BERSAMBUNG
Apa yang Rey khawatirkan kejadian juga, menjelang siang, warga Kampung Halai geger saat puluhan orang ‘menyerbu’ kampung ini dan mengejar setiap pemuda ataupun laki-laki yang ada di sini, dengan mandau.Mereka lakukan itu semua acak alias random saja, siapa saja laki-laki yang di temui langsung di tebas dengan mandau.Rey yang baru saja ingin makan bersama Kulo dan istrinya kaget. Tapi dia tidak gugup seperti Kulo dan istrinya.“Kulo amankan istri anakmu, biar aku hadapi mereka,” cetus Rey tanpa takut, dia pun buru-buru ambil pistolnya, juga tak lupa cadangan amunisi-nya.Setelah pasang sepatu dan hanya pakai kaos dan celana loreng hijaunya, Rey berlari menuju ke ujung desa di mana keributan itu terjadi.“Bangsat,” dengus Rey saat melihat dua orang tengah menimpas (membacok) warga yang berteriak ketakutan dan minta tolong, karena si pemuda warga kampung ini yang agaknya akan ke ladang di keroyok dua orang tersebut.Dorr…dorrr!Tanpa ampun sekaligus tanpa tembakan peringatan lagi, Rey l
“Pak Rey, saya dapat kabar, katanya tadi malam kantor perusahaan tambang hangus terbakar. Apakah kamu pelakunya. Sehingga para penjaga perusahaan ngamuk ke sini dan melukai banyak warga saya..?” pancing Punai tanpa basa-basi, setelah mereka duduk di teras rumahnya.Rumah milik sang kepala adat ini terlihat paling mewah di tempat ini, dibandingkan ratusan rumah milik warga lainnya. Bahkan Rey melihat ada 3 buah sepeda motor di halaman ini.“Ya…akulah pelakunya! Aku menyelamatkan anak dan istri Kulo, juga kampung ini, agar tak di jadikan tambang ilegal” sahut Rey kalem.Punai kaget bukan main, laporan pagi tadi yang dia terima soal terbakarnya kantor milik perusahaan benar adanya, dan saat ini si pelakunya yang kini duduk berhadapan dengannya, juga sudah blak-blakan akui itu.Kekagetan ini tentu saja tak luput dari perhatian Rey.“Aku juga tak segan dor siapa saja yang jadi antek perusahaan itu, tak peduli siapapun orangnya, mau sesama aparat pun aku tak tak takut. Aku bertugas menjaga r
Bukk…bukkhh…ampunnn…ampunnnn..!”Rey terkaget-kaget, Punai di keroyok puluhan warganya sendiri. “Gawat bisa mati konyol ni orang!” batin Rey.Dorrr…!Sekali tembakan ke udara pengeroyokan itu seketika berhenti, dengan tubuh sang kepala adat bonyok parah, darah mengucur dari wajah dan tubuhnya, Punai kini setengah mampus.Padahal kata Kulo, si Punai ini kebal bacok, rupanya warganya sudah tahu kelemahannya ini, Punai di pukuli menggunakan kayu ulin dan ruwah-lah (jebol-lah) kekebalannya tersebut.“Sudah cukup, lihat si Punai setengah mampus!” tegur Rey dan otomatis pengeroyokan benar-benar total berhenti, tidak ada lagi yang memukulinya.Tak lama keluar tiga wanita dari rumah Punai, ternyata mereka ini entah istri atau gundik Punai, ketiganya terlihat ketakutan melihat Punai babak bundas begitu.“Bawa dia ke dalam dan rawat. Hei kalian bantu, jangan diam saja!” kata Rey, sehingga 3 lelaki muda yang tadi mempermak Punai mengangkat tubuh si kepala adat ini ke rumahnya.Tak lama Kulo yang
Berdasarkan petunjuk Kulo, Rey benar-benar berangkat ke esokan harinya, Kulo tak bisa menemani, dia harus membenahi Kampung Halai sebagai kepala adat yang baru."Hati-hati Bang Rey, secepatnya balik ke sini," pesan Kulo, Rey pun tersenyum, dia dan Kulo kini bak dengan Tanggui dulu, makin dekat saat ini.Rey tak masalah jalan kaki, selama pendidikan militer di Magelang, Rey sudah biasa jalan kaki seharian bahkan berhari-hari dengan medan yang sulit, bahkan dengan beban berat.Rey justru menikmati jalan kaki di hutan.“Someday moga aku di tugaskan ke Papua, ingin rasa-nya bertempur habis-habisan dengan kelompok pemberontak itu. Tuh aku tak punya saudara dekat, atau keluarga…kalaupun tewas tak ada yang menangisi!” batin Rey.Sampai di sebuah lereng bukit, Rey kaget ada sinyal ponsel, tanpa ragu dia pun menelpon anak buahnya, kalau masih berada di Kampung Halai dan Kampung Matus untuk selesaikan misi-nya.Rey memang sengaja pakai ponsel ‘jadul’ yang baterainya kuat sampai 2 mingguan lebih.
