Setelah menyelesaikan pekerjaannya, Selena berpamitan kepada seisi perusahaan. Ia juga tampak tak bersemangat memeluk buket bunga pemberian Aditya.Sampai di kosnya, Selena masih memikirkan obrolannya dengan Tuan Collins tadi."Kenapa harus ke perusahaan Adiguna Jaya?" rutuk Selena membuang napas dengan cara menghempas kuat."Tentu Aditya langsung mengenaliku nanti," gumamnya bingung cara menyamarkan dirinya.Selena beranjak dari duduknya berjalan ke cermin yang menempel di dinding samping meja. Sesaat hanya memandangi dirinya di dalam cermin. Tak ada yang berubah dari dirinya, masih sama dengan beberapa bulan yang lalu. Cuma rambut panjangnya saja yang sudah menyentuh pinggang.Kalau begini siapapun pasti dengan mudah mengenalinya nanti di sana."Ahahh! Aku menemukan ide! Bagaimana kalau rambutnya di keriting?" Ahh, dari dulu ia tidak menyukai rambut keriting. Kesan wajahnya terlihat tua konon.Selena kembali memandangi dirinya, otaknya bekerja keras mencari titik pada tubuhnya-
"Aku masih belum memikirkannya, Buk," sahutnya tertunduk."Kamu tidak punya kenalan atau teman di sana, Selena?"Selena menggeleng lemah. Ia cuma kenal teman kosnya dulu, tapi mereka juga tidak akrab. Kemudian ia juga tengah merencanakan penyamaran dirinya."Ahh, begini saja. Tadi kamu mau pindah ke perusahaan di kota mana, Selena?" tanya Ibu kos menyentakkannya dari diamnya.Ke pusat kota J, Buk," jawabnya tak bersemangat. "Perusahaan Adiguna Jaya yang berdekatan dengan kantor dewan pusat.""Wahh, kebetulan adik Ibu ada di sana juga, Selena. Dia punya kos-kosan juga. Sebentar aku telepon dia." Ibu kos buru-buru menyambungkan ponselnya.Selena meneguk liur menunggu Ibu kos selesai menelepon. Saat ini harapannya cuma ibu kos. Waktunya cuma tiga hari sebelum kembali masuk ke perusahaan Adiguna Jaya."Hmm, dia mau menjaga Baby Lea nanti, Selena. Ibu juga sudah memesan salah satu kamar kos untukmu, ya."Selena berkaca-kaca karena terharu. Sangat bersyukur memiliki Ibu kos yang selalu r
"A-apa? Kamu benar Selena?" tanya Aditya mulai tidak bisa menguasai dirinya. "Maksudnya, kamu namanya Selena tadi? Sekretaris baru di ruanganku?"Sial! Bisa-bisa begini! Aditya merutuki dirinya yang seolah kehilangan taringnya."Iya, benar, Pak. Saya Selena, sekretaris baru Anda di sini."Sial! Aditya menggeleng-geleng. Awal melihatnya, Aditya sangat yakin sekretaris barunya itu adalah Selena yang dia cari-cari. Tapi melihat sikap dan ucapannya sangat berbeda, bahkan sekretaris tak menunjukkan rasa takut kepadanya.Aditya menyipit. Pikirnya, kalau benar dia Selena yang dicarinya, pasti mengenalinya secara intens. Seenggaknya takut karena melarikan diri dalam masa hukumannya."Kamu mengenaliku, bukan?" Aditya mengkerutkan kening, bingung, kaget dan syok jadi satu. Selena paham tujuan pertanyaan Aditya yang melihat dirinya sangat mirip dengan Selena mantan pegawai magangnya. Yah, aku sangat mengenalimu, Aditya! Tapi tidak jaminan aku lolos dari hukuman absurb mu kalau sampai tahu d
'Apa yang ku lakukan ini?' geram Selena dalam hati, cepat-cepat menundukkan pandangannya. Wajahnya memanas hingga tampak sangat memerah. Entah mengapa dia juga menatapku tadi, pikirnya merutuk kesal.Aditya yang menangkap sekilas pergerakan Selena yang gugup, lantas menoleh kembali setelah beberapa detik sempat membuang wajahnya.Kemudian menumpulkan pandangan pada Selena tanpa berkedip."Kamu!" panggil Aditya menunjuk jari telunjuknya kepada Selena yang kembali sibuk.Apa? K-kenapa dia memanggilku? Selena meneguk liur sekilas menangkap pergerakan jari Aditya yang menunjuk kepadanya. Namun, ia tetap berpura-pura tidak mendengarnya.Paman Grove yang sedari tadi bicara juga tiba-tiba berhenti, ikut menoleh kepada Selena.Sesaat kemudian bergeser menatap Aditya yang masih saja melotot ke Selena.Merasa diperhatikan paman Grove, Selena jadi gelisah.Sial, apa pria tua ini akhirnya mengenaliku? Selena menggeser-geser duduknya mencari posisi yang nyaman.Berusaha tetap cuek, meski tahu Ad
