“Pria yang tidur denganku kemarin … adalah bosku sendiri!?”
Sumpah demi apa pun, kenapa kesialan datang padanya bertubi-tubi? Dunia ini seakan sedang mempermainkannya. Dari mulai lolos dari rencana buruk ibu tirinya, menghabiskan malam dengan pria asing, dan di saat ia berniat mengikhlaskan semua, kini Keona baru tahu kalau pria yang tidur dengannya semalam adalah bosnya sendiri!? Bagaimana kalau pria itu tahu bahwa Keona menerobos masuk ke dalam kamarnya dan bahkan berhubungan badan dengan Kairos? Tanpa sadar, Keona menggeleng pelan, lalu buru-buru mengalihkan pandangan dan berjalan pergi untuk melakukan pekerjaannya. Tidak apa-apa. Keona hanya tinggal meminimalisir kontak dengan pria itu. Lagi pula, ia masih dalam masa probasi, bukan karyawan tetap ataupun memiliki posisi tinggi, sementara Kairos adalah CEO perusahaan. Nyaris mustahil mereka akan bertemu kembali setelah ini. Yang barusan tadi toh hanya sebuah kebetulan. Ya, pasti begitu. *** Keona sama sekali tidak menyangka bahwa ia kemudian akan terjebak dalam satu lift yang sama dengan Kairos Mahesa. Oh, sial. “Apa kita pernah bertemu sebelumnya?” tanya pria itu tiba-tiba. Makin mengejutkan Keona. Wanita itu menahan napas. Rupanya, karena rasa gugup, beberapa kali Keona melirik ke arah Kairos beberapa kali hingga akhirnya pria itu menyadarinya. “Selamat siang, Pak.” Keona sedikit membungkuk. “Saya staff di lantai–” “Bukan itu maksudku.” Keona mendongak, langsung beradu tatap dengan sepasang mata yang tajam milik Kairos. Pria itu masih saja mengamati wajah Keona yang berdiri di pojok lift. Wanita itu berdoa agar dinding kotak besi itu menelannya saja. Wanita itu makin menekan punggungnya ke dinding lift saat Kairos melangkah mendekatinya. “Aroma vanila,” gumam Kairos yang bisa didengar oleh Keona, membuat wanita itu makin berdebar sekalipun tidak mengerti maksud bosnya karena otaknya sedang tidak bisa diajak berpikir. “B-Bapak mau rekomendasi parfum dan sabun?” Tanpa sadar, kata-kata itu lolos dari bibir Keona. Kairos mengernyit. Bibirnya langsung cemberut. Sementara itu, asistennya yang berdiri tak jauh dari mereka tertawa kecil. “Maaf, saya salah bicara!” Buru-buru Keona kembali menunduk. “Mohon maaf apabila Bapak tersinggung ….” “Siapa namamu?” Akhirnya, Kairos justru bertanya. “Keona, Pak. Saya pegawai baru. Belum lolos probasi.” Karena gugup, Keona justru menyerocos. “Baru dua bulan. Lebih. Hampir tiga bulan.” “Apakah sebelum hari ini, kita belum pernah bertemu?” tanya Kairos lagi. “Tidak, Pak,” tandas Keona. Hampir terlalu cepat, sementara salah satu tangannya membetulkan kerah. “Mana mungkin. K-kalau pernah pun, saya pasti ingat.” Dalam hati ia berdoa agar Kairos tidak melihat jejak kemerahan di lehernya yang sudah tertutup concealer. Habis sudah nasibnya jika Kairos tahu bahwa ia adalah gadis tidak tahu diri semalam. Bisa-bisa Keona langsung dipecat di tempat karena sudah melecehkan bosnya itu–sekalipun bukan ia yang memulai, tapi wajahnya saja tidak diingat oleh si bos ini. Memangnya pria itu akan ingat siapa yang memulai semalam? Ah, mendebarkan sekali! Telapak tangannya mulai berkeringat, rasa takut yang tidak terlukiskan saat ini dia rasakan. Ada cicilan yang harus ia bayar. Ada biaya rumah sakit yang harus Keona urus, ada obat yang harus ia tebus. Keona tidak boleh dipecat sekarang! Jadi Kairos tidak boleh sampai tahu. Sementara itu, Kairos diam. Ada kernyit tipis di keningnya, tanda bahwa pria itu sedang berpikir sementara tatapannya masih belum teralihkan dari wajah Keona. Baginya, penjelasan Keona sebenarnya masuk akal. Namun, instingnya berkata lain. Ada sesuatu yang asing sekaligus familier tentang gadis di hadapannya ini. Bisa jadi karena wangi vanila itu. Baru semalam ia dimabuk oleh percintaan dengan gadis tanpa identitas tersebut. Masih segar dalam ingatannya, Kairos tidak mungkin salah. “Hotel X. Semalam.” Tubuh Keona membeku saat mendengar kata-kata itu dari bibir bosnya. Apakah pria itu ingat? Tidak