Sebuah kebakaran terjadi, rumah sekelilingnya rusak parah, terdapat dua korban jiwa yang meninggal di tempat….
Puluhan mayat ditemukan di sebuah gudang besar bekas penyimpanan padi….
Pagi itu, beberapa berita bermunculan, Vee yang saat itu sedang menyantap sarapan dengan sang Adik di depan televisi menyimak dengan serius. “Banyak hal aneh terjadi ya, Kak?” pendapat Feri-adik Vee yang berumur tiga belas tahun. Hari itu adalah akhir pekan, sabtu lebih tepatnya. Di mana sekolah-sekolah libur, juga toko tanaman yang Vee pegang, ia juga membutuhkan libur setidaknya satu kali dalam satu minggu.
“Iya,” Vee menjawab disela ia mengunyah nasi goreng buatannya, “Kamu harus lebih hati-hati
Feri mengangguk, ia juga sibuk mengunyah nasi goreng buatan kakaknya tersebut. “Hari ini mau jalan-jalan, Kak?” tawar sang Adik. Sesekali mereka berdua memang menghabiskan waktu libur untuk mengunjungi suatu
Pantai semakin panas, namun desir ombak semakin menenangkan. Vee dan Feri memandang laut lepas dengan batas garis horizon yang begitu jelas. Ikan bakar yang mereka pesan tak kunjung datang, baru segelas jus jeruk sang sudah tersanding di samping mereka berdua. Tak ada yang mau meminumnya terlebih dahulu karena mereka sama-sama menunggu makanan utama datang. Melihat laut, Vee teringat suatu hal yang pernah ia dengar dari pembicaraan ayah bersama seorang yang tidak Vee dikenal di sebuah ruang tamu. Vee menguping pembicaraan tersebut saat dia berusia hampir lima belas tahun. Inti dari pembicaraan tersebut adalah mengenai: Di mana persembunyian Chofa? Chofa sudah ada sejak lama dan sudah bisa dipastikan jika jumlahnya sudah sangat banyak di dunia ini, mungkin menyamai jumlah manusia di seluruh dunia. Lalu, di mana kini mereka bersembunyi jika di daratan sangat jarang ditemui Chofa? Jawabannya adalah: Lautan. Chofa tidak perlu oksigen untuk bernapas, ia bisa hidup di mana
Semakin gelap, semakin gelap. Awan yang tadinya berwarna abu itu kian mencekam dengan warna yang makin menua. Hawa hitam mulai terlihat dari horizon yang membatasi laut dengan langit. Untunglah pantai sudah sepi, tak ada pedagang maupun pengunjung, mereka sudah mengungsi karena takut dengan kedatangan badai.Vee masih memperhatikan apa yang ada di hadapannya itu, ia belum tau harus melakukan apa setelah ini. Menyerang ke laut pun terdengar seperti bunuh diri. Tak ada cara lain selain menunggu.Asap hitam yang jauh itu semakin mendekat ke arah pantai, Vee bersiap dengan pedang di tangan kanannya, barangkali ada serangan cepat secara tiba-tiba. Namun, semua itu masih tenang-tenang saja. Aura hitam di dekat horizon masih terasa berat namun tenang, kekuatannya seperti stabil, tidak bergejolak naik maupun turun. Namun tetap, hawa gelap itu benar-benar mencekam.“Aku tak tahu jika ada wanita cantik di sini,” kata seseorang di bawah rumah yang Vee pijak.
Suasana semakin memanas meski es di lengan Lava masih terasa dingin, ia harus cepat membunuh Chofa di hadapannya itu agar Vee bisa selamat, sebelum jiwanya dipisahkan lalu dilahap sepenuhnya.Seluruh tubuh Lava menjadi dingin, asap putih itu muncul secara massive dari sekujur tubuhnya. Beberapa saat kemudian, Lava kembali mengeluarkan baju perang berat yang pernah ia gunakan sebelumnya. Baju perang es yang membuat gerakan di sekitarnya akan melambat.Chofa menyerang terlebih dahulu dengan gerakan yang cepat, namun, semuanya melambat setelah mendekat pada Lava dengan mode baju perang es yang tengah digunakan sekarang. Dengan mudah, Lava menyerang Chofa tersebut, namun hanya membuatnya mundur beberapa meter serta masih dalam keadaan berdiri.Adu pukul pun kemudian terjadi, Lava berhasil memukul mundur Chofa itu beberapa langkah karena gerakannya yang diperlambat. Lava mengarahkan lengannya yang tajam ke dada Chofa, namun sama sekali tidak menembusnya, sep
