Tawa Ansley meledak. "Aku hanya bercanda, dia satu bus dengan kita. Kau tenang saja, aku sudah mengatur semuanya tanpa kau menyuruhku."
"Benarkah?"
"Tentu saja."
Reagan menatap ke arah bus dan senyumnya kembali terlihat. Hal itu ternyata membuat Ansley penasaran dan bertanya.
"Kamu kenapa? Hari ini kau tidak seperti biasanya."
Mata Reagan beralih ke wajah Ansley. "Aku bahagia sekali hari ini, Ans. Bahagiaku ini adalah pertama kali selama aku hidup."
Ansley ikut tersenyum. "Aku tahu, ini pasti karena dia, kan?"
Wajah Reagan kembali memerah. "Seandainya kau tahu tadi dia melihatku dengan ekspresi yang tak pernah kulihat sebelumnya, kau pasti tidak akan bertanya lagi kenapa aku sebahagia ini."
"Reagan, Reagan. Kau seperti pucuk yang baru mekar."
Pria itu ikut tertawa. "Kau tahu sendiri, kan? Sudah berapa tahun kita bertiga bersahabat baru sekarang kau melihatku seperti ini. Aku pernah mengalaminya sebelum ini, tapi
Meski satu bus dengan Clare dan Ansley, Reagan langsung berpisah dengan kedua wanita itu karena Luke memanggilnya. Matanya bahkan merambat ke semua orang untuk melihat wajah yang paling ia harapkan. Saat matanya yang indah itu menangkap sosok yang sedari tadi diincarnya senyum Reagan langsung melebar. Dilihatnya Clare sedang berdiri di pinggir kolam sambil memandangi pemandangan di luar vila yang di penuhi pohon pinus. Wanita itu bahkan beberapa kali mengambil gambar dari kamera yang dibawanya untuk mengabadikan momen itu. Reagan senang dan hendak menghampirinya. Namun baru dua kali kakinya melangkah suara Luke menghentikannya."Reagan?""Ada apa?" kesal Reagan."Barang-barang kita taru di mana?""Cari pelayan vila, tanya di mana kamar yang mereka sediakan untukku lalu taru saja semua barangmu di sana.""Baiklah, terima kasih."Reagan menggeleng kepala sambil menatap kepergian temannya. Saat tubuhnya hendak berbalik untuk menatap Clare suara
"Iya, tapi kenapa? Apa orangtuanya sering mengekangnya? Kalau aku menilai dari caranya memandangku sepertinya dia memiliki perasaan yang sama denganku, Ans. Apa mungkin orangtuanya melarang dia untuk tidak sembarang bergaul? Dia seperti membuat tembok di antara kami. Tapi aku bisa mengerti kenapa dia bersikap seperti itu. Itu karena dia anak pemilik universitas, sedangkan ayahku hanya seorang investor di universitas ini. Ah, aku mengerti, mungkin dia sengaja menjaga jarak karena malu bergaul dengan orang di bawah derajatnya. Dia anak pemilik universitas, berarti keluarga mereka sangat kaya." Ansley menangkap ekspresi putus asa di wajah Reagan. "Kumohon buang jauh-jauh pikiranmu itu, orang tua Clare tidak seperti itu dan Clare juga tidak seperti yang kau bayangkan. "Kalau bukan itu lantas karena apa? Tidak mungkin wanita secantik dia tidak memiliki pacar jika bukan karena tekanan dari orangtuanya atau dari sikapnya yang suka memilih." "Baiklah," kata Ansley pa
Mr. Harvest tersentak. Emosinya meluap begitu mendengar nama itu. "Apa yang membuatmu berpikir begitu? Kenapa kau berpikir kalau calon istrimu itu bernama Agatha, hah? Ingat, Reagan, kau itu sudah dijodohkan dan calon istrimu bukan Agatha!"Ellena terkejut. Meski tidak tahu apa yang dibicarakan anaknya dari balik telepon, tapi ia bisa tahu apa yang membuat emosi sang suami meluap."Dari mana kau beranggapan bahwa wanita itu yang kami jodohkan denganmu?""Maaf, Dad, aku hanya ingin tahu saja. Siapa tahu Daddy menjodohkan kami kerena ayahnya teman Daddy.""Aku mengenal ayahnya? Kapan aku mengatakan diriku bersahabat dengan orangtuanya?" kata Alex marah.Ellena semakin penasaran. Saking penasan ia mencondongkan tubuh dan menumpang telapak tangannya ke dagu."Bukankah Daddy sendiri yang bilang padaku bahwa ayahnya dan Daddy bersahabat?""Aku? Kapan?!" emosi Alex semakin tinggi, "Jangan banyak bicara, Reagan. Kau pikir bisa mengalihkanku d
"Tidak, Dad, semua ini justru sudah jalannya Tuhan agar aku bisa bersamanya. Yang penting Daddy dan mommy setuju aku bersamanya aku akan berusaha untuk mendapatkannya, Dad." Senyum di wajah Alex terlihat. "Jangan, Reagan, dia itu sudah punya laki-laki untuk masa depannya. Begitu juga sebaliknya, kau sudah punya wanita masa depan untuk menjadi istrimu." Suara lemah sang suami membuat Ellena melebarkan mata. Ia semakin penasaran dan ingin tahu apa yang sebenarnya kedua laki-laki itu bicarakan. "Tidak, Dad. Selama belum ada ikatan apa-apa di antara kami aku rasa tidak ada salahnya untuk mencoba. Lagi pula dia juga menyukaiku, Dad." Alex terkejut. "Clare menyukaimu?" "Iya dan aku rasa tidak ada salahnya kalau aku mendekatinya?" "Tidak masalah, tapi kau harus ingat___" "I know and i promise you, Dad, aku tidak akan mempermalukan Daddy dan mommy. Aku akan selalu menjaga nama baik keluarga Harvest ... aku janji, Dad. Tapi kumohon ijinkan aku berjuang untuk mendapatkannya. Meskipun aku
