Dengan langkah senyap, Astra keluar dari kamar Putri Olivia meninggalkan Pangeran Gavin. Dia berjalan santai menyusuri koridor, memasuki sebuah lorong yang gelap kemudian masuk ke dalam sebuah ruangan.
“Tidak biasanya kau datang terlambat, Astra,” seseorang yang duduk santai di kursi di paling ujung meja, menatap Astra yang berjalan ke tempat duduknya.
Astra menarik kursi kemudian duduk. “Jangan samakan tugasku denganmu, Gabriel.”
Laki-laki yang dipanggil Gabriel itu, tertawa kemudian menopang dagunya menatap Astra yang berseberangan dengannya, “aku dengar ada keributan tadi. Ditambah lagi, Azura menikmati semuanya sendirian.”
Azura sudah duduk di kursinya dengan pakaian yang lebih bersih dibanding sebelumnya. “Pangeran yang memintanya. Jangan salahkan aku.”
Gabriel beralih menatap Azura yang duduk di sampingnya. “Tapi, kau menikmatinya, kan?”
Azura tersenyum lebar, “tentu saj
Jam 2 malam. Di dalam kamar Putri Olivia. Pangeran Gavin tidak mengistirahatkan tubuhnya sama sekali. Setelah dokter datang mengantarkan obat untuk Putri Olivia, dia senantiasa berjaga. Setiap satu jam sekali, dia akan mengganti kain kompres di dahi Putri Olivia. Dia selalu menjaga tubuh Putri Olivia untuk tetap hangat, sekalipun suhu tubuh Putri Olivia masih tinggi. Pangeran Gavin kembali duduk setelah mengganti kain kompres. Dia tidak kenal lelah untuk menjaga Putri Olivia. Pangeran Gavin menopang dagu, menatap lekat Putri Olivia. Tanpa sadar, matanya perlahan tertutup namun detik berikutnya dia tersadar dan kembali membuka matanya. Posisi duduk membuatnya sangat ngantuk. Pangeran Gavin berdiri sembari merenggangkan tubuhnya. Dia berjalan-jalan mengelilingi kamar, mencegahnya agar tidak tidur. Bahkan dia menyempatkan diri untuk melakukan push-up. Hingga pukul 4 pagi, Pangeran Gavin tertidur dengan posisi duduk. “Gavin... Pangeran Gavin.” Mendengar namanya disebut, Pangeran Gavin
Tok! Tok! Tok!Astra menoleh ke arah pintu, “masuk.”Pintu terbuka dengan Cora yang melangkah masuk, “permisi.”Semua orang menatap ke arahnya. Bahkan Pangeran Gavin menghentikan tangannya. Tidak ada yang memberitahunya kalau Cora akan datang ke kamar Putri Olivia.“Ada apa, Cora?” Pangeran Gavin menegakkan tubuhnya, tanpa mengalihkan pandangannya.“Aku yang memintanya ke sini,” Astra menjawab lantas mengeluarkan beberapa lembar uang kemudian menyerahkannya pada Cora.“Tolong siapkan gaun dan juga keperluan lainnya untuk Putri Olivia. Kau bisa membawa mereka berdua untuk membantumu,” sambung Astra sembari menunjuk Lucy dan Maya.Cora tersenyum sembari menerima uang tersebut, “oke. Serahkan saja padaku. Ayo berangkat, Lucy, Maya.”“Baik,” Lucy dan Maya menjawab serempak.Cora keluar dari kamar diikuti oleh Lucy dan Maya. Pintu pun kembali
Tidak jauh darinya melangkah, Azura berdiri bersandar di tiang sembari melipat tangannya. Senyumnya selalu secerah matahari, namun dia bagaikan bunga indah yang berduri.“Ada apa, Azura?” Pangeran Gavin menghentikan langkahnya, ketika beberapa langkah dari Azura.“Kau ingin ke kamar Nona, kan? Aku ikut,” ucap Azura penuh semangat.Pangeran Gavin menatap Azura cukup lama, hingga akhirnya dia mengangguk menyetujui, “boleh. Jangan lakukan hal aneh.”“Oke~” Azura bersorak senang kemudian berjalan mengikuti Pangeran Gavin.Di dalam kamar, Putri Olivia duduk santai menyesap teh di dalam cangkir yang dipegangnya. Lucy dan Maya masih senantiasa menemaninya. Sesekali mereka bercerita mengenai beberapa hal menarik yang terjadi di kerajaan. Baik Lucy maupun Maya tidak berani menyinggung ataupun bertanya mengenai kehidupan Putri Olivia ketika di kerajaannya. Mereka tidak ingin Putri Olivia kembali bersedih.