Lava dengan sigap menangkap Vee yang hendak pingsan tersebut. Tangan besarnya menggenggam tepat punggung indah Gadis Cantik itu.“Kenapa kau?” Lava bertanya, ia berekspetasi jika Vee dapat mengalahkan Chofa yang saat ini berdiri di hadapannya. Namun pada kenyataannya, tubuh Vee tak mampu menahan kekuatan yang diberikan Azamy sebelum ini. Lava pun meletakkan kepala Vee dengan lembut di atas pasir, mengelus rambutnya sekali karena gemas dengan kecantikan wajahnya. Kemudian berdiri tegak, memandang nanar ke arah Chofa di hadapannya. “Sepertinya, aku akan serius melawanmu.” Lava berjalan perlahan, tubuhnya memang terlihat tidak berdaya, namun sebenarnya ia masih menyembunyikan sesuatu dalam dirinya. Udara sekitar menjadi lebih dingin, Lava menodongkan tangannya dengan bentuk seperti pistol dengan jari telunjuk mengarah langsung kepada Chofa.“Bam!” sebuah gumpalan es kecil melesat ke arah Chofa, tak bisa dihindari, gumpalan
Vee membuka lembar demi lembar buku yang menarik perhatiannya tersebut. Ia tak langsung mencari bagian tentang Azamy, ia juga tertarik dengan iblis-iblis lain yang ada dalam buku tersebut.Vee membaca nama-nama iblis beserta sedikit ceritanya secara acak. Hampir semua yang ia baca itu adalah pengetahuan yang menarik, yang belum ia ketahui sebelumnya. Ada iblis yang takut dengan serangga, ada iblis yang buta, ada juga iblis yang memiliki kekuatan bintang. Vee tidak terlalu mengerti penjelasan dalam buku tersebut karena semua bab ditulis dengan cara penulisan yang berbeda-beda. Hal tersebut jelas membuat pembaca menjadi kebingungan, apalagi Vee yang sudah sangat jarang membaca setelah ia menjadi pembasmi Chofa.Akhirnya Gadis Cantik tersebut sampai pada halaman di mana data-data tenang Azamy tertulis. Vee membaca bagian paling atas di mana ada beberapa daftar nama juga tanggal ritual pemasukkan iblis sampai wafatnya.- Gurenta Avalos : 1995-2000- Gaze Aval
“Apa kau siap untuk petualangan kali ini?” tanya Lava pada Vee di atap sebuah rumah malam itu. Vee sudah keluar dari rumah sakit dan siap kembali menjalankan tugasnya di malam ini.“Maksudmu?” heran Gadis Tengkorak tersebut.“Sebelumnya kan aku sudah pernah bilang jika membutuhkan teman untuk melakukan sesuatu,” jelas Lava.Vee mengingat-ingat di atas kepalanya. Ya, ia ingat hal tersebut beberapa hari yang lalu. “Apa yang akan kau lakukan?”“Aku akan menunjukkan kepadamu apa yang belum diketahui banyak orang, termasuk keluargaku sendiri.” Lava mengeluarkan sesuatu dari dalam tas yang sedari tadi ia gendong, tak pernah sebelumnya lelaki itu menggendong sebuah tas. “Ini!” Lava kini menggendong sebuah buku besar berwarna biru cerah yang melambangkan keluarga Ice.“Apa itu?”“Ini adalah buku yang menyimpan rahasia keluarga Ice,” jawab Lava.&ld
Lingkaran hitam itu semakin besar dan kilatan-kilatan di sekitarnya semakin menyala terang pula. Angin di sekelilingnya pun semakin kencang, membuat suasana mencekam bertambah. Vee mendahului masuk ke dalam lingkaran tersebut, sementara Lava mengikutinya dari belakang karena jika Lava yang lebih dulu masuk, portal tersebut akan tertutup. Setelah mereka berdua masuk, kesan mencekam pun sirna, lingkaran hitam pun lenyap, bekas-bekas ritual juga menghilang. Tubuh dua pemuda itu kini masuk ke dalam sebuah tempat entah di mana, seluruhnya hitam dan tubuh mereka seakan terseret ke dalam suatu arah. Lama kelamaan, tubuh yang mereka rasakan menjadi lemas, semakin lemas, hingga menjadi kenyal, seperti sebuah jelly.Kesadaran pun perlahan menghilang, pandangan mereka menjadi abu-abu kini. Namun, secercah cahaya muncul, meski tak begitu jelas dilihat mata mereka, cahaya itu berwarna putih bersih di antara gelapnya ruangan. Tubuh kedua pemuda itu masuk ke dalam cah
Di sebuah tempat yang cukup luas, dengan es yang berkilau di dinding-dindingnya, namun alas dari tempat tersebut bukanlah gumpalan es, melainkan rumput yang hijau. Di sebelah selatan tempat tersebut ada sebuah lubang yang mengarah langsung ke tempat matahari yang bersinar singkat di Kutub Utara. Ya, di bumi bagian kutub saat musim dingin, matahari hanya bersinar tak lebih dari satu jam, seperti saat ini, padahal, baru beberapa menit matahari terlihat, namun akan tenggelam beberapa menit lagi. Lava menginjak rumput hijau di bawah itu, terasa lebih hangat, ia tak mengerti bagaimana bisa ada rerumputan hijau di tengah padang es. Sementara saat Vee menginjak rumput tersebut, rasanya hangat, dinginnya berkurang drastis, tubuhnya tidak lagi menggigil. Mata Vee melihat rumput di bawahnya tersebut, kemudian menyentuhnya dengan telapak tangan karena penasaran dengan apa yang diinjaknya ini. Hangat, benar-benar berbeda dengan suhu es di sekelilingnya. “Mungkin, ini adalah keku