Share

Part 2

Sudah bertahun-tahun Marcus hidup dalam kondisi seperti ini, kesepian, penuh luka, dan trauma karena bully. Marcus sudah coba mencari pertolongan, tetapi sangat sulit untuk menyembuhkan dirinya sendiri. Pada dasarnya psikiater sangat diperlukan oleh Marcus, tapi dukungan dari orang terdekatnya adalah yang terpenting. Sementara Marcus sendiri seperti menutup diri dan bersikap dingin pada siapa pun. Tidak ada seseorang yang benar-benar bisa memberikan dukungan padanya untuk sembuh. 

   Trauma karena bully bukan sesuatu yang bisa dianggap remeh, atau bisa disembuhkan semudah membalikkan telapak tangan. Butuh dukungan besar dan pengobatan yang tepat agar seseorang bisa lepas dari trauma. Marcus memiliki banyak uang, ia bisa membayar psikiater mana pun untuk mengobati dirinya, tapi tidak memiliki dorongan dukungan dari keluarganya. 

   “Aku sudah sangat menderita, kenapa Ayah harus membuat wasiat seperti itu? Kenapa aku harus punya anak agar bisa mengendalikan semua perusahaan? Kenapa aku harus dibuat berhubungan dengan wanita?!” Marcus berteriak dan melempar apapun yang ada di hadapannya bahkan sampai memukul cermin dengan tangannya sendiri.

   “Mereka menertawakanku, mengatakan penampilanku sangat buruk bahkan aku selalu dibandingkan dengan si berengsek itu. Mereka memberikan hadiah terburuk di ulang tahunku dan ada yang membuat malam tahun baruku terasa seperti neraka. Bagaimana bisa aku melupakan semua itu?” Marcus berucap tanpa mempedulikan tangannya yang terus meneteskan darah. Luka di tangannya tidak ada apa-apanya dibanding rasa sakit karena bully dan penghinaan yang ia dapat ketika dirinya remaja. 

   Tidak hanya bully dan dibandingkan dengan adiknya, tapi masa remaja Marcus dipenuhi oleh luka karena keluarganya tidak utuh. Ibunya, satu-satunya wanita yang saat itu ia anggap sebagai penyemangatnya malah meninggalkan rumah dan memilih pria lain. Lalu, ketika berusia 19 tahun, Marcus mendapatkan pacar, tapi pada malam tahun baru, ia malah melihat pacarnya tidur dengan adiknya sendiri. Marcus pikir hidupnya sudah mulai membaik saat ada wanita mendekatinya dan tidak membandingkannya dengan adiknya yang saat itu di mata wanita jauh lebih tampan darinya. Tapi pada kenyataannya ia hanya dipermainkan. Marcus hanya menjadi pelampiasan karena wanita itu ingin membuat adiknya cemburu.

   Semua wanita yang Marcus kenal pada masa remajanya memberikan kenangan buruk padanya, mengganggap ia tidak menarik dengan kaca mata besarnya dan kulit tidak seputih adik kembarannya dan saat itu ia cukup berjerawat. Masa remaja Marcus penuh dengan luka yang membawa dampak sampai sekarang.

   Kini, Marcus telah berubah menjadi seorang pengusaha sukses, tampan, dan panas. Semua mata wanita tertuju pada Marcus, tapi karena trauma masa lalunya membuat ia tidak bisa tertarik pada wanita manapun. Marcus belum bisa merelakan ketika satu sekolah SMA khusus wanita menertawakannya, ditambah melihat adegan panas pacarnya dengan adiknya sendiri. Inilah yang membuat Marcus sangat membenci wanita.

   Marcus penuh luka, tapi tidak mau berbagi cerita pada siapapun. Belum ada yang berhasil mengetuk hati Marcus dan masuk untuk mengobati lukanya.

••••

   Pada waktu makan malam, seorang pria masuk untuk memberikan Rachel makan malam. Entah siapa pria itu, Rachel tidak tahu. Tetapi pria yang mengantarkan makanan sorot matanya tidak menakutkan seperti Marcus Cho. 

   “Saatnya makan malam,” ucapnya setelah meletakkan makanan di hadapan Rachel.

   “Kau siapa? Dan kenapa harus aku yang mengalami ini? Kenapa bukan wanita lain? Kenapa harus aku?!” Rachel mengajukan pertanyaan bertubi-tubi bahkan sampai membentak.

   “Aku William Jang, sekretaris Tuan Marcus Cho. Kau harus makan dengan baik, karena mulai besok akan dimulai proses bayi tabung.” William tidak menjawab semua pertanyaan Rachel dan mengatakan sesuatu yang mengejutkan. 

