Sudah belasan tahun, Marcus tidak pernah merasakan pelukan wanita, bahkan ia tidak pernah memeluk siapapun setelah kejadian buruk terus menimpanya. Marcus layaknya orang yang hidup sendiri di dunia ini. Karena hal itu, kini, Marcus menjadi sangat tegang ketika Rachel tiba-tiba memeluknya dan terus saja menangis.
Ia benci pada wanita. Kalimat itu kembali ditekankan dalam benaknya, membuat Marcus berusaha untuk menjauhi Rachel. Tapi, pelukan Rachel sangatlah erat. Marcus tidak tahu kenapa dirinya tidak bisa melakukan pemaksaan untuk yang satu ini.
Keadaan terus berjalan seperti ini, Rachel terus menangis ketakutan di pelukan Marcus. Sementara Marcus tidak mempertanyakan kenapa Rachel seperti ini dan tidak juga berusaha menghilangkan ketakutan wanita itu. Marcus hanya diam dengan wajah dinginnya, membiarkan air mata Rachel terus membasahi kemejanya.
Waktu terus berlalu, tangisan Rachel perlahan mereda hingga akhirnya tidak terdengar lagi. Napas Rachel mulai teratur dan ketika Marcus lihat ternyata dia sudah kembali tidur. Meski sudah tidur, pelukan Rachel masih terasa sangat erat. Walau begitu, Marcus sudah tidak tahan lagi. Ini harus segera dihentikan.
“Jangan tinggalkan aku. Aku melihatnya. Bagaimana jika dia mendatangiku, lalu membunuhku?” Rachel mengigau saat Marcus terus berusaha melepaskan pelukannya.
“Apa yang kau lihat sampai seseorang ingin membunuhmu?” Marcus bergumam. Ada keterkejutan dan kebingungan di mata Marcus. Marcus tidak tahu apa yang sedang Rachel bicarakan, tapi ia mulai penasaran.
“Aku takut. Dia mungkin akan datang untuk membunuhku.” Lagi, Rachel mengigau untuk kedua kalinya.
Melihat Rachel seperti ini membuat Marcus menjadi agak kasihan, hingga untuk pertama kalinya setelah belasan tahun ia memeluk wanita. Ya, Marcus membalas pelukkan Rachel. “Dia tidak akan bisa kemari. Jangan takut,” ucap Marcus dan baru pada Rachel ia melakukan hal seperti ini.
Rachel tidur dengan nyenyak dalam kondisi pelukan masih sangat erat. Ketakutan Rachel sangat besar hingga memerlukan seseorang untuk dipeluk agar merasa tenang. Marcus pun tidak lagi mencoba melepas pelukkan Rachel. Selain kasihan, Marcus melakukan ini karena tidak ingin mendengar tangisan Rachel jika pelukkan ini terlepas, karena itu berisik dan sangat mengganggu.
Hanya kali ini Marcus akan mengalah. Ini adalah pertama dan terakhir kali Marcus akan satu ranjang dengan wanita. Marcus pastikan hal seperti ini tidak akan terulang lagi. Seorang Marcus Cho tidak bisa tidur satu ranjang dengan wanita, makhluk yang sangat ia benci.
••••
Saat matahari mulai bersinar terang, Marcus membuka mata dan menyadari bahwa dirinya tidur sangat nyenyak semalam. Sudah sangat lama Marcus memiliki masalah dengan tidur sampai harus minum obat agar bisa tidur dengan nyenyak. Tapi semalam, Marcus ingat dirinya tidak minum obat apa-apa dan secara mengejutkan bisa tidur dengan nyenyak.
“Menyenangkan saat aku bisa tidur nyenyak tanpa obat.” Marcus sedikit bergumam, lalu menoleh pada Rachel yang berbaring di sebelahnya dan masih saja memeluknya.
“Bukan karena dia, kan? Tidak mungkin!” Marcus berucap seorang diri, merasa bodoh karena terlintas di benaknya bahwa tidur nyenyaknya karena pelukan Rachel.
