Seumur hidupnya Lira tak pernah merasa sebahagia ini. Dalam ruangan Bioskop yang gelap dan hanya mendapat sinar dari layar besar yang sedang memutar film tentang Alien robot yang bisa menyamar menjadi mobil di Bumi, Lira tak henti-hentinya melirik ke arah Andreas yang tengah asik menikmati film sambil sesekali tangannya mengambil segenggam popcorn rasa caramel dan memasukkannya langsung ke mulut.
Jantung Lira berdetak begitu kencang saat di tengah film terdapat adegan ciuman seorang wanita bersama Pemeran utama Pria. Lira tanpa sadar mengigit bibirnya dan wajahnya terasa panas saat wanita itu dengan ganas mencium sampai Pemeran pria itu terdorong ke ranjang.
Yah walaupun ternyata wanita itu robot alien yang menyamar dan bermaksud mengoda si Pemeran pria, dan Andreas yang duduk di sebelahnya ikut tertawa terbahak-bahak bersama Penonton lain saat Pemeran utama wanita yang tak lain Pacar Pemeran utama pria datang dan memergoki mereka sedang ber
Anya menutup mulut dengan mata memandang jijik ke atas meja belajar yang biasa di gunakan Johan sehari-hari. Di situ ada selembar kertas HVS dengan beberapa ekor cicak yang tubuhnya telah terpotong-potong cutter di sampingnya dan dari potongan-potongan itu di bentuk lagi simbol lingkaran, segitiga dan segiempat. Yang membuat Anya mual, terdapat dua ekor bangkai cicak yang masih utuh tapi sudah mengering dengan perut yang terbelah dan isi yang di aduk-aduk oleh pensil mekanik di dalam nya."Kau melihat karya seni ku ?" Johan yang bertelanjang dada tersenyum bangga."Karya seni ?" kening Anya berkerut. "Itu menjijikan, Kak." wajah polos Anya dengan beberapa titik air yang mengalir dari rambut nya yang basah masih menampakkan raut wajah risih melirik ke arah bangkai hewan yang berjejer di atas meja."Kau bilang apa...?" kening Johan berkerut. Sebelum Anya sempat membuka mulut, tangan kanan Johan sudah mencekik kuat leher ke
Suara getaran ponsel yang tepat berada di atas nakas samping mereka sedang bergulat di lantai membuat Johan terganggu. Ia segera melepaskan diri dari Anya yang lengannya masih saja mengelajut pada pundak nya yang kokoh dan lembab oleh keringat."Biarkan saja..." rengek Anya manja dengan wajahnya yang sudah memerah di penuhi hasrat mengebu.Johan tersenyum dan tetap melepas pelukan wanita yang sepertinya sudah ketagihan akan permainanya itu, dan bangkit berdiri sambil membenarkan resleting celana nya. Dengan wajah manyun karena belum merasa terpuaskan, Anya ikut bangkit dari lantai berselimut karpet tebal tempatnya berbaring dan menutupi tubuhnya dengan handuk, kemudian duduk di pinggir ranjang."Halo." Johan menempelkan ponsel nya ke telingan kanan sambil tetap berdiri di samping nakas yang atasnya terdapat lampu 5watt warna kuning yang menjadi penerang kamar gelap nya tersebut. "Langsung saja Sonia, kau tahu aku nggak s
Andreas tertawa mendengarnya. "Kau ini lucu sekali." ucap nya di sela tawa.Lira menunduk dengan wajah yang semakin merah. "Aku kebablasan klo ngomong." erangnya dalam hati sambil menutupi wajah nya dengan kedua tangan.Mereka berjalan beriringan menuju tempat parkir dengan perasaan Lira yang kian melambung oleh rasa berdebar dan bahagia tak terkira."Andreas kan ?" seorang wanita kisaran usia 25 tahunan dengan dress ketat model kemben dengan panjang di atas lutut tiba-tiba menghadang lamgkah kaki Andreas saat mereka tidak sengaja bersisipan.Lira menatap wanita itu lekat-lekar dengan kening yang berkerut dalam."Apa aku mengenal mu ?" Andreas memiringkan kepalanya dengan kedua tangan di lipat di dada.Wanita itu terkekeh sambil menutup mulutnya dengan jari-jari tangannya yang di hias nail art warna merah."Mentang-mentang ada Pacarnya."
