Share

Bab 5 Sekolah Baru

Pagi tiba lebih cepat daripada yang kuharapkan. Entah kenapa, aku merasa tak ingin sekolah. Aku merasa gugup jika bertemu dengan orang baru. Aku benci ketika murid-murid nanti akan menatapku ketika aku masuk kelas.

Setelah selesai memakai seragam, aku turun ke dapur untuk menemui Tante El. Tante El sedang duduk sambil minum kopi.

"Pagi, keponakan tante yang paling cantik!" ucapnya ketika melihatku berjalan mendekatinya. Aku membalasnya dengan senyum tipis sambil menuangkan secangkir kopi untuk diriku sendiri.

"Udah siap nih mau masuk sekolah baru?"

Aku menghela napas sambil mengangkat bahuku. Seharusnya Tante El tahu apa yang kurasakan, aku tidak siap.

"Nggak apa-apa. Mulai sekarang, kamu harus mulai percaya diri. Cobalah berbicara dengan teman baru, seenggaknya satu orang aja untuk hari ini. Kamu pasti bisa!" Tante El tersenyum sembari mengusap kedua bahuku memberiku semangat.

Aku menunduk lalu mengangguk pelan. "Iya, Tan."

"Ngomong-ngomong, Tante jam berapa berangkat kerjanya?" tanyaku melihat jam sudah pukul tujuh lewat lima belas menit, padahal jarak tempat kerja Tante El dari rumah lumayan jauh.

Tante El melirik jam tangannya, "Ya ampun, Tante harus berangkat sekarang biar nggak telat. Bye, sayang!"

Tante El menyambar tas jinjingnya lalu berlari keluar.

Aku meneguk kopiku hingga habis sat tersisa, lalu meletakkan cangkirnya di wastafel. Lamat-lamat, aku mendengar suara langkah kaki di luar. Ah, itu pasti Tante El, barangkali ada sesuatu yang tertinggal jadi ia kembali lagi.

"Ada yang ketinggalan ya, Tan?" tanyaku. Tak ada jawaban. Namun, suara langkah kaki itu terdengar semakin jelas.

"Tan, jangan nakut-nakutin deh! Aku tahu itu pasti Tante El, kan?" tanyaku sambil menenangkan diri sendiri. Namun tetap sama, tak ada jawaban.

Perlahan aku berjalan mendekati arah suara-suara itu, namun di sana tak ada apa-apa selain jam dinding yang berdetak di ruangan yang sepi.

Sudah hampir setengah delapan! Aku bisa terlambat ke sekolah! Bergegas aku mengambil ranselku lalu berlari keluar.

Untungnya, sekolahku tak begitu jauh. Aku sudah sampai di sekolah setelah berjalan kaki sekitar sepuluh menit.

Aku berjalan ke pintu masuk sekolah. Sekolah ini tidak terlalu besar, namun lingkungannya terlihat nyaman dan fasilitasnya sudah lengkap.

Aku memasuki aula sekolah, terlihat beberapa siswi duduk bersama dan asyik berbincang-bincang. Aku memfokuskan pandanganku ke depan, berharap mereka tidak melihatku dan bertanya padaku.

Aku berjalan melewati depan kantor. Terlihat seorang wanita dewasa dengan seragam guru, berambut pendek dan berkacamata berjalan lalu menatapku sekilas.

"Eh, kamu yang murid baru pindahan itu ya?" tanyanya.

"Iya, Bu," jawabku. 'Kok tahu?' pikirku.

"Ya tahu, lah. Ibu hapal semua murid di sini," ucap wanita itu sambil terkekeh.

"Siapa nama kamu? Ibu lupa."

"Sella Amelia, Bu."

"Oh iya, sini ke ruangan ibu dulu," ucap wanita itu. Aku pun mengikutinya.

"Jadi, ibu wali kelas kamu. Nama ibu, Risma. Ini jadwal kelas kamu." ucap Bu Risma sembari menyodorkan selembar kertas padaku.

"Ruang kelas kamu ada di depan, lurus saja, di atas pintu sudah ada tulisannya kelas 11 IPA 1, ya."

Aku mengangguk.

Teng! Teng! Bel masuk berbunyi.

"Selamat belajar ya." ucap Bu Risma.

Aku pun bergegas menuju ruang kelasku. Langkahku terhenti ketika sampai di depan pintu kelas 11 IPA 1 yang sudah tertutup. Aku mengambil napas dalam-dalam sambil mengulurkan tanganku menyentuh kenop pintu itu, lalu perlahan membukanya. Belum sempat aku melangkah, stiap mata di kelas itu sudah tertuju padaku. Mereka menatapku seolah belum pernah melihat murid baru di sekolah itu.

"Silahkan masuk," ucap seorang lelaki yang sedang mengajar di kelas itu.

Aku mengangguk. "Iya pak."

Aku melangkah masuk sambil menundukkan wajahku.

"Silahkan, perkenalkan diri di depan teman-temannya."

"Perkenalkan, nama saya Sella Amelia, murid pindahan di kelas ini.." aku terhenti, hanya itu yang bisa kuucapkan.

