“Den, biar Bibi saja yang masak, Aden kan baru sembuh, lagian neng Alisa jadi pulang hari ini?” tanya pembantunya yang tidak tega melihat majikannya bersibuk ria di dapur.
“Iya, Bi tadi Alisa telepon katanya pulang sore ini dan aku harus memberi kejutan untuknya, kasihan dia selama enam bulan terakhir ini bekerja menggantikan aku di perusahaan Pak Bima.”“Untung saja Pak Bima mau menerima Alisa dan sekarang dia tidak perlu lagi bekerja karena aku sudah sembuh dan Alisa belum tahu, Bi, biarlah ini menjadi kejutan dan hadiah yang paling teristimewa untuknya.” Arlan merasa bahagia tidak ada rasa curiga semua tampak seperti biasa saja.Namun Bi Atun merasa kasihan melihat Arlan yang terlalu percaya diri tentang istrinya, sehingga dia pun tidak tega untuk menyakiti anak majikannya yang dia rawat dari kecil setelah ibunya meninggal.“Den, biar Bibi bantu ya, supaya cepat selesai, Bibi nggak tega toh, masa majikan yang masak, ini sudah tugas Bibi, sana istirahat saja di kamar!” perintahnya kepada Arlan.“Aku baik-baik saja, Bi, nggak perlu ada yang dikhawatirkan, kata dokter sudah sembuh seratus persen, lagian sudah tiga hari yang lalu Bi, aku sembuh dan sekarang waktunya Alisa harus tahu yang sebenarnya, dan aku akan kembali bekerja di sana,” jelasnya tersenyum sembari tangannya dengan cekatan mencuci daging ayam hingga bersih. “Terima kasih ya Allah, Engkau telah mengembalikan kedua mataku untuk bisa melihat lagi, dan kamu manis, gara-gara kamu aku sudah bisa melihat lagi!”“Sebagai gantinya aku akan merawatmu dan tinggal di rumahku saja,” ucapnya berbicara dengan seekor anak kucing yang telah dia selamatkan dari mobil yang hampir menabraknya.Kucing putih itu seakan-akan tahu majikan baru itu sangat menyayanginya, dia lalu duduk manis melihat sang majikannya masih sibuk di dapur menyiapkan semua bahan masakan.Arlan yang hobinya memasak dengan cekatan bekerja di dapur, sesekali Bi Atun membantunya.Ada tiga macam hidangan yang dibuat sang suami, semua adalah masakan kesukaan Alisa sang istri.Ada sayur cap cay, ayam lada hitam dan udang goreng mentega. Tidak lupa ditambah kerupuk udang dan acar manis.Semua dia kerjakan dengan cepat dan bahagia, ditambah dengan bumbu cinta sehingga masakan itu telah siap hanya dalam waktu satu jam.Setelah selesai dia langsung menatanya di meja makan, ditambah dengan sekuntum bunga mawar merah yang dia ambil dari halaman rumah untuk menghiasi meja makan mereka.Aroma masakan yang tersaji sangat menggugah selera, tidak sabar rasanya Arlan untuk bisa makan berdua dengan istri tercintanya.Tepat jam empat sore semua sudah selesai semuanya, Arlan yang sudah mandi dan berganti pakaian, tidak lupa dia menyemprotkan parfum yang disukai istrinya itu.Arlan pun duduk sambil menunggu kedatangan sang istri yang baru pulang dari luar kota, menurutnya dia akan merasa lapar sehingga Arlan pun membuatkan masakan itu tanpa sepengetahuan Alisa. “Den, lama banget datangnya, coba ditelepon dulu, sudah sampai di mana jangan-jangan nggak jadi lagi pulang, masih di Bandung,” gerutu Bi Atun kesal yang ikut menunggu bersama Arlan.“Dia bilang sih jam setengah lima sore ini, Bi, mungkin masih di perjalanan, ponselnya nggak aktif lagi,” sahutnya sembari melihat ke arah gerbang pintu.“Mudah-mudahan sebentar lagi, deh, Bibi takut Den kalau Neng Alisa datang dengan Pak Bima dengan saling berpelukan seperti yang sudah-sudah mereka lakukan,” lirihnya dalam hati.