Share

Part 4

Begitu selesai melakukan tes dan Dokter Park mengatakan semuanya baik, Marcus dan Rachel pergi meninggalkan rumah sakit. Mereka akan kembali ke rumah sakit beberapa hari lagi untuk proses selanjutnya. 

   Setelah sampai di rumah, Rachel kembali diminta masuk ke dalam kamar. Namun, kali ini Rachel menahan pintu ketika akan ditutup oleh William. “Bolehkah aku meminta ponselku? Aku ingin menelepon adikku,” ucap Rachel yang sejak berada di tempat ini tidak memiliki akses berkomukasi dengan dunia luar. 

   “Maaf, hanya Tuan Cho yang bisa memberikan hal itu. Istirahatlah.” 

   “Tapi, sekarang hari ulang tahun adikku. Aku sudah berjanji sebelumnya akan ke Busan, tapi aku tidak bisa menepati janji, jadi biarkan aku menelepon adikku. Aku tidak akan mengatakan apa-apa tentang hal ini, atau tentang Marcus. Aku mohon.” Rachel kembali berusaha mendapat salah satu haknya sebagai manusia.

   “Aku akan mengatakan ini pada Tuan Cho, semoga dia mengerti. Sekarang, istirahatlah. Jika merasa bosan, kau boleh keluar dari kamar untuk jalan-jalan di dalam rumah. Aku tidak akan mengunci pintu kamar, jadi kau tidak perlu khawatir. Ini adalah perintah dari Tuan Cho. Aku permisi.” William tersenyum pada Rachel, lalu menutup pintu agar dia bisa istirahat.

   Rachel benci ini. Entah atas dasar apa segala hal yang ia lakukan kini harus dengan persetujuan Marcus. Bukan ia yang ingin Marcus membantunya, tapi pria itu yang datang begitu saja lalu membuatnya memiliki hutang yang harus dibalas dengan rahimnya. Bukankah itu terlalu kejam?

   “Aku ingin keluar dari sini. Aku ingin pulang.” Rachel menyandarkan tubuhnya di pintu, hingga akhirnya duduk dan memeluk kedua lututnya. Isak tangis terdengar jelas di kamar ini, tapi tetap tidak ada siapa pun yang bisa menolong Rachel.

                                                                             ••••

   Pada saat malam hari, pukul 9 malam, turun hujan dan seorang wanita berjalan seorang diri sambil membawa payung dari tempat kerjanya. Wanita bernama Hana ini sudah biasa melewati jalan ini, tapi entah kenapa sekarang tiba-tiba merasa ada yang aneh di sini, rasanya seperti ada yang mengikutinya. Tapi, ketika Hana membalikan badannya tidak ada siapa pun.

   Hana mempercepat langkahnya karena mulai takut walau tidak ada siapa-siapa di belakangnya. Namun, secara tiba-tiba seseorang dari belakang membekap mulut Hana dan menyeretnya ke tempat sepi.

   Dalam waktu sekejap si orang misterius yang memakai pakaian serba hitam itu telah berhasil mengikat kedua tangan dan kaki Hana, lalu menyumpal mulut Hana dengan stokingnya sendiri. Pria itu membuka topi dari jas hujan yang ia kenakan, membuat Hana terkejut karena ternyata pria yang menculiknya adalah pria yang meminta maaf padanya tadi siang, setelah tidak sengaja menabraknya. 

   “Kau tahu? Siapa pun itu, kau harus menerima permintaan maaf dari seseorang yang sudah tulus berkata maaf padamu. Bersikap lebih sopan itu penting dan jika tidak maka inilah akibatnya,” ucap Louis, kemudian menyalakan sebatang rokok dan menyemburkan asapnya ke wajah Hana, wanita yang sudah sangat ketakutan.

   “Aku harus menghukummu.” Louis tersenyum pada Hana. Seperti orang yang tidak punya perasaan, kini Louis dengan sengaja melukai wajah Hana menggunakan api dari rokoknya.  

   Sakit sekali rasanya, tapi Hana tidak bisa berteriak minta tolong, hanya ada air mata dan tatapan ketakutan dari mata Hana. Tidak pernah Hana sangka ucapan sinisnya akan dibalas oleh hal seperti ini. Andai waktu bisa diulang, ia berjanji akan berbicara dengan lebih baik. 

   “Apa sangat sakit? Kasihan sekali, wajah cantikmu sudah cacat sekarang. Kau pasti ingin mengulang waktu dan berjanji akan berbicara lebih baik pada orang lain. Mati saja, maka kau bisa belajar di kehidupan selanjutnya.” Dengan nada suara rendah, tapi menakutkan. Begitulah cara bicara Louis saat ini. 

   “Sebelum kau mati, ayo sedikit bermain.” Louis merobek baju yang Hana kenakan dan memperlihatkan dada wanita itu yang terbungkus bra berwarna putih. 

••••

   “Tuan, saya lupa menyampaikan kalau kemarin, Rachel ingin meminta ponsel untuk menelepon adiknya yang sedang berulang tahun.”