Setelah mimpi buruk berlalu, kedua mata Rachel perlahan terbuka. Hal pertama yang Rachel sadari begitu membuka mata adalah kedua tangannya memeluk seorang pria. Ketika Rachel sedikit mendongak, betapa terkejutnya ia saat melihat Marcus tengah menatapnya dengan tatapan super dingin, membuatnya langsung melepas pelukannya dan turun dari ranjang.
“Kenapa kau di sini?” tanya Rachel yang saat ini berlutut di sisi ranjang.
Marcus mengubah posisinya menjadi duduk bersandar di ranjang, sementara kedua matanya hanya fokus pada Rachel. "Apa yang kau lihat sampai seseorang ingin membunuhmu? Semalaman kau menangis dan memelukku dengan sangat erat karena katamu seseorang ingin membunuhmu. Siapa ‘dia' yang kau maksud?” Marcus juga mengajukan pertanyaan pada Rachel.
Ekpresi Rachel seketika berubah menjadi sangat ketakutan. Sekelebat bayangan ketika hujan dan malam mencekam terus terlintas di benak Rachel. Malam yang terasa sangat menakutkan untuk Rachel. Bahkan hanya dengan mengingat malam itu lagi sudah cukup untuk membuatnya sangat takut
“Dulu, saat aku pulang kerja, aku melihat seseorang dibunuh dengan sangat kejam. Hanya aku yang melihat kejadiannya, jadi aku takut ‘dia' ingin membunuhku agar tidak ada saksi. Aku berhasil melarikan diri dan setelahnya hidup dalam rasa takut kalau pembunuhnya kembali muncul. Aku selalu bermimpi kalau pembunuh itu datang untuk membunuhku.” Marcus adalah orang pertama yang Rachel ceritakan hal ini. Rachel tidak berani buka mulut karena takut akan tersebar informasi bahwa ia adalah saksi pembunuhan berantai dan akhirnya sampai ke telinga si pembunuh.
“Keadaan cukup gelap saat itu, jadi aku rasa dia tidak melihat wajahku dan aku juga tidak melihat wajahnya. Hanya saja, bukan tidak mungkin ‘dia' terus mencari tahu tentangku. Korbannya sama seperti korban pembunuhan yang belum terpecahkan, aku melihat diberita kalau korban yang aku lihat diperkosa sebelum dibunuh, lalu ada bekas luka bakar di pipinya, dan lidahnya dipotong.” Rachel melanjutkan cerita singkatnya. Selama 3 tahun ini tidak pernah terjadi lagi kasus serupa. Apa mungkin si psikopat berhenti melakukan pembunuhan?
Marcus tahu kasus itu karena sudah sangat meresahkan, terutama bagi wanita. Polisi yakin pembunuhnya adalah orang yang sama karena polanya selalu sama, yaitu di perkosa, setelahnya diberi luka bakar di pipi, lalu dibunuh, dan lidah korban di potong. Itu mungkin seperti cara psikopat menandai korbannya.
“Bagaimana jika aku korban berikutnya?” Rachel bicara dengan nada takutnya.
“Tidak akan terjadi selama kau masih bersamaku. Sudah sana pergi mandi, kita harus pergi ke suatu tempat hari ini.” Marcus menjawab sembari turun dari ranjang dan setelahnya keluar dari kamar.
“Benar. Kau ingin aku mengandung anakmu, kau tentu akan melakukan apapun untuk menjaga keselamatanku. Bagaimana setelahnya? Tidak ada yang bisa menjagaku.” Rachel bergumam. Entah kapan ia bisa bertemu dengan seseorang yang bisa memberi rasa aman untuknya.
••••
Tampan dan seksi, seperti itulah Marcus di mata para wanita saat pria itu datang ke rumah sakit dengan kaca mata hitamnya. Sejujurnya, Marcus malas sekali datang ke tempat seperti ini karena ada banyak wanita di tempat ini, tapi ia harus datang untuk melakukan persiapan program bayi tabung. Ada beberapa tes yang harus dilakukan bersama Rachel, jadi mau tidak mau ia harus datang.