“Den, sebaiknya kita tunggu di dalam saja, nanti kalau Neng Alisa datang, Bibi kasih tahu Aden ya,” usul Bi Atun bersemangat.“Nggak usah, Bi, paling-paling sebentar lagi Alisa pulang, Bibi nggak perlu khawatir, aku bukan anak kecil lagi, Bi yang mengeluh kalau sakit,” jelasnya kepada Bi Atun tersenyum.“Bukan itu Den tetapi hatimu yang akan sakit kalau kamu melihat apa yang istrimu lakukan di belakang kamu,” ucapnya dalam hati.“Maaf Den, Bibi tidak bisa mengatakannya karena Bibi belum bisa memastikan apakah mereka mempunyai hubungan atau tidak, walaupun di dalam hati kecil selalu mengatakan kalau mereka bukan sekedar anak buah dan atasannya tetapi lebih dari itu,” gerutunya dam hati.“Bi ... Bibi kenapa kok melamun, ada apa?” panggil Arlan seketika sehingga membuat Bi Atun terkejut.“Oh ... nggak apa-apa, Den,” jawabnya sedikit gugup.Beberapa menit kemudian sebuah mobil berwarna hitam mengkilap akhirnya masuk ke dalam halaman rumah Arlan.Dia sangat yakin itu adalah istrinya bersama Pak Bima bos mereka di kantor.Alisa turun dengan senyum yang mengembang semakin hari wanita yang sudah dinikahinya selama dua tahun itu semakin memesona di mata kaum laki-laki, sehingga tidak heran Pak Bima pun pasti akan luluh hatinya jika melihat kecantikan yang dimiliki oleh istrinya itu.Saat ingin menyambut istrinya tiba-tiba tangan Bima merangkul pinggang Alisa, sebuah pemandangan yang tak terelakkan.Bagaikan disambar petir, hatinya bergemuruh ada rasa sakit hati, cemburu bahkan tangannya ingin sekali menghajar Bima yang tak lain adalah bosnya sendiri itu berani memegang pinggang Alisa.Namun Alisa pun tak marah, malah dia tersenyum penuh arti, membuat Arlan semakin bingung.“Bi, tolong jangan kasih tahu Alisa, kalau aku sudah bisa melihat, dan biarkan ini menjadi rahasia untuk sementara!”“Ba-baik, Den,” sahutnya gugup.“Aku ingin tahu, sedekat itukah anak buah dan bosnya, sampai-sampai tangannya boleh menyentuh tubuh istriku dan Alisa ... ah dia tampak bahagia sepertinya,” ucapnya dalam hati.Sampai di teras rumah Alisa dan Bima yang tidak menyadari kalau mereka sedang ditunggu kedatangannya oleh Arlan, sedikit terkejut.“Loh Mas, kok di sini, Ayuk masuk!”“Apa kabar Lan?”“Alhamdulillah seperti yang Bapak lihat!” jawabnya tersenyum miris.“Maaf Lan, saya datang bersama Alisa dan saya hanya mengantarnya pulang, tetapi setelah ini ada tentu janji lagi, makanya kita nggak bisa lama-lama di sini, nggak apa-apa, kan?” jelasnya dengan santai.“Mari silakan masuk, Pak!”“Ayuk Mas eh ... maksudnya Pak Bima,” Alisa buru-buru mengoreksi kalimatnya.“Bagaimana kalau kita makan dulu, kamu pasti lapar kan, aku minta tolong sama Bi Atun untuk memasak ini semua, makanan kesukaanmu,” ucapnya menjelaskan dengan tersenyum.“Ayolah Mas, aku capek, lagian aku ada meeting lagi bersama Pak Bima, jadi aku harus mengosongkan perutku supaya nanti di sana tidak malu-maluin,” sahutnya sambil berjalan menuju kamarnya di atas.“Mas, kamu temani Pak Bima sebentar, aku mau mandi dan berganti pakaian dulu,” teriaknya saat masih dianak tangga.“Bi tolong buatkan minuman,” perintah Arlan kepada Bi Atun.“Baik, Den!”“Oh ya Pak, maafkan saya belum bisa menggantikan posisi Alisa di kantor, nanti kalau saya sudah bisa ...”“Ayolah Arlan tidak usah merasa bersalah, biarkan saja istrimu yang menggantikan posisimu sementara sampai kamu benar-benar bisa melihat, bukannya kata dokter kebutaanmu tidak permanen, suatu saat kamu bisa melihat lagi.” Bima tersenyum penuh arti.