Andreas terkejut mendengar pernyataan cinta dari Lira. Bukan karena ia tidak pernah mendapat pernyataan cinta, karena percayalah Andreas sampai bosan mendengar wanita-wanita menyebut kata cinta hanya untuk sekedar bisa memcicipi hartanya.Tapi Lira, dia adalah putri dari Keluarga Prawira yang merupakan rekan bisnis Ayahnya dan pasti nya tidak kalah kaya dari nya. Dan lebih utama lagi, itu karena dia Adik Perempuan Johan. Seorang yang menurut Andreas munafik dengan topeng senyum dan segala prestasi nya."Aku suka Kakak..." Ulang Lira dengan wajah memerah. "Sejak pertama melihat, aku sudah suka..." ia menunduk.Andreas garuk-garuk belakang kepalanya yang tak gatal. Ia memang tahu jika Lira suka dengannya, tapi tidak menyangka akan secepat ini gadis itu menyatakan.Namun wajah bingung nya segera terganti kan oleh segaris senyum tipis. "Johan sialan yang merasa dirinya sempurna itu sekali-kali memang har
Sonia mengigit bibir bawah nya dengan kedua tangan terkepal, amarah nya memuncak. "Putuskan dia." ucap nya dengan nada yang di tekan, membuat Johan menatap ke arah nya. "Atau aku bongkar semua rahasia mu...?" ia mengancam.Johan masih tersenyum, bahkan ia mengambil rokok dari saku celana dan menyalakan nya."Aku serius !" bentak Sonia. Ia maju lebih dekat ke tempat di mana Johan sedang duduk santai di sofa sambil menghisap rokok. "Aku punya semua bukti-buktinya dan aku juga bersedia menjadi saksi jika memang terpaksa." ucap Sonia serius.Seolah tak mendengar atau melihat wanita yang sedang marah dan kini telah berdiri tepat di depannya, Johan malah asik dengan rokoknya."JO !!" suara Sonia keras memanggil nama nya.Secepat kilat Johan bangkit dari duduknya. Mendorong tubuh gadis itu sampai pinggang belakngnya membentur pinggir meja dan ia jatuh setengah telentang ke atas nya bers
Tak terasa hampir setengah bulan berlalu dengan hubungan percintaan masing-masing. Dengan adanya Anya yang selalu mengandenga mesra lengan Kakak nya, membuat Lira bisa bebas pergi ke mana pun dengan Andreas jika weekend.Gadis itu sangat senang, bahkan kini ia punya hobi baru, membuat bekal. Tentu saja tidak lain dan tidak bukan, bekal itu untuk Pacar tersayang nya. Seperti pagi ini contoh nya, ia sudah sibuk di dapur dari jam 5 pagi untuk memasak kendati di dalam Rumah nya komplit dengan Para Pembantu."Akhir-akhir ini kau sering bawa bekal, Lir ?" tanya Johan yang sudah berada di depannya, membuat Lira yang tengah menata telur gulung pada nasi goreng nya berjingkak kaget."Kenapa Kakak pagi-pagi sudah bangun ?" ia terkejut karena biasanya Kakak nya itu bangun paling cepat jam 9 pagi.Johan tak menjawab, ia berjalan perlahan mengelilingi Adik Tiri nya yang berdiri kikuk di tempat dengan kotak bekal
Johan menghela nafas sambil menyandarkan punggung nya ke kursi jog. Di pijit nya kepalanya yang berdenyut lalu di lirik tubuh Anya yang terongkrok tak bergerak di samping nya dengan darah yang menetes-netes membasahi dashboard dan turun ke bawah.Mata Anya melotot menatap nya, tanpa kehidupan.Sekali lagi Johan menghela nafas panjang. "Aku memang sudah bosan dengan mobil ini." ia berucap sendiri sambil mengelus-elus stir mobil nya. "Tapi aku nggak sangak secepat ini." ia terkekeh geli.Di luar suasana jalan raya begitu ramai dengan kendaraan yang susul menyusul mengejar waktu di pagi cerah dengan matahari nya yang terik di langit yang biru tanpa awan.Johan memandang semua itu dari balik kaca mobil nya yang gelap. "Benar-benar hari yang indah." ia tersenyum, memperlihatkan wajah tampan nya yang sempurna.Sangat kontras senyum Johan yang mengagumi pagi dengan mayat berkepala
Kalian dekat sekali ya ?" Kata Lira membuat Andreas menghentikan makannya dan melihat ke arah nya. Begitu pun dengan Rendy yang langsung menoleh ke arah nya."Mau bilang kami homo ?" tanya Andreas lalu tertawa.Lira langsung gugup karena tebakan Andreas sesuai dengan yang kini tengah ia pikirankan. "Bu, bukan !" ia menyangkal dan mengeleng-ngeleng kan kepala nya cepat."Itu gara-gara kebiasaan Anda yang selalu merangkul dan mengandeng tangan saya ketika di Kampus." Rendy berkata dengan nada serius. "Sekarang orang-orang bergosip kalau Tuan Muda dan Saya Homo." Rendy menghela nafas, tak habis pikir dengan tingah orang yang ia panggil Tuan Muda.Andreas tertawa terbahak. "Sini duduk sebelah ku Ren, aku suapi." ia menjulurkan sendok penuh nasi goreng ke arah nya dengan wajah jahil.Rendy melengos dan berdecak jengkel. Tuan Muda nya itu memang tidak pernah serius dan selalu main-main