“Ada apa, Paman?” tanya Sasha bingung. Jade mengeklik tautan yang dikirim Pak Mike. Lalu memperlihatkannya pada Sasha. Sasha mengambil ponsel Jade. Ia menonton video dirinya yang sedang berciuman dengan Jade dan Val yang melihat dari atas.Tentu saja sudah ditambah dengan bumbu-bumbu yang mengundang spekulasi. Sasha berpindah ke kolom komentar. Banyak yang merasa terpesona dengan cara Jade mencium Sasha. Tak sedikit pula yang menghujat Sasha mengkhianati Val demi Jade. Sasha mematikan ponsel dan mengembalikannya kepada Jade. Dengan wajah cemberut, ia mulai melahap makanannya. “Aku tidak peduli lagi dengan semua komentar mereka,” cetus Sasha. “Lalu,” sahut Jade. “Apakah kamu peduli dengan perasaanku?”Hati Sasha mencelos. “Aku tidak tahu, Paman.”Jade menghela napas berat. “Siang ini aku harus pergi ke rumah orang tuaku. Mungkin besok atau lusa aku baru bisa kembali.”“Baik, Paman,” sahut Sasha. Jade mengambil cangkir dan menyesap kopinya. “Besok kamu akan diantar Pak Mike ke wo
“Kenapa Paman selalu menyaksikan aku menangis sih?”Sasha menyeka air matanya. Mirip sekali seperti anak kecil di mata Jade. Jade membantu menghapus air mata Sasha. “Berarti kita itu jodoh.”Jade terkekeh. Sasha mendelik. “Kenapa? Kamu tidak mau menjadi jodohku?” goda Jade. Sasha berpikir. “Tidak untuk sekarang, Paman. Aku akan bekerja keras demi menghasilkan uang ratusan milyar untuk perusahaan Paman.”“Kamu mau pamer kepada orang yang uangnya tidak akan habis sampai tujuh turunan?” ledek Jade. Sasha mencibir. “Iya deh iya, ratusan milyar bagi Paman hanya seperti jajan burger bagiku. Kalau begitu, aku mau mandi dulu ya.”Jade tertawa. Ia menepuk kepala Sasha lembut. Jade menuju intercom di ruang tamu untuk memesan layanan kamar.“Tolong kirimkan menu sarapan untuk dua orang ya,” ucap Jade setelah terdengar salam dari Resepsionis. “Baik, Pak Gregory, menu seperti biasa ya, Pak? Oh iya, Pak, tadi saya mendapat pesan dari Pak Demian, Anda diminta untuk melihat ke balkon.”Jade men
“Bagaimana perasaanmu sekarang?”Jade bertanya sambil menempelkan kartu akses masuk di pintu. Mereka baru saja pulang. “Baik. Luar biasa. Aku kenyang sekali. Sepertinya aku akan tidur nyenyak,” jawab Sasha. Ia melepas sepatunya dan memakai sandal bulunya yang hangat. Jade mengelus kepala Sasha lembut. “Baguslah kalau begitu. Aku tidak akan mendengar racauan kamu lagi kalau tidur.”Sasha mengernyitkan dahi. “Racauan? Aku mengigau?”“Ya, beberapa kali. Bahkan di malam pertama pun aku mendengar kamu meracau tidak jelas,” sahut Jade. Sasha menutup wajahnya. Ia merasa malu. Jade membuka tangan Sasha yang menutupi wajahnya. “Aku harap kamu tidak akan merasa tersakiti lagi. Aku benar-benar tulus menyukaimu.”Pipi Sasha memerah. Ia menyunggingkan senyumnya. “Terima kasih, Paman.”Jade berdecak dan tersenyum getir. “Terima kasih, huh? Kamu belum menyukaiku ternyata.”Wajah Jade jadi terlihat sedih. Sasha jadi gelagapan. “A-aku belum bisa memahami perasaanku yang sebenarnya, Paman,” ucap S
“Paula!”Sasha tersentak kaget melihat Paula sedang memaki-maki dirinya. Pipinya merah bekas tamparan. “Aku tidak suka karena kamu tinggal sama Val, tapi aku lebih benci kalau Val jadi lebih mikirin kamu karena kamu nggak ada!” cerocos Paula. Sasha hanya terdiam. Ia tak bisa berkata-kata. Melihat Sasha yang tidak menanggapi Paula, Paula semakin emosi.Tangan Paula terangkat lagi hendak menjambak rambut Sasha. Namun Jade berhasil menangkap tangan Paula. “Tidak seujung rambut pun kamu bisa menyentuh Sasha, Paula!” bentak Jade. Paula kaget. Ia berusaha melepaskan tangannya, tapi Jade mencengkeram tangannya dengan kuat. Paula terlihat kesakitan. “Paman, kenapa Paman lebih memilih perempuan jalang ini yang baru saja Paman kenal daripada kami yang sudah menganggap Paman sebagai keluarga?!” teriak Paula. Jade tampak sangat marah. Sorot matanya yang lembut berubah menjadi tajam. Ia sangat menakutkan. Baru kali ini Sasha melihatnya marah seperti itu. Rahang Jade mengencang. “Tutup mulut
“Sekarang Paman sudah bisa turunkan aku, aku sudah tidak apa-apa,” pinta Sasha. Jade masih menggendongnya. Mereka berada di dalam lift. “Tidak. Aku tidak akan menurunkanmu. Sekarang kamu sudah terbebas dari Val,” goda Jade. Ia kemudian berbisik di telinga Sasha. “Sekarang, kamu adalah milikku.”Napas Sasha terasa berhenti sesaat. Jantungnya berdegup kencang.Jade tertawa terbahak-bahak. Lalu ia menurunkan Sasha dengan hati-hati. “Aku bisa dengar suara jantungmu lho!”Sasha menunduk malu. “Kenapa Paman suka sekali mengerjaiku?”“Karena itu kamu!” Jade mengedipkan sebelah matanya. Begitu lift terbuka, Jade keluar lebih dulu. Sasha cemberut. Ia kemudian mengekor di belakang Jade. Sasha terkejut melihat ada dua pria besar di depan pintu kamar Jade. Pintu kamar 1222 kini dijaga ketat oleh tim keamanan. Jade tidak mau Val menerobos masuk dan menyakiti Sasha lagi. Sasha merasa terharu. Baru kali ini ia benar-benar merasa dilindungi. “Terima kasih,” ucap Sasha setelah menutup pintu. Ja
“Kenapa Paman belum pulang ya? Udah jam setengah dua!”Sasha mondar-mandir di depan pintu. Ia sangat khawatir Val akan berbuat macam-macam pada Jade. Sebuah pesan masuk ke ponsel khusus Sasha. Jade: Turunlah ke lobby!Sasha tertegun membaca pesan dari Jade. Ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan. ‘Apa Paman akan melepaskanku kembali bersama Val?’ pikir Sasha. ‘Tapi, bagaimana kalau Val malah ngamuk dan berbuat macam-macam padaku?’Sasha tidak bisa berpikir jernih. Kemudian, ponsel Sasha berdering. Jade menelepon. “Sha, kamu masih di atas?” tanya Jade dari seberang telepon. “Masih, Paman. Aku bingung. Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan saat bertemu dengan Val,” jawab Sasha. Jade memelankan suaranya hingga seperti berbisik. “Ikuti kata hatimu. Aku akan selalu dukung kamu.”Sasha menghela napas panjang. “Baik, Paman. Aku kesana sekarang.”Sasha menutup teleponnya dan segera menuju lobby. Di lobby, Jade sedang duduk dengan tenang. Sedangkan Val berdiri di hadapannya. Sasha