   “Bayi tabung? Aku tidak mau! Aku tidak mau mengandung anak pria itu!”

   “Bisakah kau berhenti berteriak?!” Marcus yang baru saja masuk ke kamar Rachel memberikan bentakkan dan juga tamparan pada pipi wanita malang itu.  

    “Tuan, jangan lakukan ini. Jika calon ibunya stres, maka program ini tidak akan berhasil. Dokter Park sudah pernah mengatakan ini, bukan?” William memperingatkan Marcus dan setelahnya terkejut melihat tangan pria itu penuh dengan darah.

   “Tangan Anda ....”

   “Urus dia. Aku akan menemui Jack.” Marcus menyela ucapan William, lalu pergi. Tapi langkah Marcus kembali terhenti dan menoleh pada Rachel.

   “Lakukan saja apa yang harus kau lakukan, kecuali kau ingin mendengar kematian adikmu yang berada di Busan. Jangan kembali memancing amarahku, atau kau benar-benar harus menghadiri pemakaman adikmu.” Marcus memberikan ancamannya, kemudian pergi dalam keadaan tangan yang penuh darah. 

   “Ada alasan kenapa Marcus Cho, seorang pemimpin perusahaan besar memilihmu. Kau tidak diberi hak untuk bertanya banyak hal, jadi lakukan saja yang diperintahkah, karena ini memang sudah seharusnya. Hanya sampai seorang bayi laki-laki lahir, setelahnya kau bisa kembali ke kehidupan lamamu. Atasanku tidak pernah main-main dengan ucapannya. Berhati-hatilah.” William bicara walau tahu ini pasti sangat berat untuk Rachel lakukan. Tapi, akan lebih baik menurut dari pada melawan Marcus.

   Ada alasannya. Itulah yang ingin Rachel tahu. Alasan kenapa ia harus menanggung semua ini. Apa ia punya kesalahan pada Marcus? Tapi, bukankah seharusnya Marcus tidak mau memiliki hubungan apapun dengannya jika terlibat masalah?

••••

   Di lain tempat, seorang pria nampak menuruni satu persatu anak tangga sembari membawa kotak P3K di tangannya. Pria tinggi itu terlihat menghela napas karena disaat dirinya seharusnya menikmati makan malam seseorang malah datang ke rumahnya dalam keadaan tangan terluka. Sebagai dokter, tentu ia tidak bisa mengabaikan seseorang yang terluka.

    Jack Lim, pria yang seumuran dengan Marcus itu mengambil tempat duduk di hadapan Marcus, lalu mulai mengobati lukanya. Tidak ada yang menyangka jika Jack akan menjadi dokter hebat seperti sekarang ini, sebab dulu ia adalah murid nakal, sebelum akhirnya berubah setelah bertemu dengan seorang wanita.

   “Dimana istrimu?” tanya Marcus.

   “Sedang ke rumah ibunya. Tenang saja, kau tidak akan melihat makhluk yang kau benci. Tapi, wanita sangat menarik dengan sisi ajaibnya yang bisa mengubah seorang pria sepertiku. Kau tidak harus membenci wanita," ucap Jack sambil terus melakukan tugasnya sebagai dokter.

   “Tutup mulutmu. Kau tidak tahu apa yang aku rasakan dulu,” ujar Marcus ketus.

   “Baiklah. Dulu, aku lebih galak darimu sampai tidak ada satu pun murid lain berani mengganggumu, tapi sekarang, kau lebih galak dariku. Ngomong-ngomong, kenapa kau bisa seperti ini? Dan aku dengar kau tidak menemui psikiater selama hampir 4 bulan. Ada apa?” sebagai sahabat, Jack adalah orang yang sangat peduli pada Marcus. Namun, Jack tidak bisa terus menerus mendukung Marcus dengan selalu berada di sisinya untuk membantu penyembuhan Marcus. Jack memiliki tanggungjawab yang harus dilakukan sebagai seorang dokter dan suami. 

   “Aku kesal karena wasiat Ayahku. Tidak perlu membahas psikiater, mereka tidak berhasil menyembuhkanku. Aku hanya butuh obat agar bisa tidur nyenyak.” Pada dasarnya Marcus mulai bosan bolak-balik mengunjungi psikiater, berkonsultasi hingga melakukan pengobatan. Akhirnya tidak ada hasil apapun. Mimpi buruk, trauma, dan kebencian padanya wanita tidak kunjung mereda. 