“Sebenar-nya aku tertipu Tuan Komandan, si Punai bilang kampungnya lebih bagus dari sini, makanya aku mau-mau saja ikut dia, eh tak tahunya selain istrinya banyak, kampungnya juga begitu. Sejak saat itulah aku berusaha kabur dari sana, tapi selalu gagal, nah setelah kejadian itu, aku pun bisa pergi dari kampung tersebut, lagian si Punai juga bakalan cacat biarpun sembuh setelah di keroyok warganya sendiri!” ceplos Finai apa adanya.Rey pun senyum, Finai ternyata lebih supel dari Dayang, pikirnya.“Jadi si Punai selama banyak di bantu perusahaan batubara ilegal itu ya?” pancing Rey lagi, sengaja ign korek keterangan dari mulut wanita cantik ini.“Iya, uangnya ada terus, aku juga heran awalnya, darimana dia dapat duit sebanyak itu. Setelah tinggal di sana, barulah aku tahu, dia sudah jual Kampung Halai dan terima duit hingga 500 juta, dan rencananya akan dapat lagi yang banyak setelah seluruh warga kampung itu pergi dari sana!” aku Finai blak-blakan.“Hmm…tak aneh, wajar akhirnya dia bis
Rey senyum kecil, dengan gemas dia langsung melumat bibir merah alami si denok ini dan meremas-remas dada Finai yang ukurannya lebih gede dari milik Dayang.Nafas Finai langsung mendesah lirih.Tangan nakal Rey langsung bergerak ke paha Finai dan…Rey kaget, karena tempat ini tertutup pembalut, Finai terkekeh dan bilang dia sudah empat hari datang bulan.“Maaf ya, apem-nya lagi merah, tunggu sampai bersih...!” desah Finai dan tanpa malu-malu dia melumat bibir Rey lagi dan setelahnya kamar ini sunyi, mereka memutuskan untuk beristirahat malam ini, karena besok akan segera berpetualang.Besoknya Bacong sang kepala adat tanpa ragu izinkan Finai menemani Rey menuju ke tempat yang dikatakan penuh misteri itu.“Kalau perlu pulangnya kamu bunting yaa, biar cucuku ganteng kayak pa komandan,” seloroh Bacong, hingga Rey antara kaget dan ingin tertawa, dipikirnya ‘Om Bacong’ ini hanya bercanda doang.Bacong memang beda, sang kepala adat ini ternyata suka bercanda, padahal ucapannya tadi aslinya…s
“Siapa model tampan itu?”Seorang wanita separuh baya dengan gaya angkuh memanggil seorang pria klemar-klemer.Mata sang wanita sedari tadi tidak lepas dari sosok tampan dan kekar yang sedang menyulut rokoknya.“Namanya Reynaldhy, Nyonyah, panggilannya Rey! Ganteng kan, Nyah? Blasteran loh yaahh!” sahut si pria kemayu ini dengan gaya lincahnya.“Hemm… aturkan dia ke kamarku setelah acara ini!”Wanita highclass dengan body mulus ini lalu keluarkan segepok uang 5 juta yang diterima dengan semringah oleh si kemayu ini. Dia pun melengos pergi dengan cuek, menghampiri si anak buah yang diminati tadi. “Rey…!”Model tampan yang belum terlalu lama jadi peragawan ini langsung menoleh dan dia menghela nafas panjang, saat si pria kemayu ini mendatanginya. “Ada apa Mami Meni?” sahut si model ini dingin, lalu asyik merokok lagi.“Sini deh, aku bisikin,” kata Meni dan dahi Rey ini mengeryit.Wajahnya langsung merengut setelah Mami Meni selesai membisikkannya sesuatu. “Aku bukan pria seperti itu,
“Ehem!!! Punya pacar tajir begitu, bayar dong, kos kamu! Udah 3 bulan telat, nih!”Terdengar suara teguran bernada sinis dari belakang tubuh Rey.Pria itu kaget, dan menoleh. Di teras kosnya, sudah menunggu Tante Ivon, si pemilik tempatnya berteduh dengan wajah masam, tak sedap dipandang mata.Rey pun merogoh dompetnya. Hanya ada uang 1,5 juta, uang depe dia lenggak-lenggok di catwalk tadi.Tante Ivon lansung ngitung uang ini setelah Rey berikan. “Ih masih kurang… harusnya 6 juta! Kan kamu nunggak 3 bulan, ditambah 1,5 juta untuk bulan ini,” sungut Tante Ivon, yang kalau urusan duit, otaknya cepat sekali jalan.“5 hari lagi saya bayar tante, setelah sisa honor di bayar!” Rey minta despensasi lagi.“Nggak bisa! Besok sore paling telat, atau kamu angkat kaki dari kos ini, selamat malam!” tante Ivon pun melengang pergi.Limit yang kejam, tapi begitulah sifat Tante Ivon.Selepas kepergian Tante Ivon, Rey berjalan dengan bahu yang lunglai. Sampai di kamarnya, Rey merebahkan diri dan menata
