Share

Rencana Berantakan

"Dinda! Kamu di mana?" tanya Fahri gusar saat Dinda menjawab teleponnya.

"Lho, Uda udah nyimpan nomor, Nda?" tanya Dinda dengan polos, alih-alih menjawab pertanyaan Fahri. "Nda aja nggak nyimpan nomor Uda."

"Aku nanya kamu di mana? Malah nanya balik." Fahri makin meradang mendengar suara tak bersalah gadis itu. Gedung tempat acara pernikahan digelar, sudah mulai sepi. Tamu undangan pun telah berangsur pergi, tetapi Fahri tak menemukan Dinda, meskipun dia telah mencari ke seluruh area gedung.

"Udah di jalan pulang," sahut Dinda dengan santai.

"Pulang sama siapa? Kok nggak ngomong sama aku? Kamu kan ke sini bareng aku, kenapa malah pulang sendiri?" Fahri mencak-mencak.

"Lho, kan tadi Uda yang suruh Nda pulang sendiri."

"Kapan?"

"Itu, tadi Uda bilang pas aku ngasihin siomay."

"Astaghfirullah, Nda! Kamu ngerti becanda nggak, sih?" Kepala Fahri mendadak pening.

"Oh! Tadi Uda Ari becanda?"

"Turun sekarang juga! Share loc, biar aku jemput!" Telepon berakhir dengan embusan napas kasar Fahri.

"Udah ketemu, Dinda, Ri?" Pian yang dari tadi ikut mencari gadis itu mendekati Fahri yang masih memijit keningnya.

"Dia pulang!" gerung Fahri dengan wajah memerah menahan amarah.

"Lho, kenapa?" Pian melongo.

Tak lama sahabatnya yang khawatir akan raibnya partner Fahri sore itu, turut berkumpul.

"Lo tadi berantem?" Hendra yang mengajukan pertanyaan.

"Gue tadi cuma becanda bilang suruh pulang sendiri, tau-tau beneran pulang dia!"

"Ha-ha! Mampus!" Anwar yang bersorak kegirangan, alih-alih bersimpati, mereka menertawakan kesialan sahabatnya.

***

Saat mendekati lokasi yang dibagikan Dinda pada aplikasi pesan, Fahri melihat gadis itu duduk seorang diri, di sebuah halte. Ia tengah membungkuk mengusap kepala kucing yang duduk di kakinya. Fahri memelankan laju mobil, memperhatikan wajah gadis itu dari kejauhan. Fahri mengerutkan kening, saat melihat bibir Dinda bergerak dan mengulas senyum di saat makhluk berbulu di kakinya itu mendongak menatap Dinda. Gadis itu terlihat seperti tengah berbicara dengan kucing liar itu.

Dinda tak menyadari mobil Fahri yang mendekat. Saat Fahri membuka kaca mobil, ia melihat gadis itu tengah menuangkan sesuatu dari dalam botol kecil, yang ternyata adalah makanan kucing kering, di hadapan kucing itu. Ia aempat tertegun melihat Dinda tersenyun sembali mengusap kembali kepala kucing liar yang baru saja ia beri makan. Kemudian pemuda itu tersadar ketika lengkingan suara klakson terdengar dari arah belakang.

Gegas Fahri menjulurkan badannya ke arah jok penumpang setelah kaca jendela ia turunkan. Fahri berteriak memanggil gadis yang tak menyadari kehadirannya di sana. "Nda!"

Dinda langsung mendongak begitu mendengar namanya dipanggil.

"Eh, Uda Ari!" Dinda bangkit dari duduk dengan seulas senyum lebar. Tak ada raut bersalah ditunjukkan gadis itu karena telah membuat Fahri panik mencarinya di gedung acara hampir satu jam. Bahkan ia menyempatkan mengusap kepala kucing yang tengah asyik makan, sebelum mendekat ke mobil Fahri yang berhenti menunggunya naik.

"Baik-baik, ya, kamu. Sampai jumpa lagi!" Setelah mengucapkan salam perpisahan, Dinda membuka pintu mobil, dan menyapa Fahri seolah tanpa dosa.

"Hai Uda!"

"Hai ... hai ...." Fahri mencibir. "Kamu tau, nggak? Aku nyariin kamu hampir satu jam di gedung. Aku pikir kamu diculik setan penunggu gedung!" omel Fahri dengan wajah ditekuk dan bibir monyong.