Sambil berbaring dengan tubuh bagian atas yang terbuka Reagan sedang menatap langit-langit kamarnya yang berwarna hitam sambil memikirkan Clare. "Kau wanita yang cantik, Agatha. Kau wanita yang luar biasa. Kau ...."Hati Reagan sangat bahagia ketika membayangkan sikap Clare yang sudah tak sedingin saat pertama kali mereka bertemu. Kegiatan di vila itu membuat mereka cukup akrab dan hal itu terus terbayang dalam pikiran Reagan."Aku tidak akan menyerah, Agatha. Aku tak akan menyerah, aku akan terus mendekatimu sampai kau mau menerimaku."Drtt... Drtt...Bunyi getaran ponsel mengejutkan Reagan. Ekspresi yang tadinya melamun tinggi membayangkan sosok wanita idamannya itu kini berubah datar. Ia bangkit dan mengambil benda itu dari atas nakas."Halo, Ans?" sapanya ramah."Kau tadi meneleponku? Maaf, tadi aku bersama ibuku.""Tidak apa-apa. Aku boleh minta sesuatu?""Apa?""Kontaknya Agatha.""Kontak Clare? Aku pikir kau sudah meminta kontaknya langsung tadi waktu di vila.""Belum, dan aku
Ansley terkekeh. "Aku tidak bisa bilang tidak atau iya. Tapi sebagai sahabat kalian berdua aku sangat senang jika kalian akan dipersatukan oleh perjodohan. Namun meskipun kalian sudah sama-sama dijodohkan, aku rasa untuk sekarang tidak ada salahnya kau mendekatinya, toh dia kalian sama-sama belum menikah.""Kau memang sahabat terbaikku, Ans. Yah, sudah, sekarang kau kirimkan kontak Agatha kepadaku. Aku ingin menghubungi dan mendengar suaranya sebelum tidur. Aku sangat merindukannya.""Siap. Tapi kalau dia tanya dapat dari mana kontaknya kau akan menjawab apa?""Aku akan bilang kalau Ansley lah yang memberikannya.""Reagan! Kau ingin dia marah memusuhiku, hah?"Mereka sama-sama tertawa kemudian memutuskan panggilan.Di sisi lain.Dengan tubuh segar sehabis mandi dan masih terbalut bathrobe berwarna putih Clare keluar dari kamar mandi sambil mengenakan handuk di kepala. Gerah akibat aktivitas di vila membuatnya ingin berendam meski sudah larut malam.Saat ini Clare sedang berada di ruan
Clare menggeleng. "Tidak, Mami, aku sengaja tidak memberitahukan hal itu kepada mereka. Kalaupun mereka tahu itu berarti Ansley yang membocorkannya." Kensky tersenyum sebelum akhirnya ia meraih sebelah tangan Kensky lalu berkata, "Sayang, maafkan aku, sebenarnya aku ke sini ingin membahas soal perjodohanmu." Ekspresi Clare yang tadinya ceria kontan berubah. Kensky menangkap ekspresi itu. Sebagai ibu ia bisa merasakan kesedihan yang terpancar dari wajah cantik anaknya. "Ada apa, Sayang?" tanya Kensky lemah, "Maaf kalau kata-kata itu membuatmu tersinggung." Clare balas menatapnya. Dengan terpaksa ia tersenyum lalu menjawab, "Aku tidak apa-apa, Mami. Entah kenapa sekarang setiap kali mendengar kata perjodohan hatiku rasanya ragu." "Itu karena kau belum tahu siapa pria itu. Seandainya kau sudah tahu siapa dan kriterianya seperti apa, aku yakin kau pasti akan senang setiap kali mendengar kata perjodohan." Clare kembali menunduk. "Entalah, Mami. Tapi ada baiknya aku tidak tahu siapa
"Begitu dong," kata Kensky. Ia kemudian berdiri dan merapikan pakaiannya, "Baiklah, kau istirahat saja. Selamat malam." Clare hanya bisa menatap tubuh ibunya yang berlalu di balik pintu. "Kalau seperti ini lama-lama aku bisa semakin suka padanya. Tidak, aku tidak boleh menyukainya." Ting! Bunyi notifikasi membuat Clare terkejut. Ia berdiri dan meraih ponselnya yang ada di atas nakas. Namun bukannya melihat pesan yang baru saja masuk ke dalam ponsel itu, Clare malah kembali ke sofa dan duduk di sana. Ia menelan setengah susunya lalu kembali memeriksa pesan yang ternyata dari nomor tanpa nama. "Selamat malam, Agatha. Apa kau sudah tidur? Maaf mengganggumu." Zet! "Siapa ini?" Clare mengamati setiap angka yang tertera milik si pengirim pesan, "Kalau dia menyebutkan nama Agatha itu berarti teman sekolah dulu. Tapi siapa, ya?" Clare mulai menekan huruf-huruf di papan keyboard ponsel untuk membalas pesan tersebut. "Malam juga. Maaf ini siapa, ya?" Clare menekan tombol kirim. Setelah