruby tidak mau kehilangan Liv. Tidak!Kehilangan Edd saja membuat kehidupan mereka nyaris tidak berwarna. Seolah dunia ini berhenti berputar dan benda-benda diam di tempatnya. Mereka jarang tertawa, pun kalau tertawa, mereka akan merasa bersalah pada Edd dan diri mereka sendiri. Mereka ingin menangis, tapi air mata mereka terasa sudah mengering.Ruby melihat jam tangannya lagi, lalu menggulung gaun after party-nya yang memanjang hingga ke mata kaki. Louis meliriknya, memahami betapa Ruby sangat khawatir pada Liv. Karena itu sembari me

  • Pria Pertamaku Ternyata Seorang Penguasa   Mati Sama-Sama

    “Ini buruk,” desis Ruby, melihat Ashley masuk kembali ke dalam ruang ballroom dalam keadaan lesu.Sejak pertama menyadari kalau Liv tak ada di sana, perasaannya sudah tidak nyaman sama sekali. Kekuatan telepati dalam diri mereka menyadarkan Ruby kalau Liv tengah menghadapi kesulitan, entah karena dia melakukannya dengan sengaja, atau seseorang mempersulitnya.Dia melirik Louis, kedua bola matanya seolah memohon agar dia bisa pergi dari sana untuk mencari Liv. Toh, acara utama sudah selesai dan ini hanya acara tambahan. Dia ingin mencari Liv sendiri, berharap dia tidak terlalu terlambat untuk melakukannya.“Tidak mungkin, Babe.” Louis menggeleng, tahu isi hati Ruby. “Kita tidak mungkin meninggalkan para tamu begitu saja.”“Kan ada Mom dan Dad,” bisik Ruby memohon. “Please, aku yakin sekali Liv tidak dalam keadaan yang baik.”“Aku mengerti kekhawatiranmu. Tapi bagaimana bisa kita pergi dari sini sementara kitalah tujuan para tamu ini untuk hadir?”Itu alasan yang tepat, dan Ruby tidak b

  • Pria Pertamaku Ternyata Seorang Penguasa   Aku Juga Mencintaimu

    “Aku tidak melihat Liv,” bisik Ruby pada Louis di tengah-tengah moment ketika para tamu menyalami mereka.Louis berjinjit, mencoba melihat sekitarnya. Benar, dia tidak melihat Liv sama sekali. James dan Ashley terlihat bermain bersama Mary. Apa dia pergi ke suatu tempat untuk istirahat?“Mungkin dia ke toilet,” sahut Louis.“Tapi perasaanku tidak nyaman,” gumam Ruby lagi. “Aku takut terjadi sesuatu padanya.”Louis menggenggam tangan Ruby, tersenyum untuk meyakinkan istrinya itu.”Tidak akan terjadi sesuatu padanya.”Ruby mencoba tenang, tapi pada kenyataannya dia tak pernah bisa merasa tenang. Pernikahan mereka diundur berkali-kali karena Ruby merasa tidak enak pada Liv. Dia merasa dirinya tidak boleh bahagia di atas kehilangan Liv.Dan Ruby baru mengatakan ya pada ajakan Louis ketika kejadian itu sudah berlalu setahun. Tapi walau begitu, Ruby masih melihat kepedihan di mata Liv saat dia berterus terang pada sahabatnya itu jika dia akan menikah.Liv memang memberinya restu dan Ruby tah

  • Pria Pertamaku Ternyata Seorang Penguasa   Tunggu Aku

    Satu tahun kemudian...Mengenakan gaun mewah strapless berwarna putih tulang, Ruby berjalan bergandengan tangan bersama Louis. Senyuman gadis itu terlihat merekah, sempurna dalam sapuan make-up tipis yang tidak menutupi wajah naturalnya.Dengan erat Louis menggenggam tangannya, berjalan bersisian sambil menyapa para tamu ketika mereka masuk ke ruangan ballroom yang dihiasi oleh jutaan potong bunga-bunga hidup dengan nuansa putih.Mary terlihat lucu dalam balutan gaun dengan warna yang sama dengan Ruby. Tangan kecilnya menaburkan kelopak-kelopak bunga mawar yang dibawanya dalam keranjang kecil. Sesekali dia berhenti untuk ikut menyapa tamu, lalu kembali berjalan melakukan tugasnya.James dan Ashley berdiri bersebelahan. Keduanya ikut bertepuk tangan menyambut kedatangan pasangan yang baru sah menikah itu. Ashley terlihat tak bisa menutupi rasa harunya, terlihat saat dia beberapa kali menyeka air matanya.Liv juga hadir di sana, melempar senyum paling tulus yang dia punya. Walau air mat

  • Pria Pertamaku Ternyata Seorang Penguasa   Dia Yang Bersikukuh

    Dunia di hadapan Louis mendadak gelap gulita. Dia seolah diasingkan dalam sebuah ruangan tanpa penerangan, tanpa cahaya, dan tak bisa melihat apa pun. Dadanya mulai terasa sesak dan perlahan dia kesulitan untuk bernafas.Kepalanya mulai pusing hingga mendadak dia merasa tubuhnya sangat ringan. Namun sebelum dia jatuh, James meraihnya segera. Sungguh, Louis tidak menyangka akan seperti ini. Baru saja masalah Ruby selesai, namun muncul masalah baru yang lebih menyakitkan.Ketakutan karena akan berpisah selama-lamanya membuat air mata Louis menetes. Dia jongkok di lantai, sesenggukan sambil menunduk.“Sudah ku bilang dia tak perlu pergi,” isak Louis. “Sudah ku bilang akan ada yang menghandle semuanya di sana. Kenapa dia ngotot harus pergi?”“Tenangkan dirimu,” seru James, padahal dia sendiri pun sangat panik. “Ayo berharap keajaiban, Lou.”Dia memang mengharapkan sebuah keajaiban yang indah terjadi. Tapi apakah itu mungkin? Sebuah pesawat yang jatuh menghantam air, pernahkan ada seseoran

  • Pria Pertamaku Ternyata Seorang Penguasa   Penyesalan

    Otak Ruby mendadak kacau. Rasa sakit akibat luka di kakinya menyatu dengan degupan jantung yang membabi-buta di dadanya. Ruby tak berkedip, matanya terus tertuju pada layar televisi.Menyadari perubahan mendadak dari Ruby, Louis mendekatinya. “Ada apa? Kenapa kamu terlihat shock?”Tetesan air mata yang jatuh di wajah Ruby, serta kelopak mata yang tak mengerjap membuat Louis mengarahkan pandangannya pada apa yang dilihat gadis itu. Louis mematung, merasakan aliran darahnya mengalir lebih cepat.Rasa panas itu menggerayang karena kepanikan. “Tidak mungkin,” desis Louis.“Apa yang kalian lihat?” Liv mengernyit, namun dia masih duduk santai di sofa.Ruby menghapus air matanya, terlihat gemetar untuk mengambil ponsel. Mungkin Liv bisa santai karena dia belum melihat beritanya. Dengan penuh rasa was-was dan harap-harap cemas, Ruby mencari kontak Edd dan berusaha menghubunginya.Namun sambungannya langsung tertuju ke kotak suara, yang menandakan ponsel Edd tidak aktif sama sekali. Dia mencob

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status