mungkin, Kairos pasti hanya menebak-nebak. Pria itu sejak tadi tampaknya tidak mengenali wajahnya. Karenanya Keona pun mencoba peruntungannya. “Pak. Mohon maaf, dengan hormat,” ucap Keona. Dengan dada yang berdebar, wanita itu mengangkat wajahnya dan beradu tatap dengan Kairos. “Tapi … sepertinya Bapak salah orang. Beruntung hanya ada saya dan asisten Bapak di sini. Kalau didengar orang lain, mereka akan salah paham.” Kairos terkejut, seperti baru menyadari kesalahannya. Ia begitu terpaku untuk menemukan gadis misteriusnya, hingga lupa bahwa yang barusan itu bisa jadi sebuah pelecehan. “Maaf jika aku telah menyinggung mu.” Pria itu berucap singkat. Beruntung, neraka dunia Keona berakhir saat pintu lift akhirnya berdenting. Buru-buru, Keona pamit dan melangkah keluar dari lift tersebut. Meninggalkan bos yang menciumnya malam itu. ** “Apa kau sudah menemukan pemilik kalung ini?” Pertanyaan itu adalah yang pertama Kairos tanyakan begitu mendengar Gen, asisten pribadinya, masuk ke ruangan. Sesungguhnya, pertemuan Kairos dengan karyawan perempuan dengan wangi familier itu mengusiknya. Si asisten pribadi berdiri di depan meja Kairos. “Saya sudah periksa CCTV di hotel itu, tapi sayangnya di bagian koridor kamar yang bos tempati kemarin rusak,” lapor Gen. “Oleh karena itu, saya sulit memeriksa gadis yang menerobos masuk ke dalam kamar Anda.” Tatapan Kairos berubah makin dingin. “Dengan kata lain, kau gagal, begitu?” Penekanan suara Kairos menukik tajam, pertanda dia tidak suka akan hasil penyelidikan Gen. “Namun, saya sudah menyelidiki nama yang ada pada liontin tersebut, Bos,” kata Gen buru-buru. Beruntung, ia sudah melakukan investigasi lebih lanjut. Ia tidak ingin membuat Kairos marah. “Perhiasan itu milik putri keluarga Bram Darmawan. Beliau adalah seorang pengusaha, tapi sekarang sudah jatuh bangkrut.” Kairos mengangguk, lalu berdiri setelah menutup berkas di tangannya. Pria berkuasa itu kemudian memutuskan. “Kita kunjungi kediaman mereka sekarang.”Pada akhirnya Keona memutuskan untuk memberi maaf dan kesempatan bagi Kairos. Bagaimanapun semua orang punya kesalahan. Kairos bersumpah dia tidak akan pernah lagi menyembunyikan apapun dari Keona. Meski tidak mudah percaya 100% pada Kairos, Keona tetap memperlakukan Kairos selayaknya suaminya, menghargai pria itu dan melakukan kewajibannya sebagai seorang istri. Lambat laun suasana mulai mencair. Kairos menunjukkan perubahannya. Dia mulai memberikan waktu untuk membahagiakan Keona. Kairos bahkan membawa Keona ke beberapa tempat di Eropa sebagai bukti dari janjinya mengganti bulan madu mereka yang sempat gagal. Kairos pun akhirnya menceritakan alasannya mengajak Keona segera pulang dari Bali karena tidak ingin Alena mengganggu mereka terlebih menemui Keona dan mengatakan hal yang tidak benar. "Alena memang wanita yang pernah aku cintai dan aku tidak memungkirinya namun ternyata dia tidak pantas untuk kucintai karena dengan tega berkhianat. Pengkhianatan yang pertama sudah aku
"Sayang, kau sedang apa?" Kairos mendekati Keona. Gadis itu sedang duduk di depan TV tapi dengan tatapan kosong. "Kau sudah pulang! Seperti yang kau lihat, aku sedang menonton televisi. Apa ada yang aneh?" tanya Keona ketus. Kalau Kairos pikir akan mendapati istrinya menangis di rumah maka dia salah. Keona sudah terlalu lelah untuk menangisi kejadian buruk yang terjadi dalam hidupmu kini dia sudah kebal. "Keona, ada yang ingin ku bicarakan denganmu." "Silakan." Keona mengambil sikap tegak. Kalau dipermukaan dia terlihat tenang, maka di dalam sudah hancur. "Tentang Alena-" "Alena? Mmm... " Keona tampak berpikir lalu mulutnya terbuka, ekspresi orang yang lupa lantas beberapa kemudian ingat kembali. Kairos mempelajari mimik wajah Keona, mengukur seberapa besar amarah gadis itu padanya. Akting Keona tentu saja bisa dibaca oleh Kairos. Dia tahu gadis itu pura-pura lupa sosok Alena sebagai tamparan untuknya karena sudah menyembunyikan cerita ini darinya. "Aku tahu, kau pasti sangat