Dinda terbahak, tangannya reflek menepuk lengan Fahri. "Kalau masalah itu, Uda nggak usah khawatir, setan juga ogah deket-deket sama Nda!"

"Iya, pasti stress ngadepin kamu!" sambung Fahri masih dengan wajah cemberut. "Bukannya minta maaf udah bikin orang panik, malah cekikikan." Fahri masih terus bersungut-sungut. Beruntung jalanan tidak terlalu macet, sehingga ia bisa memacu laju mobilnya dengan kecepatan sedang.

"Ngapain Nda yang harus minta maaf, Uda Ari yang nggak tau terima kasih, udah bela-belain Nda pakai stiletto kayak gini, terus diusir pulang," sahut Dinda dengan lugunya. "Kaki Nda hampir keseleo tadi pas jalan dari gedung ke jalanan. Tau bakal diomelin gini, mending Nda kencan sama Cha Eun Wo aja di rumah. Nggak perlu capek-capek ke salon buat dandan segala." Dinda balik mengomeli Fahri dengan wajah cemberut.

Sudah untung ia mau mengorbankan waktu nonton drama Korea kesukaannya demi menemani Fahri ke pesta pernikahan Priska. Bukannya berterima kasih, malah kena omel di sepanjang jalan.

Fahri melongo mendengar alasan Dinda balik mengomelinya. "Jangan halu jadi cewek!"

Lelah, berdebat dengan Dinda, akhirnya Fahri memilih diam. Begitupun dengan Dinda, gadis itu tak lagi bersuara. Saat mobil terhenti karena lampu merah, Fahri menoleh ke arah penumpangnya yang semenjak tadi tak lagi bersuara. Ternyata Dinda sudah tertidur dengan posisi kepala menyandar ke kaca, dagu sedikit mendongak, dan mulut setengah terbuka. Sejenak Fahri tertegun menatap wajah Dinda yang tengah tertidur.

Nggak terlalu jelek. Fahri membatin.

Fahri terperanjat saat getar ponsel yang ia letakkan di samping pintu bergetar beberapa kali. Dengan dengkusan keras ia mengambil benda itu dari tempat ia menyimpannya tadi.

"Ini apaan, sih rame banget pesan masuk." Jarinya menggeser tombol untuk membuka kunci layar dan membuka aplikasi pesan. Fahri membuka satu group dengan notifikasi pesan yang paling banyak, yaitu group keluarga dari pihak ibunya. Dengan kening berkerut, karena ada namanya yang disematkan pada isi pesan, Fahri membuka group keluarga tersebut. Matanya sontak membelalak lebar saat melihat isi pesan. Fotonya dan Dinda saat tadi hendak berangkat menuju pesta pernikahan Priska, yang menjadi topik perbincangan hangat di antara sepupu-sepupu dan saudara ibunya itu.

[Doakan supaya rencana Ari melepas masa lajang dipermudah dan berjalan lancar, ya, semua.] Begitu bunyi keterangan di bawah foto yang dikirimkan oleh kakak satu-satunya, yaitu Rudi. Lalu di bawahnya terdapat puluhan pesan berisi ucapan selamat dan komentar lainnya.

Dengan dada kembang-kempis, Fahri menutup aplikasi pesan, kemudian membuka daftar kontak dan memencet kontak Dena—kakak iparnya.

"Teh! Teteh kemarin janji nggak bakal kasih tau Umi, ini malah kasih ke Da Rudi lagi, dasar si ember pake acara posting di group keluarga pula!" sembur Fahri begitu kakak iparnya itu menyahut dari seberang sambungan.

"Sans, Bro! Chilling down! Greetingnya dulu, dong! Kebiasaan deh, magic words selalu kelupaan." Dena terkekeh-kekeh menanggapi omelan adik iparnya.

"Nggak perlu berbelit-belit deh, Teh!" Fahri meradang.

Terdengar helaan napas panjang dari seberang. Sepertinya Dena juga tengah mengumpulkan kesabarannya yang terserak. "Lo tau, kan, Ri! Laki gue cemburuan. Hp gue itu udah disadap sama dia. Jadi, foto tadi dia dapat bukan dari gue, tapi hasil nyuri data di hp gue." Dena kemudian terpingkal setelah mengatakan hal itu.

"Bangke!"