Rey senyum kecil, dengan gemas dia langsung melumat bibir merah alami si denok ini dan meremas-remas dada Finai yang ukurannya lebih gede dari milik Dayang.Nafas Finai langsung mendesah lirih.Tangan nakal Rey langsung bergerak ke paha Finai dan…Rey kaget, karena tempat ini tertutup pembalut, Finai terkekeh dan bilang dia sudah empat hari datang bulan.“Maaf ya, apem-nya lagi merah, tunggu sampai bersih...!” desah Finai dan tanpa malu-malu dia melumat bibir Rey lagi dan setelahnya kamar ini sunyi, mereka memutuskan untuk beristirahat malam ini, karena besok akan segera berpetualang.Besoknya Bacong sang kepala adat tanpa ragu izinkan Finai menemani Rey menuju ke tempat yang dikatakan penuh misteri itu.“Kalau perlu pulangnya kamu bunting yaa, biar cucuku ganteng kayak pa komandan,” seloroh Bacong, hingga Rey antara kaget dan ingin tertawa, dipikirnya ‘Om Bacong’ ini hanya bercanda doang.Bacong memang beda, sang kepala adat ini ternyata suka bercanda, padahal ucapannya tadi aslinya…s
“Sebenar-nya aku tertipu Tuan Komandan, si Punai bilang kampungnya lebih bagus dari sini, makanya aku mau-mau saja ikut dia, eh tak tahunya selain istrinya banyak, kampungnya juga begitu. Sejak saat itulah aku berusaha kabur dari sana, tapi selalu gagal, nah setelah kejadian itu, aku pun bisa pergi dari kampung tersebut, lagian si Punai juga bakalan cacat biarpun sembuh setelah di keroyok warganya sendiri!” ceplos Finai apa adanya.Rey pun senyum, Finai ternyata lebih supel dari Dayang, pikirnya.“Jadi si Punai selama banyak di bantu perusahaan batubara ilegal itu ya?” pancing Rey lagi, sengaja ign korek keterangan dari mulut wanita cantik ini.“Iya, uangnya ada terus, aku juga heran awalnya, darimana dia dapat duit sebanyak itu. Setelah tinggal di sana, barulah aku tahu, dia sudah jual Kampung Halai dan terima duit hingga 500 juta, dan rencananya akan dapat lagi yang banyak setelah seluruh warga kampung itu pergi dari sana!” aku Finai blak-blakan.“Hmm…tak aneh, wajar akhirnya dia bis
Berdasarkan petunjuk Kulo, Rey benar-benar berangkat ke esokan harinya, Kulo tak bisa menemani, dia harus membenahi Kampung Halai sebagai kepala adat yang baru."Hati-hati Bang Rey, secepatnya balik ke sini," pesan Kulo, Rey pun tersenyum, dia dan Kulo kini bak dengan Tanggui dulu, makin dekat saat ini.Rey tak masalah jalan kaki, selama pendidikan militer di Magelang, Rey sudah biasa jalan kaki seharian bahkan berhari-hari dengan medan yang sulit, bahkan dengan beban berat.Rey justru menikmati jalan kaki di hutan.“Someday moga aku di tugaskan ke Papua, ingin rasa-nya bertempur habis-habisan dengan kelompok pemberontak itu. Tuh aku tak punya saudara dekat, atau keluarga…kalaupun tewas tak ada yang menangisi!” batin Rey.Sampai di sebuah lereng bukit, Rey kaget ada sinyal ponsel, tanpa ragu dia pun menelpon anak buahnya, kalau masih berada di Kampung Halai dan Kampung Matus untuk selesaikan misi-nya.Rey memang sengaja pakai ponsel ‘jadul’ yang baterainya kuat sampai 2 mingguan lebih.
