Share

1. Malam Menjelang

Siang terik saat itu, mata hari hampir menyentuh puncaknya, Vee menulis apa yang dia temui semalam, ia harus menuliskan pembasmian Chofa di sebuah buku harian berwarna merah. Catatan-catatan tersebut kemudian akan menjadi pemantauan perkembangan Chofa di kemudian hari. Pasalnya, Vee tak jarang bertemu Chofa yang sudah mendapatkan bentuk karena sudah memakan cukup banyak jiwa. Ada yang berbentuk raksasa besar, hewan seperti singa bersayap atau kera yang memiliki mata merah, semua bentuk itu mungkin dirupai Chofa yang sudah mendapatkan cukup jiwa tergantung dari gabungan emosi-emosi dari jiwa-jiwa yang Chofa makan.

Vee menuliskannya dengan teliti, menceritakan segala yang ia lihat dan rasakan meski semalam hanyalah Chofa belum berwujud yang ia temui.

“Kak Vee sedang menulis apa?” tanya seorang lelaki kecil-adik dari Vee-yang tiba-tiba saja ada di belakang tempat duduk Vee.

Dengan sigap, Vee menutup buku berwarna merah tersebut dan berdalih lain tentang jawaban dari pertanyaan yang dilontarkan adiknya barusan, “Oh ini… buku catatan pembeli di toko ini. Jadi, kalau ada pembeli, harus kakak catat di sini.” Bukan seharusnya Vee menunjukkan buku itu pada adiknya jika merujuk pada kalimat yang baru saja ia ucap, namun Vee malah terlihat membelakangkan buku tersebut. “Kamu sudah pulang sekolah jam segini?” Vee mencoba mengubah topik yang didasari pada pandangannya ke arah seragam sekolah putih dengan celana biru tua yang dikenakan adiknya.

“Iya, Ka! Di sekolah, ada ribut-ribut soal makhluk ‘itu’ yang dilihat beberapa murid-” kalimat adik Vee yang diketahui namanya adalah Feri itu terpotong.

“Di mana? Apa kau juga melihatnya?” cegat Vee, ia langsung bereaksi jika mendengar tanda-tanda adanya Chofa.

“Aku tidak melihatnya, Ka,” jawab datar Feri. “Memang… Kakak mau apa?” ia bertanya balik.

“Oh tidak… kakak cuma khawatir saja,” jawab Vee setengah-setengah.

Vee adalah anggota keluarga Avolos, salah satu dari tiga keluarga besar pembasmi Chofa yang ada di negara tersebut. Salah satu peraturan keluarga tersebut adalah: Anak dari keluarga Avolos di bawah lima belas tahun tidak boleh mengetahui aktivitas keluarga tersebut, generasi penerus keluarga sebagai penumpas Chofa akan mulai dilatih saat umur mereka genap lima belas tahun. Oleh karena itu, Vee berusaha agar Feri tak mengetahui apa yang ia lakukan ketika malam.

“Ya sudah, Ka. Feri ganti baju dulu,” ujar Feri kemudian punggungnya mulai menjauh dari Vee, menuju kamar untuk berganti pakaian. Toko bunga yang sekarang dijaga Vee juga merupakan rumah, toko tersebut adalah warisan turun temurun dari keluarga Vee yang sekarang hanya ditinggali dua orang-Vee dan adiknya, Feri.

***

Matahari mulai bersembunyi, semburat oranye terlihat begitu indah dan toko berlabel “Batang Pohon Ajaib” yang dijaga Vee lekas ia tutup-tanaman-tanaman yang tadi berada di luar ia masukkan. Kemudian, sebuah tirai logam diangkat untuk menutupi bagian depan toko tersebut.

Vee duduk sejenak di sebuah bangku depan tokonya yang sudah bergantungkan sebuah kotak dari kardus dengan tulisan “TUTUP” di depannya, memandang langit sore yang mulai kemerahan, setengah lingkaran terlihat sudah sebagai bagian matahari yang tinggal di permukaan. Vee memandang lamat matahari yang sangat jauh dari matanya tersebut, menikmati waktu demi waktu di akhir harinya sebagai manusia. Saat seperempat lagi matahari berada di atas horizon, barulah Vee masuk ke dalam kamarnya, lekas berganti pakaian.