Di sebelah Marcus ada Rachel yang berjalan berdekatan dengan William. Ini atas perintah Marcus karena takut Rachel akan melarikan diri. Jangan lupa juga ada 3 pengawal Marcus di belakang untuk memastikan Rachel tidak akan melarikan diri.
Rachel tahu tidak ada kesempatan untuk melarikan diri, jadi hanya bisa mengikuti apapun yang Marcus ucapkan. Kalaupun ada kesempatan melarikan diri, ia harus berpikir ulang karena bisa saja Marcus benar-benar melakukan sesuatu pada adiknya. Rachel sangat menyayangi adiknya dan tidak boleh terjadi sesuatu padanya.
“Istri Anda sangat cantik.” Pria berusia 40 tahun bernama Elan Park itu berujar ketika melihat kedatangan Marcus dan Rachel ke ruangannya.
“Lakukan dengan cepat. Aku tidak tahan di tempat ini. Ada banyak hal yang kubenci di sini.” Marcus merespon dengan nada dinginnya, karena kedatangannya bukan untuk mendengar hal tidak penting.
Sementara Rachel ingin menyangkal ucapan Dokter Park, tapi Marcus sudah lebih dulu bicara. Tidak hanya bicara, Marcus juga melirik Rachel sebagai tanda agar diam saja karena akan semakin banyak waktu yang terbuang di sini jika ikut bicara.
“Baiklah. Silahkan ikut saya.” Dokter Park bangkit dari duduknya untuk menuju ke tempat pemeriksaan.
••••
Seorang pria tersenyum senang begitu menginjakkan kaki di luar penjara. Bukan senyuman yang enak dipandang mata, melainkan terlihat seperti psikopat yang sedang menyeringai. Louis Hong, itulah nama pria itu yang ditahan selama 2 tahun 8 bulan karena kasus penganiayaan hingga menyebabkan seseorang menderita cedera parah.
“Aku kembali. Aku akan datang padamu.” Louis lagi-lagi menyeringai, sambil menatap langit yang terlihat sangat cerah, seakan berbahagia menyambut dirinya keluar dari penjara.
Dengan rasa bahagianya Louis berjalan menuju ke tempat orang yang ia rindukan. Dalam perjalanan ke tempat tujuannya, Louis singgah untuk membeli rokok juga minuman dan saat berjalan tidak sengaja menabrak seorang wanita cantik yang juga berbelanja di sana, sehingga minumannya tumpah di baju wanita itu.
“Maafkan aku.” Louis meminta maaf dengan nada tulusnya.
“Sial! Kau tidak punya mata? Aish, merepotkan saja! Aku sedang terburu-buru.” Bukannya berkata manis dan menerima permintaan maaf Louis, wanita yang sedang terburu-buru ini malah memberikan bentakan dan berkata sinis pada Louis.
Louis mengangkat salah satu sudut bibirnya ketika mendapat perlakuan tidak menyenangkan padahal sudah tulus mengatakan maaf. “Menyebalkan sekali. Haruskah aku merusak wajah cantikmu, lalu memotong lidahmu?” Louis berucap dengan nada pelan saat wanita yang sudah berkata sinis padanya berjalan menjauhi dirinya.
******
Bersambung ...