Astra menoleh dan mendapati Putri Olivia berjalan mendekat ditemani Maya dan Lucy. Astra memperbaiki posisi berdirinya kemudian sedikit membungkukkan tubuhnya, “sore, Putri. Ada yang bisa saya bantu?”“Apa kau melihat Gavin?” Putri Olivia berdiri tidak jauh dari Astra.Astra kembali menegakkan tubuhnya, “Pangeran sedang ada di ruangannya. Apa anda ada perlu dengannya?”“Aku hanya ingin berbicara dengannya. Boleh aku masuk?” tanya Putri Olivia, meminta ijin.Astra terdiam. Putri Olivia jauh lebih ramah dibanding apa yang dibayangkannya. Suaranya begitu lembut seakan dengan suara itu tidak bisa melukai siapapun yang mendengarnya. Hal itu merubah pemikirannya mengenainya.Astra mengangguk, “silakan, Putri.” Astra melangkah mendekat ke pintu kemudian membukanya untuk Putri Olivia.Putri Olivia tersenyum, “terima kasih.”“Kami akan tunggu di sini, Nona,” uc
“Kau datang juga, Gavin. Sudah beberapa malam kau melewatkan pertemuan kita,” Gabriel membuka suara.Astra, Azura, Cora, dan Leo sudah duduk di kursi mereka, menatap ke arah Pangeran Gavin yang juga menarik kursi lantas duduk.“Apa tuan putri sudah tidur? Aku ingin menyapanya,” Azura membuka suara dengan ciri khas periangnya.Pangeran Gavin menoleh ke arahnya, “dia tidur. Jangan mengganggunya.”Mendengar jawaban dari Pangeran Gavin membuat Azura mengeluh pelan sembari tertunduk malas di atas meja.“Malam ini tidak ada penjagaan untuknya?” Astra membuka pembicaraan.“Kau ingin melakukannya untukku?” Pangeran Gavin balik bertanya pada Astra.Astra diam sejenak kemudian mengangguk, “sepertinya memang harus begitu. Kau juga butuh istirahat.”Mendengar adanya kesempatan, Azura mengangkat tangannya semangat, “aku saja yang melakukannya.”&ldquo
Di dalam Kerajaan Wisteria, Putri Olivia diijinkan untuk mengunjungi perpustakaan dengan syarat tidak boleh berkeliaran kemana-mana. Sembari menunggu Lucy mengambil minuman untuknya, Putri Olivia berjalan sangat pelan ke arah yang dijelaskan oleh Lucy. Sedangkan Maya sudah menunggu di perpustakaan untuk memastikan tidak ada orang yang berkunjung selain Putri Olivia.Putri Olivia menghentikan langkahnya ketika di hadapkan dengan lorong gelap di sisi kanannya. Lucy mengatakan jika perpustakaan tepat bersebelahan dengan ruangan milik Pangeran Gavin. Putri Olivia baru saja melewati ruangan itu dan ia tidak melihat ruangan setelahnya, yang ada hanyalah lorong gelap yang entah mengarah kemana.Putri Olivia berbalik menatap koridor di belakangnya yang kosong. Masih belum ada tanda-tanda Lucy datang mendekat. Kepalanya kembali menoleh menatap lorong di kanannya.“Bagaimana jika memang perpustakaan ada di dalam sana? Tapi ... lorong itu menakutkan.” Putri Oli
“Tunggu. Kenapa kita tidak sekalian berbincang-bincang sejenak? Kau juga suka buku, kan? Bisa beritahu aku, buku apa yang menarik di sini?”Leo memutar badannya, menghadap Putri Olivia yang tengah tersenyum ke arahnya. Semua yang dikatakan Azura memang benar, Putri Olivia sangat cantik. Awalnya Leo berpikir kalau Azura terlalu melebih-lebihkan apa yang diucapkannya, namun hari ini semua itu benar-benar sebuah kenyataan.“Apa kau keberatan?” Putri Olivia kembali membuka suara, ketika Leo hanya diam menatapnya.Leo juga ingin tahu, kenapa Pangeran Gavin begitu mati-matian melindungi Putri Olivia. Di luar wajah cantik Putri Olivia, Pangeran Gavin pasti memiliki suatu alasan kenapa dia melakukan semua ini.Leo menganggukkan kepala. “Aku tidak keberatan.”Putri Olivia tersenyum lega. Ia membawa buku di tangannya menuju ke tengah ruangan sembari mengajak Leo untuk mengikutinya. Mereka duduk di sofa dan mulai berbicara
Keraguan yang sempat dirasakan oleh Yang Mulia Glocius kini sirna begitu saja. Senyumnya mengembang. Dia menoleh ke arah prajurit yang masih senantiasa menemaninya. “Siapkan kereta kuda sekarang. Aku akan pergi ke Kerajaan Wisteria.”“Baik, Yang Mulia.” Prajurit melenggang pergi dari ruang perawatan dan segera melakukan apa yang diperintahkan.Yang Mulia Glocius kembali menatap utusannya. “Berbaringlah. Kau harus mengistirahatkan tubuhmu. Omong-omong, kau mendapatkan informasi itu dari siapa?”Utusan tersebut perlahan membaringkan tubuhnya sembari sesekali meringis kesakitan ketika menggerakkan tubuhnya. Matanya kembali menatap Yang Mulia Glocius. “Ada remaja laki-laki yang sedang bermain di tengah hutan. Dia yang menceritakan semua itu pada saya.”“Achoo!” Azura mengusap kasar hidungnya. Tiba-tiba dia bersin di tengah latihannya di dalam hutan. Sekalipun matahari bersinar terik namun dia sama se