Bukk…bukkhh…ampunnn…ampunnnn..!”Rey terkaget-kaget, Punai di keroyok puluhan warganya sendiri. “Gawat bisa mati konyol ni orang!” batin Rey.Dorrr…!Sekali tembakan ke udara pengeroyokan itu seketika berhenti, dengan tubuh sang kepala adat bonyok parah, darah mengucur dari wajah dan tubuhnya, Punai kini setengah mampus.Padahal kata Kulo, si Punai ini kebal bacok, rupanya warganya sudah tahu kelemahannya ini, Punai di pukuli menggunakan kayu ulin dan ruwah-lah (jebol-lah) kekebalannya tersebut.“Sudah cukup, lihat si Punai setengah mampus!” tegur Rey dan otomatis pengeroyokan benar-benar total berhenti, tidak ada lagi yang memukulinya.Tak lama keluar tiga wanita dari rumah Punai, ternyata mereka ini entah istri atau gundik Punai, ketiganya terlihat ketakutan melihat Punai babak bundas begitu.“Bawa dia ke dalam dan rawat. Hei kalian bantu, jangan diam saja!” kata Rey, sehingga 3 lelaki muda yang tadi mempermak Punai mengangkat tubuh si kepala adat ini ke rumahnya.Tak lama Kulo yang
“Pak Rey, saya dapat kabar, katanya tadi malam kantor perusahaan tambang hangus terbakar. Apakah kamu pelakunya. Sehingga para penjaga perusahaan ngamuk ke sini dan melukai banyak warga saya..?” pancing Punai tanpa basa-basi, setelah mereka duduk di teras rumahnya.Rumah milik sang kepala adat ini terlihat paling mewah di tempat ini, dibandingkan ratusan rumah milik warga lainnya. Bahkan Rey melihat ada 3 buah sepeda motor di halaman ini.“Ya…akulah pelakunya! Aku menyelamatkan anak dan istri Kulo, juga kampung ini, agar tak di jadikan tambang ilegal” sahut Rey kalem.Punai kaget bukan main, laporan pagi tadi yang dia terima soal terbakarnya kantor milik perusahaan benar adanya, dan saat ini si pelakunya yang kini duduk berhadapan dengannya, juga sudah blak-blakan akui itu.Kekagetan ini tentu saja tak luput dari perhatian Rey.“Aku juga tak segan dor siapa saja yang jadi antek perusahaan itu, tak peduli siapapun orangnya, mau sesama aparat pun aku tak tak takut. Aku bertugas menjaga r
Apa yang Rey khawatirkan kejadian juga, menjelang siang, warga Kampung Halai geger saat puluhan orang ‘menyerbu’ kampung ini dan mengejar setiap pemuda ataupun laki-laki yang ada di sini, dengan mandau.Mereka lakukan itu semua acak alias random saja, siapa saja laki-laki yang di temui langsung di tebas dengan mandau.Rey yang baru saja ingin makan bersama Kulo dan istrinya kaget. Tapi dia tidak gugup seperti Kulo dan istrinya.“Kulo amankan istri anakmu, biar aku hadapi mereka,” cetus Rey tanpa takut, dia pun buru-buru ambil pistolnya, juga tak lupa cadangan amunisi-nya.Setelah pasang sepatu dan hanya pakai kaos dan celana loreng hijaunya, Rey berlari menuju ke ujung desa di mana keributan itu terjadi.“Bangsat,” dengus Rey saat melihat dua orang tengah menimpas (membacok) warga yang berteriak ketakutan dan minta tolong, karena si pemuda warga kampung ini yang agaknya akan ke ladang di keroyok dua orang tersebut.Dorr…dorrr!Tanpa ampun sekaligus tanpa tembakan peringatan lagi, Rey l
