Beranda / Rumah Tangga / Pulang Ka Bako / Rencana Berantakan

Share

Rencana Berantakan

Penulis: Alfarin
last update Terakhir Diperbarui: 2023-08-05 00:58:12

"Dinda! Kamu di mana?" tanya Fahri gusar saat Dinda menjawab teleponnya.

"Lho, Uda udah nyimpan nomor, Nda?" tanya Dinda dengan polos, alih-alih menjawab pertanyaan Fahri. "Nda aja nggak nyimpan nomor Uda."

"Aku nanya kamu di mana? Malah nanya balik." Fahri makin meradang mendengar suara tak bersalah gadis itu. Gedung tempat acara pernikahan digelar, sudah mulai sepi. Tamu undangan pun telah berangsur pergi, tetapi Fahri tak menemukan Dinda, meskipun dia telah mencari ke seluruh area gedung.

"Udah di jalan pulang," sahut Dinda dengan santai.

"Pulang sama siapa? Kok nggak ngomong sama aku? Kamu kan ke sini bareng aku, kenapa malah pulang sendiri?" Fahri mencak-mencak.

"Lho, kan tadi Uda yang suruh Nda pulang sendiri."

"Kapan?"

"Itu, tadi Uda bilang pas aku ngasihin siomay."

"Astaghfirullah, Nda! Kamu ngerti becanda nggak, sih?" Kepala Fahri mendadak pening.

"Oh! Tadi Uda Ari becanda?"

"Turun sekarang juga! Share loc, biar aku jemput!" Telepon berakhir dengan embusan napas kasar Fahri.

"Udah ketemu, Dinda, Ri?" Pian yang dari tadi ikut mencari gadis itu mendekati Fahri yang masih memijit keningnya.

"Dia pulang!" gerung Fahri dengan wajah memerah menahan amarah.

"Lho, kenapa?" Pian melongo.

Tak lama sahabatnya yang khawatir akan raibnya partner Fahri sore itu, turut berkumpul.

"Lo tadi berantem?" Hendra yang mengajukan pertanyaan.

"Gue tadi cuma becanda bilang suruh pulang sendiri, tau-tau beneran pulang dia!"

"Ha-ha! Mampus!" Anwar yang bersorak kegirangan, alih-alih bersimpati, mereka menertawakan kesialan sahabatnya.

***

Saat mendekati lokasi yang dibagikan Dinda pada aplikasi pesan, Fahri melihat gadis itu duduk seorang diri, di sebuah halte. Ia tengah membungkuk mengusap kepala kucing yang duduk di kakinya. Fahri memelankan laju mobil, memperhatikan wajah gadis itu dari kejauhan. Fahri mengerutkan kening, saat melihat bibir Dinda bergerak dan mengulas senyum di saat makhluk berbulu di kakinya itu mendongak menatap Dinda. Gadis itu terlihat seperti tengah berbicara dengan kucing liar itu.

Dinda tak menyadari mobil Fahri yang mendekat. Saat Fahri membuka kaca mobil, ia melihat gadis itu tengah menuangkan sesuatu dari dalam botol kecil, yang ternyata adalah makanan kucing kering, di hadapan kucing itu. Ia aempat tertegun melihat Dinda tersenyun sembali mengusap kembali kepala kucing liar yang baru saja ia beri makan. Kemudian pemuda itu tersadar ketika lengkingan suara klakson terdengar dari arah belakang.

Gegas Fahri menjulurkan badannya ke arah jok penumpang setelah kaca jendela ia turunkan. Fahri berteriak memanggil gadis yang tak menyadari kehadirannya di sana. "Nda!"

Dinda langsung mendongak begitu mendengar namanya dipanggil.

"Eh, Uda Ari!" Dinda bangkit dari duduk dengan seulas senyum lebar. Tak ada raut bersalah ditunjukkan gadis itu karena telah membuat Fahri panik mencarinya di gedung acara hampir satu jam. Bahkan ia menyempatkan mengusap kepala kucing yang tengah asyik makan, sebelum mendekat ke mobil Fahri yang berhenti menunggunya naik.

"Baik-baik, ya, kamu. Sampai jumpa lagi!" Setelah mengucapkan salam perpisahan, Dinda membuka pintu mobil, dan menyapa Fahri seolah tanpa dosa.