Begitu selesai melakukan tes dan Dokter Park mengatakan semuanya baik, Marcus dan Rachel pergi meninggalkan rumah sakit. Mereka akan kembali ke rumah sakit beberapa hari lagi untuk proses selanjutnya. Setelah sampai di rumah, Rachel kembali diminta masuk ke dalam kamar. Namun, kali ini Rachel menahan pintu ketika akan ditutup oleh William. “Bolehkah aku meminta ponselku? Aku ingin menelepon adikku,” ucap Rachel yang sejak berada di tempat ini tidak memiliki akses berkomukasi dengan dunia luar. “Maaf, hanya Tuan Cho yang bisa memberikan hal itu. Istirahatlah.” “Tapi, sekarang hari ulang tahun adikku. Aku sudah berjanji sebelumnya akan ke Busan, tapi aku tidak bisa menepati janji, jadi biarkan aku menelepon adikku. Aku tidak akan mengatakan apa-apa tentang hal ini, atau tentang Marcus. Aku mohon.” Rachel kembali berusaha mendapat salah satu haknya sebagai manusia.&
Air mata Rachel menetes begitu saja ketika mendengar lagu milik Younha yang berjudul Wasted diputar pada salah satu program TV yang ia tonton. Seseorang pernah berjanji padanya, seperti dalam lirik lagu itu, dia berkata tidak akan pernah meninggalkannya walau semua orang di dunia ini meninggalkannya. Tapi pada akhirnya, orang itu tidak menepati janjinya, dia menghilang begitu saja tanpa ada kabar sampai sekarang. Rachel meremas tangannya, terutama jari manisnya tempat cincin indah melingkar di sana sejak 4 tahun yang lalu. Cincin itu tidak pernah sekalipun Rachel lepaskan karena masih berharap orang yang memasangkan cincin itu akan kembali dan memeluknya dengan erat. Marcus yang baru saja selesai mandi dan turun dengan rambut yang masih setengah basah tampak terdiam saat melihat Rachel duduk di depan TV dengan bahu yang bergetar seperti orang menangis. Tidak, bukan sepertinya, tapi dia memang menangis, ia bisa mendengar isak tangis
Masyarakat Korea kembali digemparkan oleh penemuan jasad wanita yang kondisinya sama seperti korban kasus pembunuhan dan pemerkosaan yang sampai sekarang belum terpecahkan. Pipi korban dilukai, kemudian diperkosa dan setelahnya dibunuh bahkan lidahnya dipotong. Polanya sama, hingga pihak kepolisian membuat kesimpulan bahwa ini adalah pembunuhan berantai. Rachel melihat berita ini di TV. Ketakutan seketika terlihat di wajahnya. Pembunuh itu telah kembali setelah hampir 3 tahun tidak pernah membunuh. Ia yakin ini adalah orang yang sama jika melihat caranya menghabisi si korban. “Dia kembali," Rachel bicara dengan sangat pelan. Sementara di kantor, Marcus juga sudah mengetahui berita itu melalui ponselnya. Cara pembunuhan yang sama, maka pastilah dilakukan oleh orang yang sama. Entah apa yang ada di dalam pikiran pembunuh itu sampai membunuh wanita. Ia memang benci pada wanita, tapi tidak sampai pada tahap membunuh
Kedua mata Rachel membulat, tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. Pria psycho itu mengajaknya berkencan dan itu pasti hanya untuk tidur bersama. Sungguh, Marcus benar-benar tidak waras. “Aku yang punya masalah denganmu.” “Kalau begitu, lebih baik kau diam saja! Kau pikir, kepalaku tidak sakit mendengar celotehanmu? Cepat tidur!” walau pernah berjanji akan bersikap lebih baik pada Rachel, pada kenyataannya kadang sikap Marcus masih sama saja. “Aku belum mengantuk,” ucap Rachel ketus. Ia ingin keluar dari kamar, sebab sangat muak satu kamar dengan Marcus. “Kau berani ....” “Kau ingin membuatku stres, lalu keguguran? Baiklah, teruslah berteriak padaku.” Rachel menyela ucapan Marcus, hingga membuat pria itu tertegun. “Keluarlah. Aku tunggu di sini.” Marcus memperhalus nada bicaranya. Sedang