“Jenderal Fandi Haruna…!” gumam Rey tanpa sadar, sambil termenung, ingat tulisan ibunya di ponsel jadul, yang masih Rey simpan sampai kini.“Nahh iya Bang komandan, itu namanya aslinya, mendiang ayahku pernah sebut itu!” sela Kulo hingga Rey makin terkaget-kaget.“Baiklah Kulo terima kasih informasinya, sekarang mari kita bersiap-siap, tugas pertama kita cari di mana anak binimu di sekap mereka!” kata Rey lagi dan Kulo pun mengangguk.Tak salah lagi, itu kakekku, batin Rey.Malam sudah tiba, sunyi melanda tempat ini, namun saat Rey dan Kulo mendekati markas ini, terdengar bunyi musik dangdut yang sangat nyaring, juga suara tertawa-tawa dari orang-orang yang joget-joget itu.Tempat ini terang benderang karena pakai genset lumayan besar.“Bang Komandan, seingatku, di ujung sana ada sebuah gudang, siapa tahu anak dan biniku mereka sekap di sana,” bisik Kulo,.Rey mengangguk. "Kita ke sana, selamatkan anak binimu dulu," sahut Rey dan keduanya lalu berindap-indap menuju ke arah yang di tunj
“Kulo, antar aku ke markas mereka, aku akan usahakan selamatkan anak dan istrmu, kamu tentu tahu kan di mana kantor perusahaan itu berada...?” Rey menatap wajah Kulo.“Tahu Ndan, letaknya tak jauh dari Kampung Halar itu,” sahut Kulo cepat, wajahnya bahkan terlihat antusias, sikapnya makin membuat Rey yakin, cerita Kulo tidak mengada-ngada .“Bagus, aku balik dulu ke rumah, setelah ini kita berangkat!” cetus Rey.Setelah saling peluk dengan Dayang, bahkan makanan dan minuman di masukn Dayang ke dalam ransel. Tanpa buang waktu, Rey pun bersama Kulo berangkat menuju ke markas perusahaan itu.Uhui Cs yang ingin ikut di larang Rey.“Tugas kalian tetap menjaga kampung ini, aku khawatir ada lagi orang jahat yang ganggu warga kalian,” Rey beri alasan.Sang kepala Adat Usu Abulu setuju, saat ini memang Uhui dan 2 rekannya di anggap sebagai kepala keamanan di kampung ini, karena nyali ke 3-nya lebih berani di bandingkan warga desa lainnya.Rey ikuti motor Kulo yang jalan duluan di depannya sebag
Paginya…Suara bunyi deret ranjang dan desisan nyaring terdengar, di pagi yang dingin ini, Rey dan Dayang ternyata sedang melanjutkan olahraga malamnya di pagi yang dingin ini.Ibarat makanan enak, Dayang langsung ingin menikmati lagi santapan di pagi yang dingin ini. Rey...sama saja, tanpa ragu dia kembali memeluk tubuh denok dan putih bak blasteran Korea ini.Kali ini Dayang yang mulai mabuk kepayang, makin melayang ke angkasa, bahkan kali ini dia tak malu-malu minta Rey puaskan dirinya dengan berbagai gaya."Penasaran saja, pingin tahu rasanya bagaimana," bisik Dayang malu-malu, tapi begitu Rey mulai beraksi, sifat malu-malu Dayang lenyap seketika.Gaya duduk, doggy hingga gaya berdiri dengan senang hati Rey lakukan dan makin mendesislah suara Dayang di buat Rey.“Bikin melayang sayangg…!” bisik Dayang tanpa malu-malu lagi, sambil sodorkan apem “mungkungnya” alias montoknya ke wajah Rey.Rey tertawa kecil dan menggigitnya, hingga Dayang berteriak manjaaaaaa…tapi setelahnya suaranya