Dinda terperanjat saat mendengar makian dari mulut Fahri. Reflek ia mengucek mata dan menoleh pada biang keributan yang telah mengganggu mimpinya bertemu Oppa Korea, sang idola. Terbangun dengan kenyataan yang menyakitkan, di samping lelaki yang hobi mengumpat. Hilang sudah sosok Oppa kiyowo dengan senyum manis akibat umpatan keras Fahri tadi.

Dinda menatap Fahri sengit. Tak terima mimpi indahnya diusik oleh sepupunyanyang senang menggerutu.

"Uda apa-apaan, sih! Nda kan lagi fan sign sama Cha Eun Wo—"

"Mimpi memang tak selamanya indah, Dek!" cibir Fahri yang mulai merasa kesal mendengar Dinda menyebutkan nama aktor Korea itu berkali-kali.

"Kamu lihat, nih!" Dengan kesal Fahri menyodorkan layar ponsel ke depan wajah Dinda.

Dinda menerima ponsel yang diserahkan Fahri dengan wajah heran. Saat Fahri hendak kembali mengomel, suara lengkingan klakson dari mobil di belakang mereka, menyadarkan lelaki yang sedang naik darah itu bahwa lampu rambu lalu lintas sudah berubah hijau. Dengan sentakan dalam, Fahri menginjak pedal gas.

"Yaah, Uda. Kok jadi kayak gini?" Dinda menoleh ke arah Fahri setelah membaca isi pesan dari group keluarga ibunya Fahri.

Memang Dinda sempat mengatakan mau jika dinikahkan dengan Fahri, tetapi ia tak mau jika Fahri malah terganggu dengan berita perjodohan mereka itu. Rasa suka Dinda terhadap Fahri cukup sampai level kagum, ia tak mengharap lebih. Bagi Dinda, menikah adalah hal sakral yang hanya dilakukan oleh dua orang yang saling mencintai, bukan karena keterpaksaan. Walaupun dalam drama yang sering ia tonton, pada akhirnya pasangan yang awalnya menikah karena terpaksa itu akan saling jatuh cinta, tetapi Dinda cukup pintar untuk membedakan mana yang khayalan dan mana yang realita.

"Nggak tau, tuh! Si Rudi nggak ilang-ilang embernya. Malah setelah jadi bapak-bapak, makin parah aja sifat embernya."

"Nda nggak mau nikah sama Uda," pungkas Dinda sembari menyerahkan ponsel pada Fahri.

Fahri ternganga mendengar perkataan Dinda. "Ye! Siapa juga yang mau nikah sama kamu!" cibir Fahri setelah tersadar apa yang baru saja dikatakan sepupunya itu.

"Terus itu tadi umi juga udah kasih komentar, pakai balas 'amin' segala." Dinda menatap Fahri dengan mata yang hampir menangis.

"Jangan berlagak sok menderita gitu, deh! Aku juga rugi nikah sama kamu!" ketus Fahri dengan kalimatnya yang tajam.

"Nda juga nggak mau nikah sama laki-laki yang suka marah-marah," balas Dinda sambil melengos.

Kabin mobil kembali hening. Dua makhluk yang sedari tadi seperti anjing dan kucing itu akhirnya sibuk dengan pikiran masing-masing. Dinda sibuk memikirkan bagaimana cara mengungkapkan penolakannya pada perempuan yang telah berjasa besar dalam hidupnya itu.

Dan, Fahri juga sibuk memikirkan hal yang sama. Patah hatinya belum sembuh. Ia belum siap menjalin hubungan baru untuk saat ini. Luka yang ditinggalkan Priska begitu parah, hingga Fahri tak yakin ia akan mampu mencintai perempuan lain setelah ini.

***

Mobil akhirnya merapat ke garasi. Mereka lupa bahwa saat tadi pergi, mereka sempat mengadakan kesepakatan, bahwa Dinda diantar Fahri ke rumah Dena kembali, kemudian mereka pulang sendiri-sendiri seperti saat berangkat tadi. Namun, tragedi bocornya foto mereka berdua di group keluarga, membuat rencana yang telah tersusun rapi berantakan begitu saja. Hingga sapaan dari ruang tengah saat mereka berdua berbarengan masuk, membuat mereka tersadar, bahwa tak ada lagi jalan mundur.

"Alhamdulillah, datang juga anak dan calon menantu Umi!" sambut Emi dengan wajah berbinar.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Ariny arni
Bagus nih ceritanya , sehari² banget......
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status