#Pura_Pura_RebahanPart 18 : Keponakan Ketemu GedeBeberapa detik kemudian, dua pria yang warna kulitnya saling bertolak belakang itu kini sudah berdiri di hadapanku. Aku meringis saat keduanya saling lirik, ya ampun ... si pemilik akun ‘semua semu’ ini kok gantengnya kebangetan gitu sih. Udah cakep, putih dan bertubuh tinggi tegap pula, dia emang idola emak-emak berdaster sepertiku.“Tante, ayo!” ujarnya dengan suara merdu dengan ekspresi sangat manis tentunya, dengan senyum yang dihiasi lesung pipi di kedua pipinya.“Eh!” Aku jadi gelagapan, sedang di sisi kananku ada si Tuan Crab yang tatapannya begitu garang dan menusuk.“Siapa dia, Vio? Kok manggil kamu Tante?” tanya Mas Nizar dengan tatapan dingin, alis tebalnya terlihat bertaut.“Hmm ... dia ... dia ... keponakan aku, Mas, hehee ... iya, dia keponakan ketemu gede, eh ... maksudnya ... keponakan yang baru ketemu setelah gede .... “ Aku menggaruk rambut kusut ini karena sudah setengah hari berada di antara tumpukan sampah.“Hahhh
#Pura_Pura_RebahanPart 19 : Tante, I love you“Vioo, awas!!!” Suara Mas Nizar terdengar samar-samar, sebab aku berjalan dengan sambil menoleh ke belakang beberapa kali sampai Si calon pebinor itu masuk ke mobilnya dan kemudian berlalu.‘Brakkk’Aduuhh ... aku meringis saat kepalaku kejedot pilar teras rumah.“Sakit .... “ Aku memegangi dahi, sedang Mas Nizar hanya berkacak pinggang saja dengan tampangnya yang selalu garang itu.Ya ampun, nggak ada romantis-romantisnya, dahi istri benjol begini, dia cuma ngeliatin aja. Coba ditiupin kek atau langsung dikiss kek, iihhss ... aku memutar bola mata dan menjatuhkan diri, berpura-pura pingsan tentunya.‘Pletakkk’Aku terkapar di lantai, makanan di tanganku ikutan terjatuh juga, semoga nggak bonyok deh. Aku menarik napas napas penuh harap, berharap Mas Nizar melakukan hal romantis. Paling nggak ngasih napas buatan, eh!“Vioo!!! Kamu kenapa, hah?!” Pipiku terasa disentuh tangan kasarnya, iya tangan suamiku itu kasar soalnya sabun yang ia beli
#Pura_Pura_RebahanPart 20 : Kedatangan ZidanPemilik akun ‘Semua Semu’ dengan nama asli Zidan Rizaldi itu mengulum senyum dengan menghela napas panjang, di kepalanya sedang membayangkan sang teman kolab yang berhasil membuat hatinya cenat-cenut tak menentu selama beberapa bulan ini. Apa yang ia hindari dan takuti terjadi juga, yaitu jatuh cinta online. Ia selalu mencibir teman-temannya yang jatuh cinta lewat dunia maya, tapi kini malah terjadi kepadanya. Padahal, ia sudah mencoba mengantisifasinya dengan membuat akun berkedok emak-emak berdaster dengan maksud agar tak ada wanita dunia maya yang jatuh cinta kepadanya yang berkeinginan terjun ke dunia literasi beberapa tahun silam.Awalnya semua berjalan lancar, sampai akhirnya ia mulai menyukai cerita-cerita yang ditulis oleh sebuah akun dengan nama ‘Samuel Ataya.’ Sebagai seseorang penulis, selain menulis, ia juga suka membaca cerita-cerita rekan seprofesinya. Saat ia mengirim permintaan pertemanan, langsung dikonfirmasi pula. Status
#Pura_Pura_RebahanPart 21 : Test DNA Saja! “Mau ke mana kamu? Duduk saja dulu, jangan buru-buru mau pergi!” ujar Mas Nizar yang membuat debaran jantungku semakin tak terkontrol, senyumnya yang sedari tadi mengembang langsung meredut. Tatapannya kini berubah nyalang dan garang.“Maaf, Om, saya masih ada urusan. Jadi, saya pamit dulu,” ujar Zidan dengan wajah cemas, ia melirikku sekilas yang langsung kupelototi sebagai isyarat agar ia segera pergi dari sini.“Vio, jelaskan semuanya, siapa pria ini? Menurut informasi dari Mama, kamu tak punya ponakan segede gini!” Kini pandangan tajam Mas Nizar beralih kepadaku.“Hmm ... Mas ... begini ... anu .... “ Aku memutar otak, berusaha membuat alur cerita secepat mungkin.“Apa, Vio? Jangan bilang pria tampan ini selingkuhanmu, ya! Soalnya itu takkan mungkin sekali,” ejek Mama mertua dengan sambil menetertawaiku, dia terlihat sangat puas melihat aku yang sedang dihimpit masalah seperti ini.“Dia ... hmm ... Zidan ini bukan anak saudara kandung V
#Pura_Pura_RebahanPart 22 : Jangan KangenMas Nizar masuk kembali ke dalam rumah dengan kondisi babak belur, begitu juga dengan Mas Aldi, suami Mbak Mona. Setelah kuobati luka lebam di wajahnya, suamiku itu segera bangkit dan menaraih tas kerjanya.“Mas, tetap mau ke kantor kamu? Apa nggak izin saja, ‘kan kamu lagi sakit ini,” usulku dengan sedikit bimbang dan bukan dengan mode pura-pura peduli tentunya, ini murni bentuk kepedulian seorang istri.“Nggak apa, aku udah baikan kok. Kalo nggak kerja, ya nggak dapat duit, soalnya di rumah ini udah terlalu banyak pengangguran. Kalo aku juga nggak kerja, nanti kalian pada kelaparan,” jawab Mas Nizar dengan setengah berteriak, mungkin ia hendak menyindir Mas Aldi.Aku terdiam dan mengerucutkan bibir, sembari mengantarnya ke depan pintu.“Hati-hati, Mas!” ujarku dengan melambaikan tangan kepadanya.***Setelah tragedi tadi pagi, aku jadi malas keluar kamar soalnya Mbak Mona dan Mama mertua menyalahkan aku atas perkelahian antara dua pria itu.