“Aku malah ingin kamu buta selamanya Arlan sehingga aku bisa menikmati tubuh istrimu selamanya bahkan aku bisa mendapatkan uang lebih dari apa yang istrimu miliki,” ucapnya dalam hati sambil tersenyum.“Oh ya Lan, istrimu sangat pintar mengambil hati orang, buktinya klien kita dari Singapura itu mau bekerja sama dengan kita dengan menginvestasikan uangnya sebanyak yang kita mau loh, aku saja tidak bisa membuat klien itu menerima denganku, tetapi dengan bantuan Alisa semuanya beres.” “Makanya aku mau Alisa bertemu dengan klien kita dari Bali, dia juga ingin menginvestasikan dananya ke kita, kamu tahu Pak Dewa Ajibatara pengusaha dari Bali itu, kan, dia itu orang yang sangat susah ditaklukkan, siapa tahu dengan Alisa dia mau iya kan?” jelasnya mendetail.“Apa maksudnya ini, kenapa harus Alisa, bukannya Pak Dewa adalah lelaki hidung belang?” tanyanya dalam hati.Langkah cepat menuju ruangan yang dialamatkan untuk Ayumi. Untung saja rumah sakit yang didatangi olehnya kebetulan sama dengan bapaknya di rawat. “Kenapa Mbak Kayla ada di sini? Apa yang terjadi?” Ayumi masih penasaran tapi langkahnya terus dilanjutkan sampai akhirnya dia menemukan nomor kamar itu. “Mbak Kayla?”Ayumi langsung masuk ke kamar rawat itu setelah melihat dengan nyata yang terbaring di tempat tidur. Wajah wanita itu tak menyambut hangat dengan kedatangan Ayumi, malah terlihat kesal. “Akhirnya kamu datang, Yumi,” sahut wanita itu dengan ketus. Ayumi mendekat dan memperhatikan tubuh itu yang di wajahnya masih terlibat bekas luka lebam. Ayumi begitu sangat khawatir dengan saudara tirinya itu. “Apa yang terjadi dengan Mbak Kayla, kenapa mbak ada di sini? Siapa yang telah melakukan ini dengan Mbak? Dan selama ini mbak ada di mana, kenapa ....” Wanita itu menyela. “Huh, bawel ya kamu, banyak sekali pertanyaan yang ada dipikiran kamu itu. Aku berada di sini juga
“Kenapa harus bertanya?” kesal Bima kembali. “Maaf, soalnya Masnya galak. Apakah Mas baru berkelahi atau dihajar orang sih, sebentar, tunggu di sini,” ucapnya sembari pergi meninggalkan Bima sementara. Bima memperhatikan gerak gerik gadis polos itu. Seketika terukir sebuah senyuman kecil dari sudut bibirnya. Tak lama kemudian Ayumi datang dengan membawa kotak p3k yang dia pinjam dari kantin rumah sakit. Dia langsung mengobati dan membersihkan luka di wajah Bima dengan cekatan setelah meminta izin kepada Bima. Pria itu pun hanya mengangguk patuh ketika tangan lembut itu menyentuh kulitnya. “Siapa gadis ini begitu perhatian ? Enggak takut sama sekali dengan orang asing? Bisa saja kan berbuat jahat dengannya? Dan apalagi ... hemm ...” Bima kembali memperhatikan wajah lembut Ayumi yang begitu polos. Lagi-lagi pikirannya kembali jahat.“Sudah!’ Ayumi telah selesai mengobati Bima.“Terima kasih, dan ...“Maaf Mas, saya permisi dulu, sering-sering diobati lukanya, atau periksa ke dokter
Ayumi duduk di samping tempat tidur ayahnya. Menatap sendu wajah orang tua itu yang semakin tirus. Tanpa terasa air matanya mengalir begitu saja membasahi wajahnya yang cantik. ”Seandainya ibu masih hidup pasti bapak tidak seperti ini. Seandainya waktu bisa diputar kembali aku bisa berani menolak permintaan bapak untuk menduakan Ibu. Dan sekarang istri kedua bapak pun pergi dengan laki-laki lain. Entah di mana mereka sekarang aku juga tidak tahu nomor telepon mereka. Ah kenapa aku malah memikirkan mereka? Mungkin sekarang mereka bahagia dengan kehidupan barunya,” gumam Ayumi dalam hati. Tak lama kemudian, tubuh orang tua itu sedikit bereaksi. Ayumi menyadarinya dan begitu bahagia karena ayahnya sudah siuman. Mata sayu itu perlahan-lahan terbuka. Dan tentu saja yang dilihat adalah putri tersayangnya yang selalu ada untuk orang tua itu. Wajah Pak Amin masih terlihat sedikit pucat tapi dia berusaha untuk bisa tetap tersenyum.“A—ayumi?” suara serak tapi pelan masih terdengar oleh Ay