"Sekarang, kamu boleh duduk di bangku yang kosong," ucap pria itu.

Aku mendongak dan melihat hanya ada satu kursi kosong, di sebelah seorang gadis yang menatapku dengan tatapan tak suka. Aku tak punya pilihan lain selain duduk di sampingnya 

Aku merasakan semua siswa terus menatapku, namun aku terus melihat lurus ke depan ke arah papan tulis. Hingga akhirnya, aku mendengar bel berbunyi. Semua siswa terlihat membereskan buku-bukunya, begitu juga dengan gadis yang duduk di sampingku. Dengan cepat ia pergi seolah takut jika aku mengajaknya bicara.

Aku duduk diam di kelas yang tinggal ada beberapa siswa di dalamnya.

Tiba-tiba aku merasakan tepukan di bahuku, aku terjingkat kaget. Aku menoleh ke belakang dan melihat seorang cowok berwajah tampan berambut kecoklatan tersenyum manis padaku. Aku yakin, pasti banyak siswi yang menyukainya.

"Maaf aku nggak bermaksud ngagetin kamu." Dia terkekeh

"Nggak kok," ucapku sambil tersenyum.

"Namaku Daniel. Senang bertemu denganmu, Sella." Pria itu mengulurkan tangannya, aku menjabatnya lalu memberinya senyum kecil.

"Oh iya. Tadi malem aku lihat kamu loh, di rumah makan Elfrata."

Aku berpikir sejenak, lalu teringat dialah lelaki yang kulihat duduk bersama anak-anak lainnya ketika aku sedang makan dengan Tante El kemarin malam. Saat itu, dia memergokiku sedang menatapnya.

"Oh, iya aku ingat." Aku mencoba untuk tidak tersipu.

"Oke, aku pergi dulu ya. Bye, Sella." Ia tersenyum lalu berjalan keluar kelas menyusul teman-temannya.

***

Sekarang sudah istirahat kedua. Semua siswa pergi ke kantin untuk makan siang. Aku membeli sepiring nasi goreng di kantin. Aku mengedarkan pandanganku ke sekeliling kantin, rasanya aku tak ingin makan di sini, lebih baik makan sendiri saja di kelas.

Namun tiba-tiba aku melihat Daniel melambaikan tangan padaku. Ia memintaku untuk bergabung makan bersama dengan teman-temannya.

Sebenarnya aku ingin makan sendiri, tapi tak enak jika mengabaikannya. Akhirnya aku melangkahkan kakiku mendekati meja mereka.

"Hai," sapaku canggung saat aku sampai di meja tempat mereka berkumpul. Daniel menepuk kursi di sebelahnya, mengisyaratkanku untuk duduk.

"Kenalin, ini Sella. Dia anak pindahan." Daniel memberitahu mereka saat aku duduk.

"Kita belum pernah punya murid pindahan sebelumnya jadi tentu saja kita tahu dia baru di sini, dari tadi semua orang ngomongin dia terus." Ucap salah satu siswi. Aku menelan ludah memikirkan semua orang berbicara tentangku.

"Kenalin, aku David," cowok yang duduk di depanku mengulurkan tangannya sambil tersenyum tipis.

"Hai," ucapku dengan canggung sembari menjabat tangannya.

"Kalo aku, Kia," gadis berambut hitam panjang di sebelah cowok itu ikut memperkenalkan diri padaku.

"Kalo yang itu, namanya Lina." Kia menunjuk pada gadis yang tadi memberitahuku bahwa semua orang membicarakanku. Gadis itu terlihat sedang sibuk dengan ponsel di tangannya, ia melambai padaku tanpa menatapku.

"Kalo di ujung sana yang lagi pacaran berduaan itu namanya Rio sama Ana," ucap Kia sambil menunjuk sepasang kekasih yang sedang duduk berhadapan di sudut ruangan. Sontak cowok itu menatap sinis ke arah kami ketika mendengar namanya disebut.

"Senang bertemu kalian," aku tersenyum kecil 

"Dari mana asalmu?" David yang sedari tadi diam bertanya.

"Lingkar Barat," ucapku memberi tahu mereka.

"Oh, aku pernah sekali kesana. Tempatnya indah," ucap Kia.

"Kenapa kamu pindah ke sini?" Daniel bertanya. Aku menghela napas, aku tidak suka membicarakan tentang hal ini.

"Yah, cuma pengen suasana baru aja." Aku mengangkat bahu. Untungnya mereka tidak menanyakan apa-apa lagi. Aku tak suka membicarakan masalah pribadiku, apalagi tentang musibah itu.

"Ohh. Kamu pasti suka di sini," ucap Kia. Ia terlihat baik dan sangat ramah padaku.

"Kuharap begitu, semoga aku betah di sini," ucapku.

"Ya betah dong. Kan udah punya temen-temen baru sekarang," Daniel menepuk bahuku. "Iya nggak?" ia mengedarkan pandangannya pada teman-temannya.

"Iya, sekarang kami jadi teman-teman barumu," ucap Kia, senyum gadis itu mengembang.

Aku tersenyum tipis. Semoga saja, apa yang mereka katakan, bukan sekedar basa basi saja.

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status