#Pura_Pura_RebahanPart 23 : Oppa Bikin Galau“Tante, kok bengong gitu? Kenapa? Apa kesambet jin penunggu mall?”Aku mengerjapkan mata, seakan baru tersadar dari koma panjang. Eh! Dia masih menatapku dengan pamer senyum super manis, ishh ... nyebelin, aku 'kan jadi kelelep. Ups!“Ya sudah, gue mau lihat anak-anak main dulu. Byeee .... “ Aku beranjak dari kursi dan meninggalkan dia yang masih duduk sendiri.Aku tak mau menoleh ke belakang, nanti dia malah gede rasa pula. Pokoknya harus fokus jalan ke depan, walau dalam hari terasa hujan gerimis ini hati. Huaaa ... oppaku bakal tutup akun, sedih, gaes.Di arena bermain, dua putriku begitu kegirangan, aku senang melihat tawa mereka walau di hati ini seperti ada setitik kesedihan. Kuhela napas panjang, aku benci rasa ini, rasa yang tak seharusnya dimiliki oleh seorang wanita yang sudah bersuami. Jadi galau deh.Ah, dari pada bengong, lebih baik shopping saja. Biarlah anak-anak kutinggal bersama Mbak Desi. Belanja beberapa helai pakaianku
#Pura_Pura_RebahanPart 24 : Pemanis hidupPanggilan pertama dan kedua kuabaikan, hingga akhirnya ia tak menelepon lagi. Aduh, Oppa, aku harus mengirim chat kepadanya agar ia tak menghiraukan chatku yang tadi.[Zidan, sorry, aku salah kirim chat. Tak ada apa-apa, selamat bekerja.]Segera kukirimkan chat itu kepadanya, tapi ia sudah tak online lagi. Aduduuu ... jangan-jangan dia ke sini lagi? Gimana ini? sebelum Zidan datang, aku harus keluar dan memberikan uang kepada Mas Aldi, agar ia segera pergi. Tanpa pikir panjang lagi, segera kuraih bantal penyimpanan uangku lalu mengambil uang berwarna merah sebanyak lima lembar, semoga ini cukup untuk menyumpal mulut pengangguran tukang peras itu. isshh ....“Naffa, jaga Adek dulu, ya! Mama mau ke bawah sebentar,” ujarku kepada putri sulungku.Naffa mengacungkan jempolnya dan melanjutkan aktifitas bermain boneka bersama Aisha. Dengan tergesa-gesa, aku keluar dari kamar lalu menuruni anak tangga lalu turun ke lantai dasar. Saat keluar dari ru
#Pura_Pura_RebahanPart 25 : Rumah KontrakanMau tak mau, ikhlas tak ikhlas, dengan sangat terpaksa bin dongkol, aku dan anak-anak kembali ke rumah Mas Nizar. Mama mertua dan Mbak Mona menyambut kami dengan tampang tak senang. Rumah juga seperti kapal pecah, seperti tak berpenghuni.“Mas, rumah kok berantakan sekali? Mama dan Mbak Mona kok nggak mau beres-beres sih?” Aku masuk ke dalam kamar dengan sambil bersungut-sungut kesal.“Kamulah yang beresin!” jawab Mas Nizar enteng.“Kok aku sih, Mas? Padahal baru pulang juga, kalau gini aku mau minggat lagi aja.” Aku mengerucutkan bibir sembari duduk di sudut lemari.Mas Nizar mendekat ke arahku lalu duduk di hadapanku, tatapannya tajam kepadaku.“Vio, katakan sebenarnya ... minggat ke mana kamu kemarin? Sekarang kok tingkahmu semakin menjadi- saja, mulai suka membangkang dengan ancaman kaburlah, apalah! Maumu apa? Coba katakan terus terang? Apa pria tadi itu, yang pernah kamu akui sebagai keponakan itu telah mempengaruhi atau juga ... dia