  Marcus yang baru saja membuka pintu mobil menoleh pada William. “Tidak akan kuberikan. Aku tidak ingin baik pada wanita,” ujar Marcus, lalu masuk ke dalam mobilnya. 

   “Tapi, ini penting untuk menjaga agar dia tidak tertekan. Dokter Park mengatakan program bayi tabung tidak akan berjalan lancar jika calon ibunya stres atau tertekan.” William kembali bicara, tapi Marcus tidak peduli dan malah pergi.

   William terlihat menghela napas. “Aku sudah melakukan yang terbaik,” gumam William yang memang tidak bisa berbuat banyak.

••••

   Tidak ada telepon yang bisa Rachel gunakan di rumah Marcus. Gerak geriknya pun selalu diawasi oleh pengawal Marcus, membuat Rachel tidak bisa berbuat apa-apa, selain berjalan-jalan di dalam rumah besar Marcus hingga akhirnya menemukan sebuah ruangan besar yang terlihat gelap. 

   “Tidak ada yang memberimu izin masuk ke sana.” Terdengar suara dingin milik Marcus Cho. Sesaat setelahnya, Marcus menarik Rachel dari ambang pintu ruangan gelap itu. 

   Marcus menyudutkan Rachel ke tembok dan memberikan tatapan dingin pada wanita itu. “Apa William tidak mengatakan kalau kau hanya boleh jalan-jalan, bukan masuk ke sembarang ruangan?” nada bicara Marcus benar-benar menakutkan sekarang.

   “Apa yang kau sembunyikan di ruangan itu?” Rachel balik bertanya pada Marcus.

   “Kenapa kau ingin tahu? Lebih baik jangan mengurus sesuatu yang bukan urusanmu. Mengetahui banyak hal hanya akan membuatmu berada dalam bahaya.” Entah apa maksud ucapan Marcus yang satu ini, Rachel sungguh tidak mengerti.

   Rachel tidak berkata apa-apa lagi, terlepas dari betapa besar keinginannya untuk tahu isi di dalam ruangan itu. Marcus terlalu menakutkan sekarang, sampai menatap matanya pun ragu untuk Rachel lakukan.

   “Apa yang membuatmu tidak stres atau tertekan?” lalu secara tiba-tiba kalimat ini keluar dari mulut Marcus.

   Rachel yang tadinya tidak menatap Marcua, kini seketika menatap pria itu. “Kenapa tiba-tiba ....”

   “Katakan saja! Aku tidak ingin kau stres, lalu program bayi tabung terganggu dan akhirnya aku harus tinggal lebih lama denganmu. Itu sangat menyebalkan!” Marcus menyela ucapan Rachel. Marcus tidak tahu kalau sifatnya yang seperti ini saja sudah bisa membuat Rachel stres. 

   “Lepaskan aku. Ada banyak wanita diluar sana, kau bisa meminta mereka mengandung anakmu. Aku tidak bisa melakukan ini.” Rachel tidak sadar bahwa kalimat ini adalah kesalahan besar.

   Dengan kasarnya Marcus mencengkram dagu Rachel. Ia sudah bertanya baik-baik dan sangat kesal karena mendapat jawaban seperti itu. “Kau lupa ancamanku? Atau kau pikir, aku main-main dengan ancamanku? Jangan memancing amarahku. Aku bisa hilang kendali jika dibuat marah oleh makhluk yang paling kubenci.” 

   “Tolong perlakukan aku dengan lebih baik. Jangan menambah kenangan burukku tentang pria. Aku hanya akan meminta itu.” Rachel memohon karena dagunya terasa sakit akibat cengkeraman Marcus.

   Kenangan buruk tentang pria. Mendengar kalimat itu membuat Marcus langsung berpikir bahwa Rachel pasti selalu diperlakukan buruk oleh pria. Tapi, Rachel tidak terlihat seperti membenci pria. Bagaimana cara Rachel melakukan itu?

••••

   Di tempat lain, Louis baru saja kembali ke rumahnya dan langsung mencuci pisau yang penuh dengan darah. Begitu selesai, Louis meletakkan pisaunya di atas meja yang ada di kamarnya. Kini, Louis mengeluarkan kotak yang telaknya tersembunyi.

   Dalam kotak itu terlihat banyak foto Rachel. Foto itu Louis dapat dari hasil menguntit Rachel. Dan ya, Louis tahu siapa satu-satunya saksi mata yang melihatnya membunuh seseorang. “Kenapa harus kau yang melihat kelakuan burukku? Maaf, karena telah membuat matamu ternodai, Sayang,” ujar Louis, lalu mengecup foto Rachel layaknya pria yang terobsesi pada seorang wanita.

   “Dimana kau sekarang? Kenapa kau tidak ada di tempatmu? Apa kau pergi bersama pria lain? Tidak. Kau hanya boleh menjadi milikku, atau kau harus mati agar tidak dimiliki pria lain. Jangan khawatir, aku pasti akan menemukanmu.” Louis tersenyum sembari menatap foto Rachel.

******

Bersambung ....

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status