Menjelang hampir malam, Vee mengenakan pakaian yang belum pernah ia kenakan saat siang, kemudian ditutup dengan jubah hitam berpenutup kepala. Jubah itu adalah warisan daripada ibunya yang juga dulu seorang pembasmi Chofa. Awal dari malam mulai menjelang, matahari baru saja sembunyi sepenuhnya di balik horizon dan sekujur badan Vee mulai merasakan panas. Badan Vee terasa terbakar sesaat lalu api berwarna biru mulai menyala dari ujung kaki merambat sampai di ujung kepala. Vee sudah terbiasa, wanita jelita saat siang itu sudah merasakan ini selama lima tahun lamanya. Sekitar setengah menit kemudian, Vee sudah tidak lagi menjadi manusia seutuhnya. Kedua tangan, kedua kaki serta badannya memang masih berwujud manusia, namun kepala dari gadis tersebut sudah berubah menjadi tengkorak dengan api biru yang sesekali memercik di sekitarnya. Rambut panjang indahnya masih berwujud, dan malah membuat sosok itu semakin bertambah seram. Sesekali, Vee mendelik ke arah cermin, memandang sosoknya kini dengan mata biru menyala. Kecantikannya saat siang itu kini sirna, tinggal kegelapan yang menyelimuti wajahnya.

Vee mengambil sebuah pedang bersarung hitam yang sudah ia siapkan di pojok kamar, lalu lekas pergi dengan melewati jendela kamarnya agar sang adik tidak mengetahui.

HUSH… hembusan angin kencang menemani Vee dan pedang kesayangannya ketika melewati atap setiap rumah warga. Vee menuju sekolah adiknya, ia khawatir jika serangan Chofa itu akan melibatkan adiknya. Oleh karena itu, ia harus menumpas Chofa yang ada di sekolah terlebih dahulu.

Tibalah Vee di atap sekolah adiknya, sebuah SMP yang terlihat lumayan besar dengan lapangan yang cukup untuk tiga pertandingan bola volly sekaligus. Semua gedung menghadap ke arah lapangan serta mengelilinginya. Itu dia, Vee melihat sesosok Chofa di tengah lapangan, Chofa itu masih tak memiliki wujud, tubuhnya abstrak dan sedang bersiap memakan salah satu jiwa dari seorang satpam yang sudah menggantung di atas mulut Chofa tersebut.

“Tolong!” teriak satpam yang bisa memekakan telinga, sebuah teriakan manusia yang sudah berada di ambang nyawanya.

Vee dengan sigap meluncur sekuat tenaga untuk menahan Chofa tersebut dari memakan manusia yang sudah ada di atas mulutnya. Namun, tubuh Vee terpelanting karena sebuah tendangan misterius yang telak mengenai bagian perutnya. Vee terjatuh, tersungkur di lapangan dekat dengan Chofa yang sudah bersiap menelan salah satu mangsanya itu. Vee segera bangkit dan masih memiliki tekad untuk menyelamatkan penjaga sekolah yang masih berteriak minta tolong itu. Namun naas, seorang lelaki menahan tubuh Vee, mendudukinya di bagian perut dengan cepat tanpa Vee sadari, tubuh Vee kini tak bisa bergerak.

“Minggir, Kau!” seru Vee dengan suara nyaring dan bergema karena mulutnya juga hanya terdiri dari tulang-belulang. “Aku ingin menyelamatkannya!”

“Kau keluarga Avalos, ya? Pantas saja sangat lemah,” kata pria tersebut kemudian berdiri, membuat Vee bisa bergerak kembali. Namun….

“Tolong!” itu adalah teriakan terakhir penjaga sekolah sebelum seluruh tubuhnya masuk ke dalam rongga mulut Chofa.

Vee mendelik bingung, baru kali ini niatnya untuk menyelamatkan manusia dari Chofa dihalangi. “A-” kalimat Vee terpotong ketika Chofa yang ada di hadapannya itu mulai menunjukkan sebuah reaksi yang sudah lama tidak Vee lihat. “Dia akan memiliki wujud, kau larilah!” seru Vee pada lelaki yang entah ia tak tahu siapa.

“Hahaha!” lelaki itu tertawa, membuat Vee waspada lalu dengan cepat mundur beberapa langkah dari lelaki tersebut. “Inilah yang aku tunggu.”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status