"Tidak, Clare tidak pernah membahasnya."Membahas soal perjodohan mengingatkan Ansley kepada perkataan Reagan. Ia menatap ibunya dengan pandangan datar lalu berkata, "Aku boleh bertanya, Mama?"Tanisa hendak menyuapi makanannya. "Tentu saja, Sayang. Kau ingin tanya apa?""Apa benar Clare punya tante?"Tanisa menghentikan gerakan mulutnya. "Tante? Seingat mama tidak. Memangnya kenapa?"Ansley menatap lemas. "Aneh, kenapa bisa-bisa dosen baru itu mengaku pada Reagan kalau dia adalah tantenya Clare? Yang aku tahu juga selama ini Clare tidak punya kerabat atau keluarga selain kita kan, Ma?""Mungkin dia hanya mengada-ngada, apalagi jika dia tahu Clare anak si pemilik kampus. Biasanya mereka akan mengaku seperti itu hanya untuk kepentingan sendiri dan popularitas. Dia hanya ingin agar kalian lebih menghormatinya.""Dia mengenal om Dean dan tante Kensky, Ma. Bahkan dia menjelekan om Dean dan tante Kensky di depan Reagan. Aku tidak suka. Masa dia bilang pada Reagan om Dean dan tante Kensky s
Ansley mengajak kedua sahabatnya ke kantin kampus. Begitu mereka tiba di sana masing-masing memesan makanan dan minuman untuk sarapan."Kebetulan kau datang pagi. Aku sengaja datang pagi untuk membicarakan masalah ini denganmu," kata Ansley sambil menatap Reagan. Ia duduk di bangku depan Luke. Sementara kedua pria tampan itu duduk tepat menghadap pintu masuk kantin."Masalah apa? Kau merusak rencanaku, Ans. Padahal aku sengaja datang pagi untuk mengajak Agatha sarapan berdua.""Memangnya kalian sudah janjian?" tanya Luke."Belum, aku ingin memberi kejutan padanya.""Kejutan itu gampang, aku akan mengatur jadwal untuk kalian berdua nanti," balas Ansley, "Sekarang ada baiknya kau dengarkan aku baik-baik apa yang akan kusampaikan ini, Reagan."Luke dan Reagan semakin penasaran. Untuk menghilangkan rasa penasaran itu mereka memasang ekspresi seperti murid menatap guru.Asnley ingin tertawa melihat mereka. "Semalam aku bicara dengan ibuku. Selain orang kepercayaan di perusahan milik orang
"Apa?" pekik Luke, "Laki-laki itu mengusir ibunya om Dean yang sedang sakit hingga meninggal, lalu mencari wanita lain?""Benar. Dia melakukan itu hanya demi harta. Waktu itu nenek Barbara memiliki lima toko perhiasan, dia kaya raya. Begitu juga ibunya om Dean, dia sangat kaya.""Ternyata ada juga ya orang seperti itu di dunia ini," kata Luke kesal."Berarti setelah menguras ibunya om Dean laki-laki itu menguras ibunya tante Kensky. Benar-benar laki-laki jahat. Dia mempermalukan para kaum pria.""Sehabis menguras dan membuat mereka meninggal si kakek menikahi ibunya tante Soraya. Apa ibunya tante Soraya juga kaya raya?""Tidak. Menurut cerita tante Kensky pada ibuku, beliau menikahinya karena cinta. Jadi dua wanita sebelumnya dinikahi hanya untuk dimanfaatkan. Sebenarnya waktu itu om Dean sudah mengatakan siapa laki-laki itu saat mereka tahu dia mendekati nenek, tapi nenek tak bisa melepaskannya dan terpaksa menikah karena nenek sedang mengandung tante Kensky.""Aku mengerti sekarang,
Mendengar penjelasan Ansley tentang masa lalu Soraya dan keluarga Clare membuat Reagan semakin penasaran. Entah kenapa ada dorongan dalam dirinya untuk mengorek masa lalu itu dan mencaritahu semuanya."Kalau memang nyonya Soraya memiliki dendam tersendiri terhadap Agatha dan keluarganya, lantas kenapa beliau menyangkutpautkan aku ke dalam hal ini? Kalau memang beliau membenci Agatha atau keluarganya, kenapa harus pria seperti aku yang menjadi senjatanya?" Reagan semakin berkutat dengan pikirannya. Ada rasa aneh dalam dirinya setelah membandingkan penjelasan Soraya waktu itu dengan penjelasan Ansley saat ini, "Aku harus menanyakan hal ini secara langsung kepada nyonya Soraya, aku harus tahu apa alasannya dan kenapa dia ingin aku menjadi pacar Agatha."***Seperti yang sudah direncakan, sore hari setelah jam kelas selesai Reagan akan langsung menemui Soraya di ruangannya."Kau mau ikut?" tanya Luke di saat jam kelas mereka sudah bubar dan berjalan pelan menuruni tangga lantai dua, "Aku