Selena kembali fokus dengan pekerjaannya. Tidak memperdulikan Aditya yang membungkam dengan wajahnya yang kesal.Beberapa lama hanya begitu, sampai Selena terpaksa harus menghampiri meja Aditya."Pak, berkas ini sudah selesai saya cek ulang. Bisa Anda cek di file keuangan perusahaan Adiguna Jaya, saya sudah mengirimkannya ke email terdaftar Anda, Pak," ujar Selena meletakkan map di atas meja."Ohh, iya nanti aku cek," sahut Aditya cuek."Kamu sudah..."Selena mengernyit, sesaat menunggu Aditya melanjutkan ucapannya. Namun, pria tersebut terlalu sibuk dengan ponselnya."Baik, Pak. Saya izin makan siang dulu, Pak," ucapnya membungkuk hormat.Tanpa menunggu respon dari Aditya, Selena kembali ke mejanya segera menyambar tasnya. Buru-buru berjalan keluar ruangan karena harus pulang ke kos.Tadi pagi karena tergesa-gesa berangkat kerja, ia lupa memberikan susu Baby Lea kepada Sharon. Teringat juga setelah membaca pesan Sharon sejam lalu.Selena yang tergesa-gesa hendak membuka pintu ruanga
Cepat-cepat Aditya menghentikan mobilnya asal di sisi jalan. Melirik Selena, cukup puas membuatnya tidak bisa berkutik."Masih mau membantah, hakh?"Selena hanya terdiam. Matanya menatap kosong ke depan, semua terasa cepat dan tiba-tiba. Bahkan ia tidak sempat mengelak diri saat Aditya gesit menarik tangannya bahkan mencium bibirnya.Wajah Selena yang memanas tampak merah padam. Tangannya menyentuh bibirnya yang masih terasa hangat akibat ciuman Aditya tadi.Apa yang dia lakukan ini? Membatin kesal. Sudah kuduga dia memang pria playboy yang hobby mengincar gadis-gadis.Dia pikir aku sama seperti gadis-gadisnya itu? Aku masih punya harga diri yang tinggi!Namun, di beberapa detik kemudian segera tersadar dengan malam panas di waktu lalu.Tapi tetap saja Selena tidak terima dengan perlakuan Aditya, ia memutar kepala menatapnya dengan tatapan berapi-api."Anda sudah---""Menciummu? Yah, itu benar, Selena. Akan begitu kalau kamu masih berani membantahku!" potong Aditya menaikkan kedua alis
Selena mencari-cari cara agar bisa mengambil helai rambut dari bawah kerah kemeja putih Aditya. Sial! Bagaimanapun aku harus bisa mengambilnya? Ini kesempatanku untuk mencari tahu sosok pria misterius itu.Selena jadi gelisah menoleh bolak-balik ke arah Aditya. Tapi sampai Aditya selesai menelepon, ia tidak kunjung berhasil mengambil helai rambutnya."Ini ponselmu, Selena," ujar Aditya mendengus kasar. "Sekarang kita ke rumahku dulu," lanjutnya .Segera melajukan mobil tanpa menunggu jawaban Selena, yang langsung memucat mendengar arah tujuan mereka."Pak, s-saya turun di sini saja," katanya meremas sisi kursinya. "Saya harus segera ke perusahaan."Tak terbayang kalau ia harus ikut ke rumah Aditya. "What? Jadi, maksudmu aku sendiri yang membawa berkas-berkas itu semua turun dari kamarku?"Apa aku tidak salah mendengar? Yang meninggalkan berkas-berkas itu di kamarnya, siapa? Tentu dia-lah yang bertanggung jawab! Dia pikir aku pelayannya?"Tapi saya harus segera kembali---""Kamu se
Aditya merasa lukanya hanya luka kecil cuma bisa menurut di perhatikan tulus oleh Selena.Tapi ... 'Dari mana Selena tahu kotak obat ada di laci nakas?' batinnya, tersentak dengan mata melotot."Ahh, sakit!" ringis Aditya langsung mencengkeram pinggang Selena."Itu balasan kalau Anda memanfaatkan kesempatan saat saya sibuk, pak Aditya!""Hahk! Aku bahkan tidak melakukan apa-apa," protes Aditya tidak terima."Tidak melakukan apa-apa, tapi tangan Anda mencengkram pinggang saya! Silakan tangan Anda pindah ke sisi kursi saja, Pak," omel Selena menurunkan pandangannya ke Aditya, yang kadang meringis kesakitan.karena sengaja menekan lukanya.Aditya memang tidak sadar tengah memeluk pinggang Selena. Dia hanya takut lukanya kembali terasa sakit.Tidak terima di omeli, Aditya menaikkan pandangannya. Namun, bukannya menatap wajah Selena, kini matanya bertumpu pada gundukkan kembar indah di depan matanya.Aditya meneguk liurnya berkali-kali, tak bisa disangkal hasrat lelakinya langsung member