Tangannya mengepal kuat dengan hati yang masih kesal dan marah, tapi dia berusaha untuk menahannya sebelum semua terbongkar siapa dirinya yang sebenarnya. Sepanjang jalan Arlan terus menggerutu saat mengingat apa yang dikatakan oleh Allisa.“Dia pikir siapa? Berani sekali meminta lebih,” rutuknya kesal.“Kamu pikir aku akan menerima kamu, Allisa? Setelah apa yang kamu lakukan kepadaku? Setelah Bima jatuh miskin kamu ingin menempelku seperti benalu? Jangan pernah bermimpi untuk bisa kembali denganku, apalagi setelah kamu tahu siapa aku sebenarnya! Suamimu yang culun yang selalu kamu anggap rendah dan sampah bisa berubah oh bukan hanya menyembunyikan identitas saja,” lanjutnya lagi. Arlan masih terlihat marah sampai-sampai tidak melihat jalan, hingga akhirnya dia pun tak sengaja menabrak seseorang sehingga mereka saling berpapasan.“Augh ... Maaf Om saya tidak sengaja dan ...” Ucapannya menggantung dan bahkan terkejut saat melihat orang yang dia tabrak tanpa sengaja. Begitu juga deng
Suasana kembali hening sesaat seakan mulut mereka terkunci. Bima terduduk lemas tak berdaya setelah mendengar apa yang dikatakan boleh Arlan. Sedang pria tampan itu tersenyum puas melihat lawannya sudah tak mempunyai harga diri lagi untuk bisa mengangkat kepalanya. Setelah permintaan Arlan itu, dia pun pergi meninggalkan Bima dan Allisa. Bima memang meminta untuk bicara berdua saja untuk terakhir kalinya. Meskipun diizinkan Arlan tetap mengamati gerak-gerik Bima dari pantauan Arlan. Pria itu masih menunggunya di luar dengan tenang duduk dan mengutak-atik ponsel canggihnya.Di dalam kamar Allisa. Bima menatap sendu kondisi Allisa. Meskipun sudah terlihat baik-baik saja tapi luka lebam di wajah cantik Allisa masih terlihat. “Sayang, aku ...” “Mas, aku enggak ingin mendengar apa pun dari mulut kamu itu! Aku baru menyadari kalau cinta kamu itu palsu . Kamu hanya ingin memanfaatkan aku saja. Kenapa aku terlalu mencintai kamu sehingga aku enggak bisa membedakan antara yang salah da
“Penyesalan selalu datang terlambat, selalu saja terjadi. Nasi telah menjadi bubur dan itu juga tidak bisa dikembalikan seperti bentuk nasi lagi kan? Jadi jika kamu ingin berubah harus dari hati bukan karena orang lain. Katakan Allisa kenapa kamu ingin berubah? Apakah karena saya? Kamu sudah tidak mencintai suamimu sendiri? Kamu sangat mencintai orang lain? Saya tahu kamu adalah kekasihnya Bima, kan?” tanya Arlan menatapnya tajam.Allisa terdiam sesaat tapi dia berani menatap mata Arlan lebih dalam lagi. “A—aku sangat mencintai Bima daripada suamiku sendiri. Mas Arlan adalah pria yang baik dan sepertinya aku tidak pantas untuknya sehingga aku melakukan semua ini berselingkuh agar Mas Arlan menceraikan aku. Dia terlalu baik,” jelasnya dengan suara pelan.“Kamu mencintai Bima? Sangat bodoh! Kamu hanya dimanfaatkan olehnya tapi kamu sepertinya lebih nyaman dengan pekerjaan kamu sekarang, kan?” tanya Arlan menegaskan.“A—aku ....”“Apa kamu sekarang menyukai saya atau uang say, Allisa?”