Langit musim semi terlihat cerah hari ini, udara di Nami Island juga sangat segar hingga membuat Rachel menghirup oksigen sebanyak mungkin, lalu menghembuskannya sembari tersenyum. Ia tahu Marcus melakukan semua ini demi calon anak yang ada di kandungannya, bukan karena pandangan pria itu telah berubah terhadap wanita. Tidak apa-apa, ia memiliki keyakinan kalau perlahan Marcus pasti bisa berhenti melihat wanita sebagai makhluk yang menjijikan dan harus dijauhi. “Nami Island sangat indah,” ucap Rachel dan terdengar sampai ke telinga Marcus, karena pria itu berdiri di sebelahnya. “Biasa saja. Bagiku, tidak ada tempat indah di dunia ini.” Dan Marcus menyahuti ucapan Rachel dengan kalimat seperti itu. Ia baru saja berbagi pandangannya tentang dunia. Wanita cantik ini berdecak pelan mengetahui begitu cara Marcus memandang dunia. Pantas saja dia tidak pernah terlihat bahagia walau hanya sekali
Bukan perkara mudah bagi Marcus untuk membuat Rachel tetap merasa aman setelah kejadian di Nami Island. Dari Nami Island hingga sampai di rumah dan sekarang sudah pukul 8 malam, wanita itu tidak pernah sekalipun melepaskan genggaman tangannya. Rachel selalu menempel padanya seakan rasa aman itu hanya ada padanya. Sedangkan Marcus tidak bisa berbuat apa-apa, selain tetap membiarkan Rachel terus menempel padanya. Ia sudah tahu apa yang terjadi, jadi bisa memahami bagaimana perasaan Rachel. Maka dari itu, ia akan melupakan sejenak rasa bencinya, sebab ini juga menyangkut anaknya. “Lebih baik kau mandi dulu, lalu tidur," ucap Marcus, tapi Rachel menggeleng. “Bagaimana jika dia tiba-tiba muncul di kamar mandi? Lalu ....” “Dia tidak akan bisa masuk ke rumahku. Aku juga sudah memerintahkan beberapa orang yang sangat ahli untuk mencari keberadaannya. Aku akan menunggumu
Ini masih terlalu siang untuk minum alkohol, tapi Marcus baru saja meneguk habis minuman beralkohol yang ada di dalam gelas itu. Setelah pembicaraan dengan Rachel tadi dan diakhiri oleh dirinya yang terdiam, pikirannya menjadi agak tidak fokus sekarang. Ia tidak mengerti kenapa harus wanita yang membuatnya merasa nyaman. Kenapa bukan sesuatu yang bisa dibeli dengan uang dan tidak memiliki kemungkinan menyakitinya? “Lihatlah dirimu. Kau pikir, pria sepertimu pantas untuk Jira?” “Wajahmu terlihat menakutkan.” “Dia sungguh saudaranya Alex? Kenapa Alex bisa memiliki saudara seperti itu?” Semua kalimat menyakitkan yang Marcus terima di hari ulang tahunnya terus terngiang bersama dengan tawa murid wanita yang mengejeknya. Bahkan bayangan saat pacarnya tidur dengan Alex lagi-lagi muncul di benaknya. Ini memuakkan dan menyakitkan hingga Marcus membanting gelas di
Louis baru saja menyalakan satu batang rokok, sembari berjalan keluar dari tempatnya berbelanja tadi. Beberapa bahan makanan sudah ada di dalam kantong plastik yang ada di tangannya. Tidak ada yang mencurigakan darinya, pria ini terlihat seperti orang ramah bahkan tidak ragu membantu seorang nenek yang kesulitan menyeberang jalan. Ada senyuman di bibir Louis, ditambah tatapan hangat yang akan membuat siapa pun yakin bahwa ia adalah pria baik-baik. Jika sekarang kalian mengatakan bahwa pria ini adalah seorang psikopat, maka mungkin tidak akan ada satu pun orang akan percaya. Pada kenyataannya, psikopat adalah seseorang yang tahu betul tentang keramahan. Namun, kemarahan psikopat sangatlah menyeramkan. Dalam perjalanan pulang, Louis melihat nenek yang tadi ia bantu menyeberang di bentak oleh seorang laki-laki muda karena tidak sengaja ditabrak. Laki-laki muda itu mengatakan sedang buru-buru. Dia terus membentak tanpa peduli tentang sang nene