"Hai Uda!"

"Hai ... hai ...." Fahri mencibir. "Kamu tau, nggak? Aku nyariin kamu hampir satu jam di gedung. Aku pikir kamu diculik setan penunggu gedung!" omel Fahri dengan wajah ditekuk dan bibir monyong.

Dinda terbahak, tangannya reflek menepuk lengan Fahri. "Kalau masalah itu, Uda nggak usah khawatir, setan juga ogah deket-deket sama Nda!"

"Iya, pasti stress ngadepin kamu!" sambung Fahri masih dengan wajah cemberut. "Bukannya minta maaf udah bikin orang panik, malah cekikikan." Fahri masih terus bersungut-sungut. Beruntung jalanan tidak terlalu macet, sehingga ia bisa memacu laju mobilnya dengan kecepatan sedang.

"Ngapain Nda yang harus minta maaf, Uda Ari yang nggak tau terima kasih, udah bela-belain Nda pakai stiletto kayak gini, terus diusir pulang," sahut Dinda dengan lugunya. "Kaki Nda hampir keseleo tadi pas jalan dari gedung ke jalanan. Tau bakal diomelin gini, mending Nda kencan sama Cha Eun Wo aja di rumah. Nggak perlu capek-capek ke salon buat dandan segala." Dinda balik mengomeli Fahri dengan wajah cemberut.

Sudah untung ia mau mengorbankan waktu nonton drama Korea kesukaannya demi menemani Fahri ke pesta pernikahan Priska. Bukannya berterima kasih, malah kena omel di sepanjang jalan.

Fahri melongo mendengar alasan Dinda balik mengomelinya. "Jangan halu jadi cewek!"

Lelah, berdebat dengan Dinda, akhirnya Fahri memilih diam. Begitupun dengan Dinda, gadis itu tak lagi bersuara. Saat mobil terhenti karena lampu merah, Fahri menoleh ke arah penumpangnya yang semenjak tadi tak lagi bersuara. Ternyata Dinda sudah tertidur dengan posisi kepala menyandar ke kaca, dagu sedikit mendongak, dan mulut setengah terbuka. Sejenak Fahri tertegun menatap wajah Dinda yang tengah tertidur.

Nggak terlalu jelek. Fahri membatin.

Fahri terperanjat saat getar ponsel yang ia letakkan di samping pintu bergetar beberapa kali. Dengan dengkusan keras ia mengambil benda itu dari tempat ia menyimpannya tadi.

"Ini apaan, sih rame banget pesan masuk." Jarinya menggeser tombol untuk membuka kunci layar dan membuka aplikasi pesan. Fahri membuka satu group dengan notifikasi pesan yang paling banyak, yaitu group keluarga dari pihak ibunya. Dengan kening berkerut, karena ada namanya yang disematkan pada isi pesan, Fahri membuka group keluarga tersebut. Matanya sontak membelalak lebar saat melihat isi pesan. Fotonya dan Dinda saat tadi hendak berangkat menuju pesta pernikahan Priska, yang menjadi topik perbincangan hangat di antara sepupu-sepupu dan saudara ibunya itu.

[Doakan supaya rencana Ari melepas masa lajang dipermudah dan berjalan lancar, ya, semua.] Begitu bunyi keterangan di bawah foto yang dikirimkan oleh kakak satu-satunya, yaitu Rudi. Lalu di bawahnya terdapat puluhan pesan berisi ucapan selamat dan komentar lainnya.

Dengan dada kembang-kempis, Fahri menutup aplikasi pesan, kemudian membuka daftar kontak dan memencet kontak Dena—kakak iparnya.

"Teh! Teteh kemarin janji nggak bakal kasih tau Umi, ini malah kasih ke Da Rudi lagi, dasar si ember pake acara posting di group keluarga pula!" sembur Fahri begitu kakak iparnya itu menyahut dari seberang sambungan.

"Sans, Bro! Chilling down! Greetingnya dulu, dong! Kebiasaan deh, magic words selalu kelupaan." Dena terkekeh-kekeh menanggapi omelan adik iparnya.

"Nggak perlu berbelit-belit deh, Teh!" Fahri meradang.