"Puas kau sekarang?" Bentak Kairos penuh emosi. Dia masih memandangi pintu yang baru saja ditutup oleh Keona. Seujung kuku pun dia tidak menyangka kalau istrinya itu akan mendatangi kantornya ini. Mungkin saja ini sudah kehendak semesta, menunjukkan kepada Keona bahwa dia kembali berkomunikasi dengan Alena. Dia menyesal karena sudah mau menerima gadis itu, kini rumah tangganya berantakan. Pasti Keona sangat marah padanya. Kairos jadi ingat dua minggu yang lalu Alena tiba-tiba saja muncul di depannya, entah dari mana wanita itu tahu perusahaan Blessing ini adalah miliknya. Dia datang memaksa untuk bertemu hingga akhirnya Kairos mengizinkannya masuk. "Apa tujuanmu ke sini? Kalau aku jadi kau, aku tidak akan pernah berani menunjukkan batang hidungku di hadapan Kairos Mahesa!" umpat Kairos ketika sudah berada di satu ruangan dengan Alena. Daripada wanita itu buat ribut, akhirnya mengizinkan Alena masuk,.itu pun demi menghindari rumor yang beredar. Dia tidak mau ada orang yang menya
Keona ingin pembuktian. Dia tidak ingin Lili memfitnah suaminya tanpa ada bukti. Akhirnya Lili membawanya ke sebuah rumah. "Aku mengikuti gadis yang bersama Kairos dan inilah tempat tinggalnya. Keona masih mengamati rumah itu. Dia diam seribu bahasa. Kalau kemarin hanya dia yang melihat kebersamaan Kairos dan Alena kini bertambah satu dengan Lili. "Apakah kau yakin Lili?" tanya Keona datar. "Aku sangat yakin, bahkan Arlan juga melihatnya. Hanya saja dia mengatakan bahwa aku sebaiknya tidak ikut campur dan tidak usah memberitahumu. Menurutku, aku tidak bisa diam. Kau sahabatku, tentu saja aku berpihak padamu," jawab Lili merasa kasihan pada Keona. Pernikahan mereka masih seumur jagung, tapi harus sudah kandas karena orang ketiga. Tapi dia berjanji seburuk apapun keadaan Keona, apapun yang terjadi menimpa sahabatnya itu dia akan selalu berada di garda terdepan membela dan melindungi Keona. "Terima kasih Lili mungkin aku harus jujur padamu." Keona pun menceritakan tentang p
Besoknya saat Kairos pulang, Keona tidak lagi menyambutnya dengan seantusias sebelumnya. Bayangan Kairos yang jalan bersama Alena di mall masih membekas dalam benaknya. "Aku membawakan oleh-oleh untukmu." "Terima kasih," jawab Keona seadanya. Kairos memandangi istrinya, lagi-lagi wanita itu terlihat tidak bersahabat bahkan bisa dibilang tidak senang dengan kepulangannya tapi Kairos terlalu lelah untuk berdebat jadi dia memilih untuk mengecup puncak kepala Keona dan naik ke atas untuk membersihkan diri. "Bu, hanya sekedar saran sebaiknya kalau suami baru pulang dari luar kota disambut dengan gembira, penuh senyum jangan cemberut. Mungkin bapak sudah lelah, capek pulang bekerja. Nanti kalau ibu terus menyambut bapak dengan wajah cemberut, bisa-bisa bapak bosan dan malas pulang ke rumah. Bibi hanya sekedar mengingatkan karena bibi sudah menganggap Bu Keona seperti anak sendiri. Zaman sekarang ini banyak wanita yang sudi menggantikan tempat istri sah," nasihat Bi Darsih panjang lebar.
Keona terbangun di tengah malam. Mimpinya sangat buruk. Napasnya masih setengah-setengah bangun terbangun dari tidurnya. Rasanya seperti nyata. Keona pun memanjatkan doa agar mimpi buruknya hanyalah sebatas mimpi. Setelah mencuci muka Keona tidak bisa tertidur lagi. Pandangannya terus tertuju pada foto pernikahan mereka yang digantung di dinding. Meskipun tidak ingin mengingat kembali mimpi buruk itu tapi Keona tidak bisa untuk mengabaikan kegelisahan hatinya. Mimpinya sangat buruk. Dia melihat Kairos bermesraan dengan Alena. Awalnya hanya ada Alena dalam mimpinya wanita itu tengah berbincang dengan seorang pria semakin lama ketika memperhatikan dan Alena melihat dirinya keduanya menoleh ke arah Keona. Saat itulah Keona bisa melihat wajah pria yang tengah bicara dengan Alena adalah suaminya. Dalam mimpi itu Alena dan Kairos mentertawakan kebodohannya yang selama ini tidak menyadari hubungan terlarang yang ada di antara mereka. Keona menangis memohon kepada Kairos agar kemba