Saat ini Clare dan Ansley sedang duduk di kantin kampus. Karena Clare masih ada satu mata kuliah lagi ia terpaksa menunggu di kantin sembari memesan makan."Aku ingin sekali, Ans. Tapi kau tahu sendiri kan aku tidak bisa dekat-dekat dengan Reagan. Aku malu berada di dekatnya."Ansley tersenyum. "Tidak apa-apa, Clare. Itu wajar bagi wanita normal ketika berdekatan dengan pria yang dia sukai. Kalau kau sudah membiasakan diri di dekatnya rasa malu itu lama-lama akan hilang. Tapi kalau seperti ini, terus mengihindar, yang ada meskipun sudah punya suami pun rasa malu itu akan terus bersarang dalam dirimu.""Ternyata kau dan Reagan sama saja!"Suara Luke membuat kedua wanita itu terkejut dan menoleh ke belakang."Luke! Aku pikir kau sudah pulang," kata Ansley.Lelaki itu mengambil posisi di depan Ansley dan Clare. "Belum. Karena melihat kalian berdua ke sini, aku ingin menyusul kalian," balasnya, "Reagan juga sama, dia malu jika berada di dekatmu, Clare."Tepat di saat itu pesanan Clare mun
Saat itu kancing kemeja Dean sepenuhnya terlepas. Jemari Kensky yang lembut itu kini mengusap pelan bulu di dada suaminya. Dengan tatapan sayu ia menyerang bagian itu dengan kecupan-kecupan ringan yang mampu membuat Dean mengerang. Tangannya yang nakal itu bahkan tiba-tiba menyerang ke ikat pinggang untuk melepaskannya. Begitu ikat pinggang itu terlepas tangan Kensky menyusup ke dalamnya. Dean mendesah sambil memejamkan mata, tapi begitu kata-kata Tanisa muncul dalam benaknya mata Dean segera terbuka. Ia menatap Kensky lalu berbisik, "Ada hal penting yang ingin kusampaikan padamu." Tangan Kensky terus bermain di dalam sana. "Hal penting apa?" Suara pelan Kensky membuat Dean membenamkan wajahnya di leher sang istri. "Soal Soraya, kata Tanisa dia ingin membicarakan soal Soraya dan Clare." Zet! Kensky terkejut. Hasrat yang tadi sudah meluap dalam dirinya kini surut bagaikan air turun. Ia menghentikan aktivitas tangan kemudian menatap suaminya. "Soraya dan Clare? Maksudmu Soraya anakn
"Kau juga istri yang nakal." Dean menunduk mencium Kensky.Setelah puas dengan ciuman kasih sayang mereka, Kensky mengusap dada suaminya lalu berkata, "Sebelum kita bertemu Tanisa, kau mau kan kita menghabiskan ronde ke tiga di kamar mandi?"Permintaan Kensky tak pernah ditolak Dean. Ia tersenyum dan langsung menggendong istri tercintanya. "Dengan senang hati. Kau mau kita melakukannya di mana, hah? Di bathtube atau di bawah shower?"***Di dalam kamar apartemennya yang besar Reagan baru saja selesai mandi. Dengan tubuh yang masih terlilit handuk di pinggang ia meraih ponsel dari nakas kemudian menghubungi Ansley. Sambil menunggu panggilannya terhubung Reagan segera berjalan ke ruangan sebelah untuk memilih baju."Halo, Ans," sapa Reagan, "Bagaimana, kau berhasil membujuknya?""Dia mau, tapi ada baiknya kalau kau juga yang mengajaknya. Katanya dia tidak mungkin ikut karena mobilnya rusak. Bujuk dia, Reagan. Aku juga ingin kau lebih sering berkomunikasi dengan dia biar rasa malunya ter
Dean terkejut. Matanya berpaling kepada anaknya. "Apa itu benar, Clare?"Wanita itu tak sanggup menatap wajah kedua orangtuanya. Namun, tak ingin Kensky dan Dean curiga kalau dirinya dilanda rasa malu, dengan susah payah ia memberanikan diri untuk menatap mereka. "Tadi dia meneleponku dan menawarkan diri untuk menjemputku di sini."Kensky dan Dean tahu anak mereka diserang rasa malu. Tak ingin gadis itu tersinggung, mereka mencoba sekuat tenaga untuk menahan rasa bahagia yang meluap-luap dalam diri masing-masing."Baiklah, kalau begitu mami dan papi pergi dulu. Bersenang-senanglah, Sayang. Kalau sudah waktunya pulang suruh dia juga yang mengantarkanmu kembali.""Baik, Pi."Dean dan Kensky segera berlalu meninggalkan Clare. Sementara Clare dengan tubuh gemetar masih berdiri sambil memandang tubuh kedua orangtuanya hingga lenyap di balik pintu."Syukurlah, aku pikir mereka akan menunggu dan ingin bertemu dengannya. Kalau mereka akan bertemu dengannya yang ada mami dan papi akan meledekk