Terdengar helaan napas panjang dari seberang. Sepertinya Dena juga tengah mengumpulkan kesabarannya yang terserak. "Lo tau, kan, Ri! Laki gue cemburuan. Hp gue itu udah disadap sama dia. Jadi, foto tadi dia dapat bukan dari gue, tapi hasil nyuri data di hp gue." Dena kemudian terpingkal setelah mengatakan hal itu.

"Bangke!"

Dinda terperanjat saat mendengar makian dari mulut Fahri. Reflek ia mengucek mata dan menoleh pada biang keributan yang telah mengganggu mimpinya bertemu Oppa Korea, sang idola. Terbangun dengan kenyataan yang menyakitkan, di samping lelaki yang hobi mengumpat. Hilang sudah sosok Oppa kiyowo dengan senyum manis akibat umpatan keras Fahri tadi.

Dinda menatap Fahri sengit. Tak terima mimpi indahnya diusik oleh sepupunyanyang senang menggerutu.

"Uda apa-apaan, sih! Nda kan lagi fan sign sama Cha Eun Wo—"

"Mimpi memang tak selamanya indah, Dek!" cibir Fahri yang mulai merasa kesal mendengar Dinda menyebutkan nama aktor Korea itu berkali-kali.

"Kamu lihat, nih!" Dengan kesal Fahri menyodorkan layar ponsel ke depan wajah Dinda.

Dinda menerima ponsel yang diserahkan Fahri dengan wajah heran. Saat Fahri hendak kembali mengomel, suara lengkingan klakson dari mobil di belakang mereka, menyadarkan lelaki yang sedang naik darah itu bahwa lampu rambu lalu lintas sudah berubah hijau. Dengan sentakan dalam, Fahri menginjak pedal gas.

"Yaah, Uda. Kok jadi kayak gini?" Dinda menoleh ke arah Fahri setelah membaca isi pesan dari group keluarga ibunya Fahri.

Memang Dinda sempat mengatakan mau jika dinikahkan dengan Fahri, tetapi ia tak mau jika Fahri malah terganggu dengan berita perjodohan mereka itu. Rasa suka Dinda terhadap Fahri cukup sampai level kagum, ia tak mengharap lebih. Bagi Dinda, menikah adalah hal sakral yang hanya dilakukan oleh dua orang yang saling mencintai, bukan karena keterpaksaan. Walaupun dalam drama yang sering ia tonton, pada akhirnya pasangan yang awalnya menikah karena terpaksa itu akan saling jatuh cinta, tetapi Dinda cukup pintar untuk membedakan mana yang khayalan dan mana yang realita.

"Nggak tau, tuh! Si Rudi nggak ilang-ilang embernya. Malah setelah jadi bapak-bapak, makin parah aja sifat embernya."

"Nda nggak mau nikah sama Uda," pungkas Dinda sembari menyerahkan ponsel pada Fahri.

Fahri ternganga mendengar perkataan Dinda. "Ye! Siapa juga yang mau nikah sama kamu!" cibir Fahri setelah tersadar apa yang baru saja dikatakan sepupunya itu.

"Terus itu tadi umi juga udah kasih komentar, pakai balas 'amin' segala." Dinda menatap Fahri dengan mata yang hampir menangis.

"Jangan berlagak sok menderita gitu, deh! Aku juga rugi nikah sama kamu!" ketus Fahri dengan kalimatnya yang tajam.

"Nda juga nggak mau nikah sama laki-laki yang suka marah-marah," balas Dinda sambil melengos.

Kabin mobil kembali hening. Dua makhluk yang sedari tadi seperti anjing dan kucing itu akhirnya sibuk dengan pikiran masing-masing. Dinda sibuk memikirkan bagaimana cara mengungkapkan penolakannya pada perempuan yang telah berjasa besar dalam hidupnya itu.

Dan, Fahri juga sibuk memikirkan hal yang sama. Patah hatinya belum sembuh. Ia belum siap menjalin hubungan baru untuk saat ini. Luka yang ditinggalkan Priska begitu parah, hingga Fahri tak yakin ia akan mampu mencintai perempuan lain setelah ini.