   “Trauma bukan sesuatu yang bisa disembuhkan dalam waktu singkat, terutama trauma yang membuatmu sampai benci pada wanita. Bukankah psikiater menyarankan agar kau mulai banyak bersosialisasi? Kau bisa melakukan kegiatan atau mengunjungi tempat yang ada beberapa wanita. Dengan begitu, kau bisa melihat bahwa tidak semua wanita merendahkan, menertawakan atau membandingkanmu dengan Alex. Lagipula, kau sudah berubah sekarang. Sekarang, wanita tergila-gila padamu.”

   Jack bicara panjang lebar, tetapi tidak dipedulikan oleh Marcus yang lebih memilih bermain ponsel. Ini membuat Jack menghela napas berat karena percuma saja bicara dengan pria itu. Sebenarnya, Marcus yang sekarang berbeda jauh dengan Marcus di masa lalu. Penampilan Marcus berubah menjadi sangat mempesona, tetapi mentalnya tidak menjadi lebih baik. Andai saja dulu Marcus tidak pergi ke SMA khusus wanita, pasti sekarang Marcus tidak akan menjadi seperti ini. 

   “Kau sebaiknya tidak terlalu sering meminum obat agar bisa tidur nyenyak, lebih baik banyak melakukan hal positif yang  bisa memperbaiki kualitas tidurmu.” Jack memberi saran, tapi Marcus  tidak merespon. Sudahlah. Ini percuma saja. 

   “Tentang wasiat ayahmu. Kau akan melakukan apa?” Jack kembali berucap.

   “Tentu saja aku akan punya anak. Tidak akan kubiarkan Alex menguasai perusahaan. Dulu, dia sudah mendapatkan segala yang tidak kudapatkan, sekarang giliranku.”

   “Itu berarti kau akan menikah?” Jack bertanya dengan sangat antusias.

   “Kenapa harus menikah, jika bisa membuat wanita berhutang padaku, lalu membayar hutang dengan cara mengandung anakku? Aku melakukan program bayi tabung. Aku pergi.” Tidak berlama-lama, Marcus langsung pergi setelah memberi jawaban atas pertanyaan Jack. 

   “Bayi tabung? Kau bertindak sejauh itu meski sudah punya perusahaan sendiri? Kenapa juga harus ada wasiat seperti itu? Apa yang mendiang ayah Marcus rencanakan?” Jack bicara seorang diri. 

••••

   Kantor, rumah sahabat, dan rumahnya sendiri. Hanya itu tempat yang sering Marcus datangi. Marcus tidak pernah nyaman berada di tempat umum yang cenderung ada banyak wanita. Selain benci, Marcus bisa mengalami kecemasan hebat jika ada terlalu banyak wanita. Marcus takut ditertawakan dan takut mempermalukan dirinya sendiri. Dengan penampilan seperti sekarang, maka siapa pun akan berkata bahwa Marcus tidak mungkin akan ditertawakan, tetapi faktanya ia tidak bisa berpikir begitu.

   Setelah dari tempat Jack, Marcus langsung kembali ke rumahnya. William sudah pulang setelah tadi menelepon dan mengatakan bahwa Rachel sudah makan, lalu istirahat. Ya, ancaman Marcus berhasil dan tentu ia tidak main-main dengan ancamannya. 

   “Jangan lakukan ini. Aku mohon. Hentikan!”

   Marcus mendengar suara ketika melewati kamar Rachel. Dengan cepat Marcus membuka pintu kamar ith dan ia mendapati Rachel masih tidur dengan tubuh penuh keringat. Rachel sepertinya bermimpi dan terus mengatakan hentikan dalam mimpinya. 

   “Hentikan! Jangan sakiti aku. Hentikan! Tolong hentikan semua ini!” Rachel lagi-lagi mengatakan hal seperti ini. 

   “Kau kenapa? Hei, bangun!” ucap Marcus, tapi tidak mengubah apapun hingga akhirnya Marcus semakin mendekat ke arah Rachel dan menggoyangkan tubuhnya.

     “Hei, bangun!”

   Kedua mata Rachel terbuka, lalu secara tiba-tiba langsung memeluk Marcus sembari menangis. “Aku takut. Tolong jangan tinggalkan aku. Aku membutuhkanmu,” ujar Rachel dengan tangisan yang semakin keras karena rasa takut begitu dahsyat tengah menyelimutinya. Tidak ada yang tahu apa yang Rachel mimpikan, tapi itu terlihat seperti Rachel berada dalam situasi mengancam nyawa. 

******

Bersambung ....

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status