***

Mobil akhirnya merapat ke garasi. Mereka lupa bahwa saat tadi pergi, mereka sempat mengadakan kesepakatan, bahwa Dinda diantar Fahri ke rumah Dena kembali, kemudian mereka pulang sendiri-sendiri seperti saat berangkat tadi. Namun, tragedi bocornya foto mereka berdua di group keluarga, membuat rencana yang telah tersusun rapi berantakan begitu saja. Hingga sapaan dari ruang tengah saat mereka berdua berbarengan masuk, membuat mereka tersadar, bahwa tak ada lagi jalan mundur.

"Alhamdulillah, datang juga anak dan calon menantu Umi!" sambut Emi dengan wajah berbinar.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Ariny arni
Bagus nih ceritanya , sehari² banget......
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Pulang Ka Bako   New Parent

    Memasuki bulan keempat usia kandungannya, apa yang dikatakan Hendra saat di grup chat dulu terbukti. Sikap menyebalkan Dinda—yang membuat Fahri hampir menyesal dengan keinginannya memiliki anak—mulai mereda. Dinda yang bawel tetapi manis pun kembali."Nda mau dibawain apa nanti kalau uda pulang kerja?" tanya Fahri sembari mengusap perut Dinda yang mulai berisi. "Uda pulang dengan selamat saja, sudah cukup." Benar, kan? Dinda jauh lebih jinak dibanding awal hamil dulu. Senyum manis selalu merekah menghias bibirnya. Kini Fahri mulai bernapas lega. Bayangan indah memiliki momongan pun kembali menari-nari di benaknya."Wa aja kalau nanti mau dibawain apa, uda usahakan pulang cepat.""Nda nggak butuh apa-apa, Uda saja sudah cukup!"Duh! Lama-lama Fahri diabetes dengan sikap Dinda yang kembali manis seperti kembang gula di pasar malam, cerah, berwarna-warni. Sikap manis itu bertahan hingga akhir kehamilan. Bahkan saat hendak melahirkan pun, Dinda tidak berteriak histeris seperti dalam sin

  • Pulang Ka Bako   Pregnancy Confusion

    Fahri : Woi! Share pengalaman kalian ngadepin bini hamil. Akhirnya Fahri sudah tidak mampu menahan sendiri rasa frustrasi akibat tingkah Dinda yang akhir-akhir ini makin terasa tak masuk akal dan agak menyebalkan. Tengah malam membangunkan Fahri dan meminta dibelikan mie ayam, di mana tukang mie ayam yang diminta Dinda sudah tutup. "Ya Uda bangunin dong tukang mie ayamnya. Uda kan punya duit banyak, tinggal kasih lebih sama tukang mie ayamnya. Nda kan hamil anak Uda. Mana buktinya Uda cinta sama Nda, minta beliin mie ayam saja Uda nggak mau." Begitu kata Dinda ketika Fahri mengajukan alasan untuk menunda mengabulkan permintaannya. "Bukannya uda nggak mau, Nda. Ini pukul 12.00 malam, yang ada uda dikira maling, emangnya Nda mau uda dikeroyok massa?""Hilih! Dasar Uda lebay." Dan Dinda pun cemberut seharian, meskipun besok harinya Fahri bela-belain pulang kerja lebih awal demi membelikan Dinda mie ayam yang diminta istrinya itu. "Sekarang Nda lagi nggak pengen mie ayam, Uda makan sa

  • Pulang Ka Bako   Melanjutkan Hidup

    "Maaf, Pak, Bu. Kami sudah tidak menerima pasien baru lagi karena sudah mendekati jam tutup klinik." Kedatangan Fahri dan Dinda di klinik dokter kandungan, disambut wajah penuh sesal resepsionis klinik tersebut. "Tapi ini urgent, Mba!" Fahri masih berusaha menegosiasi. "Kalau kondisi gawat, bisa langsung ke UGD rumah sakit terdekat saja, Pak.""Sudahlah, Uda. Besok saja kita periksa," bujuk Dinda menarik lengan Fahri menjauh dari meja resepsionis. "Kalau buat konsultasi besok, bisa di-booking dulu, Bu." Tatapan resepsionis itu beralih ke arah Dinda yang tampak lebih memahami kondisi. "Iya—""Nggak usah! Kita cari klinik lain saja malam ini," potong Fahri dengan wajah kesal dan menarik Dinda keluar dari klinik. "Ini sudah malam, Uda. Pasti klinik yang lain juga sama, tidak mau menerima pasien lagi," tukas Dinda ketika mereka keluar dari lobi. "Kita cari sampai ada yang mau terima." Fahri bersikukuh. "Nggak mau! Nda capek!" Dinda menghempaskan tangannya yang digenggam Fahri. "Ken

  • Pulang Ka Bako   Kejutan Anniversary

    Dinda bersenandung kecil sambil menunggu Fahri pulang kerja. Ia kembali menata ulang beberapa sendok di meja makan yang telah dihias sedemikian rupa. Satu tahun kembali telah terlewati, hari ini tepat tiga tahun pernikahan mereka. Dinda sudah mempersiapkan hadiah untuk Fahri, dibungkus dalam sebuah kotak yang dikasih pita. Dinda membuka kembali kotak tersebut, senyum terkembang indah di bibirnya yang hanya dipoles lip gloss, membayangkan reaksi Fahri saat menerima hadiah yang ia berikan. Saat mendengar suara mesin mobil memasuki garasi, buru-buru Dinda menutup kembali kotak itu, dan menyimpannya ke dalam laci pantry. Ia akan memberikan hadiah spesial malam ini untuk suami tercinta setelah selesai makan malam. Dinda bergegas menyambut Fahri di depan pintu tatkala mendengar suara suaminya mengucapkan salam. "Wah! Masak apa, nih? Wangi banget!" komentar Fahri begitu pintu terkuak. "Nda masak Kalio¹ Ayam favorit Uda." Senyum puas terbit di bibir Dinda. Meskipun sikap Fahri sudah jauh b

  • Pulang Ka Bako   Grow Old With Me Please

    Keluar dari ruangan Bianca, Dinda mengeluarkan ponsel, memeriksa pesan dari Fahri, dan mengulas senyum tipis tatkala melihat nama Fahri tertera pada layar ponsel. Gegas Dinda membuka pesan dari Fahri. 14.00: [Nda, sepertinya uda telat jemput. Tadi ada meeting dadakan sama Om Syahrial. Kalau Nda nggak keberatan, naik taksi ke kantor uda.]Baru saja Dinda hendak mengetikkan balasan, suara Fahri dari arah parkiran memanggil. Terlihat sosok jangkung itu tergesa menyusul Dinda ke teras klinik. "Lho, katanya Uda nggak bisa jemput?" tanya Dinda sembari mengulas senyum. "Uda izin sebentar sama Om Syahrial.""Jadi ngerepotin." Dinda tersenyum semringah. Ada hangat yang terasa menjalar tatkala menyadari suaminya itu mengorbankan waktu demi memenuhi janji untuk menjemput. "Nda bisa naik taksi saja, padahal."Fahri merangkul pundak Dinda sembari berjalan beriringan menuju mobil. "Takut Nda nyasar."Dinda mencebik. "Ya nggak bakal nyasar, lah. Tinggal ketik alamat di aplikasi."Dinda duduk deng

  • Pulang Ka Bako   Konseling

    Di dalam kamar mandi, jemari Dinda bergetar memegang kemasan plastik yang berisi alat untuk pendeteksi kehamilan tersebut. Takut membelenggu hati Dinda. Ketakutannya bukan tanpa alasan, selama enam bulan belakangan ini, Dinda masih rutin mengkonsumsi antidepresan. Kehamilan ini di luar rencana. Dinda takut obat-obatan yang ia konsumsi selama beberapa bulan ini mempengaruhi janin yang mungkin saja sudah terlanjur hadir di rahimnya. "Nda!" Suara Fahri kembali terdengar dari luar. Panik kembali melanda pikiran Dinda. "Sebentar, Uda! Nggak sabar banget, sih!" Dinda kembali membalas dengan berteriak dan tanpa sengaja, Dinda menyenggol wadah yang telah berisi air seni yang akan digunakan untuk melakukan tes kehamilan tersebut. Tiba-tiba saja kesal melanda hati Dinda. Ia kemudian bergegas ke pintu, memberengut kesal saat melihat wajah Fahri yang hendak bertanya di depan pintu. "Belum!" ketus Dinda sebelum Fahri membuka suara, "katanya di kemasan itu sebaiknya dilakukan pagi hari." Dinda

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status